HENDAKNYA MENGGUGAH KETERPADUAN DALAM SEGALA UPAYA PEMBANGUNAN

HENDAKNYA MENGGUGAH KETERPADUAN DALAM SEGALA UPAYA PEMBANGUNAN

Presiden Pada Penyerahan DIP

Pentingnya keterpaduan dalam segala upaya pembangunan, kali ini sangat ditekankan Presiden Soeharto pada amanat tertulisnya dalam rangka penyerahan Daftar Isian Proyek (DIP) tahun anggaran 1985/1986.

Penyerahan itu serentak dilangsungkan pada Sabtu 30 Maret 85 yl di masing-masing Ibu kota dari kedua puluh tujuh propinsi di seluruh Indonesia.

Dalam kesempatan ini sejumlah Menteri Kabinet Pembangunan IV masing­-masing ditugaskan Presiden menyerahkan DIP kepada Gubernur yang bersangkutan dan sekaligus membacakan amanat Presiden.

“Penyerahan DIP yang saat ini saya sampaikan kepada Sdr. Gubernur Kepala Daerah hendaknya menggugah kesadaran kita mengenai pentingnya keterpaduan dalam segala upaya pembangunan. Sebagai administrator pembangunan, Gubernur Kepala Daerah bertanggung jawab agar semua proyek-proyek pembangunan nasional yang ada di daerahnya benar-benar dapat berjalan sebagaimana mestinya,” demikian Presiden Soeharto menekankan.

“Para pimpinan dan penanggung jawab harus menyadari bahwa di atas pundak mereka terletak amanat dan tanggung jawab nasional. Keberhasilan atau kegagalan mereka dalam melaksanakan proyek pembangunan sebagaimana direncanakan, besar atau kecil, akan memberikan pengaruh terhadap pelaksanaan pembangunan nasional secara keseluruhan. Karena itu diperlukan ketrampilan, kekuatan, tanggung jawab dan tak kalah pentingnya kejujuran,” kata Presiden yang di Pontianak Kalbar, amanat itu dibacakan oleh Menteri Dalam Negeri, Soepardjo Rustam.

Kepala Negara dalam kaitan itu menggarisbawahi, setiap sektor dan proyek pembangunan itu bukanlah terlepas satu dengan yang lain. Semuanya berkaitan dan saling menunjang. Masyarakat harus diberitahu proyek yang ada di daerahnya

Keberhasilan satu sektor dan proyek tidak akan banyak artinya jika tidak menunjang keberhasilan yang lain. Sebaliknya kegagalan yang satu akan merupakan hambatan bagi kemajuan yang lain.

Karena itu penting sekali kita jaga bersama agar semua sektor dan semua proyek berjalan serentak saling menunjang, disertai dengan pengawasan sebaik-baiknya.

Dibiayai Rakyat

Keikut sertaan masyarakat dalam pembangunan ikut pula menentukan hasil pembangunan, kata Presiden. Untuk itu masyarakat harus diberitahu seluas-luasnya tentang seluruh proyek yang ada di daerahnya masing-masing.

Proyek-proyek ini adalah kepentingan rakyat dan dibiayai oleh rakyat. Karena itu saya minta agar seluruh proyek pembangunan di daerah ini diberitahukan seluas-luasnya kepada masyarakat. Dengan demikian masyarakat tahu pasti kegiatan pembangunan apa yang sedang dilakukan di daerah mereka.

Dengan demikian masyarakat juga mempunyai gambaran yang lebih jelas tentang perkembangan dan masa depan daerah mereka, termasuk apa yang mungkin dan apa yang belum mungkin dan apa yang belum mungkin mereka harapkan saat ini.

Dari sini akan tumbuh kesadaran yang makin tinggi untuk ikut mengambil peranan yang aktif dalam gerakan pembangunan. Keikut sertaan rakyat dalam pembangunan nasional ini harus terus-menerus berkembang. Makin hari harus makin luas dan mendalam.

Dukungan dengan keterlibatan rakyat dalam pembangunan justru merupakan modal dan andalan utama kita. Tanpa dukungan dan keterlibatan rakyat, maka tidak ada satu pemerintah betapapun kuatnya yang mampu melaksanakan pembangunan nasional, demikian Presiden Soeharto.

Jangan Lupa, Abdi Rakyat

Penyerahan DIP yang mengawali Tahun Anggaran 1985/1986 di masing­masing Ibu kota propinsi itu disaksikan oleh para pejabat teras Dati I, Bupati, segenap anggota DPRD Dati I setempat, segenap anggota Muspida dan para pemuda masyarakat setempat yang khusus diundang.

Dalam kesempatan ini Kepala Negara lebih jauh mengingatkan, pemerintah dan segenap aparaturnya adalah abdi rakyat dan abdi masyarakat.

Segenap kegiatan kita harus merupakan pengabdian kepada rakyat dan masyarakat. Karena itu, dalam kesempatan ini, saya perlu menekankan agar segenap pimpinan dan penanggung jawab proyek-proyek pembangunan menyadari hal ini.

Tanamkanlah niat luhur dalam lubuk hari masing-masing bahwa melalui pelaksanaan proyek-proyek pembangunan kita mengabdi kepada rakyat dan masyarakat.

Kesadaran ini perlukita pupuk terus menerus, sebab kesadaran itulah yang memberi makna luhur pada kerja dan karya kita. Berat atau ringan, kata Presiden, kita semua memikul tanggung jawab untuk menyukseskan pembangunan.

Kita tidak hanya berhadapan dengan berbagai tantangan, akan tetapi juga harus berlomba dengan waktu yang terus menerus berlalu tidak pernah menunggu.

Kita tidak pernah punya pilihan kecuali mengerahkan segenap kemampuan kita dengan kerja keras. Kalau tidak, maka jarak ketertinggalan akan makin jauh.

Kordinasi dan Sinkronisasi, Mutlak

Kepada para Gubernur, Presiden berpesan, segenap aparat pemerintahan, baik pelaksana maupun pengawas pembangunan hendaknya benar-benar memusatkan perhatian dan pemikirannya demi tahun kedua Pelita IV ini.

“Sdr. Gubernur saya minta untuk terus menerus meningkatkan kordinasi dan sinkronisasi pelaksanaan semua proyek-proyek pembangunan di daerahnya masing-masing. Garis kebijaksanaan kita sudah jelas, terlaksana dan berhasilnya pembangunan nasional bangsa kita,” demikian Presiden.

Di awal amanatnya, Presiden mengungkapkan proses pembangunan selama 16 tahun sejak Pelita I dilaksanakan sampai ke ambang tahun kedua Pelita IV.

“Dengan segala kekurangannya yang masih ada, pelaksanaan pembangunan selama itu telah menunjukkan hasil-hasil yang membesarkan hati,” kata Presiden.

Secara garis besar Presiden menunjukkan hasil-hasil pembangunan yang menonjol. Antara lain, dari negara yang merupakan pengimpor beras yang terbesar di dunia sebelum memulai Repelita I dahulu, sekarang Indonesia telah berswasembada pangan.

Dari keadaan industri yang terus merosot, sekarang telah memiliki industri-industri yang menggunakan teknologi tinggi.

Dari keadaan prasarana yang terbengkalai, sekarang telah merasakan manfaat listrik dan jalan-jalan yang memasuki desa-desa, perhubungan laut dan udara yang lancar, hubungan komunikasi yang membuka isolasi daerah-daerah terpencil.

Dari bangsa yang tergolong berpendapatan rendah dalam barisan bangsa-bangsa di dunia, sekarang Indonesia telah mengangkat diri menjadi bangsa yang berpenghasilan sedang.

Semua daerah, semua pulau, semua kota besar, semua kota kecil sampai ke desa-desa terpencil kini sedang bangkit berlomba-lomba mengejar kemajuan.

“Semuanya itu adalah sebagian dari nikmat pembangunan yang kita syukuri sedalam-dalamnya,” kata Presiden. “Namun kita sadari bahwa perjalanan kita masih akan jauh dan berat, sebelum kita tiba pada tujuan bersama ialah hidup makmur sejahtera dan berkeadilan sosial dalam Masyarakat Pancasila.”

Di samping menunjukkan keberhasilan pembangunan, Presiden juga menyadarkan, ”banyak di antara kita yang masih rendah penghasilannya, masih belum memperoleh pekerjaan yang layak, belum menikmati pendidikan yang diperlukan, belum menempati tempat tinggal yang menenteramkan, belum memperoleh pelayanan kesehatan yang baik, dan kekurangan-kekurangan lainnya.

Semuanya itu, kata Presiden, menggugah tekad kita untuk bekerja makin keras, makin tekun dan makin tertib. Semuanya itu juga tidak akan membuat kita berputus asa.

Sebaliknya membakar semangat untuk melanjutkan perjuangan bekerja makin keras, makin tekun, makin teratur dan makin terpadu.

Sama halnya dengan pembangunan masyarakat lain di dunia, maka pembangunan masyarakat kita pun menuntut kita semua bekerja secara rasional dan konsepsional.

Itulah sebabnya kita memiliki arah pembangunan jangka panjang yang ditetapkan oleh GBHN dan pembangunan jangka menengah lima tahunan.

Itu pula sebabnya kita menjabarkan GBHN itu dalam repelita-repelita dan kita menjabarkannya lagi lebih terperinci dalam tiap-tiap tahun anggaran. Malahan kita memperincinya lagi dalam sektor pembangunan dan proyek-proyek pembangunan. (RA)

 

 

Jakarta, Suara Karya

Sumber : SUARA KARYA (01/08/1985)

 

Dikutip sesuai tulisan dan ejaan aslinya dari buku “Presiden RI Ke II Jenderal Besar HM Soeharto dalam Berita”, Buku VIII (1985-1986), Jakarta : Antara Pustaka Utama, 2008, hal. 64-67.

Kenapa tidak meninggalkan komentar?

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.