Jakarta, 17 September 1998
Kepada
Bapak H. M. Soeharto
Jl. Cendana No.8
Jakarta
HUJATAN JANGAN DIDIAMKAN SAJA [1]
Salam sejahtera,
Di kala Bapak masih menjabat sebagai Presiden RI, saya yakin banyak sekali masyarakat yang mengirim surat kepada Bapak dengan berbagai maksud dan tujuan.
Hati saya justru tergerak untuk menulis surat pada saat Bapak sudah berhenti sebagai Presiden dengan cara yang tragis dan amat menyedihkan. Bagaimanapun hal tersebut telah menunjukkan jiwa besar Bapak sebagai seorang negarawan.
Saya hanya rakyat kecil yang kebetulan pernah bersekolah yang sama dengan anak Bapak (SMA Negeri 3 Setia Budi). Oleh karena itu saya memandang Bapak sebagai ayah dari seorang kawan lama.
Terus terang, saya merasa amat prihatin dengan semakin gencarnya berbagai hujatan yang ditujukan kepada Bapak yang seharusnya bisa melewati kehidupan hari tua dengan aman dan tenteram.
Saran saya hendaknya Bapak tidak mendiamkan begitu saja berbagai hujatan tersebut, agar masyarakat bisa memperoleh informasi yang seimbang dan bisa menilai mantan Presidennya secara obyektif.
Terlepas dari berbagai reaksi tokoh-tokoh masyarakat, informasi yang Bapak berikan di TPI mengenai Yayasan yang Bapak pimpin, saya yakin mempunyai nilai positif bagi masyarakat yang ingin memperoleh informasi secara seimbang.
Ada baiknya pula bila Bapak juga memberi tanggapan terhadap kasus penculikan, kasus Tanjung Priok, kasus Aceh, dan lain-lain.
Walaupun hal tersebut akan menimbulkan reaksi dari kelompok masyarakat tertentu, saya amat yakin masih jauh lebih banyak masyarakat yang ingin memperoleh informasi secara seimbang dan adil.
Semoga Bapak selalu tabah dalam menghadapi berbagai cobaan di hari tua. Dan semoga anak-anak Bapak (yang mungkin tidak setegar ayahandanya), bisa bersikap tabah pula menghadapi berbagai cobaan tersebut. (DTS)
Wassalam
Thursan Halim
Jakarta – 10210
[1] Dikutip langsung dari dalam sebuah buku berjudul “Empati di Tengah Badai: Kumpulan Surat Kepada Pak Harto 21 Mei – 31 Desember 1998”, (Jakarta: Kharisma, 1999), hal 647-648. Surat ini merupakan salah satu dari 1074 surat yang dikirim masyarakat Indonesia dari berbagai pelosok, bahkan luar negeri, antara tanggal 21 Mei – 31 Desember 1998, yang menyatakan simpati setelah mendengar Pak Harto menyatakan berhenti dari kursi Kepresidenan. Surat-surat tersebut dikumpulkan dan dibukukan oleh Letkol Anton Tabah.