ILMU PENGETAHUAN DAN TEKNOLOGI PEMBIMBING UNTUK MENGEJAR KETINGGALAN

ILMU PENGETAHUAN DAN TEKNOLOGI PEMBIMBING UNTUK MENGEJAR KETINGGALAN

Presiden Lantik Dewan Riset Nasional

Ilmu pengetahuan dan teknologi dapat menjadi pembimbing kita dalam menempuh jalan pintas agar dapat lebih cepat mengejar ketinggalan-ketinggalan yang masih membelenggu diri kita sebagai bangsa dalam rangka melanjutkan, memperluas, dan meningkatkan pelaksanaan pembangunan nasional dewasa ini.

Presiden Soeharto mengatakan itu dalam sambutannya pada upacara pelantikan Dewan Riset Nasional di Istana Negara, Rabu.

Menurut Presiden sejarah menunjukkan dengan memanfaatkan ilmu pengetahuan dan teknologi umat manusia dapat mengalami lompatan-lompatan kemajuan yang sangat mengagumkan.

Dengan memanfaatkan ilmu pengetahuan dan teknologi apa yang dulu dianggap mustahil, ternyata sekarang menjadi kenyataan. Demikian pula apa yang sekarang ini kita anggap mustahil, nanti akan pula muncul menjadi kenyataan.

“Karena itu jika kita ingin mempercepat jalannya pembangunan dan tidak ingin tertinggal dari bangsa lain, tidak ada pilihan lain bagi kita kecuali mengejar ketinggalan di lapangan ilmu pengetahuan dan teknologi,” kata Kepala Negara.

Sangat Lebar.

Dalam lapangan ilmu pengetahuan dan teknologi dewasa ini, menurut Soeharto, dengan rasa prihatin kita menyaksikan jurang pemisah yang sangat Iebar dan dalam antara negara-negara industri maju dan negara yang sedang membangun.

Di satu pihak, dengan kekuatan ilmu pengetahuan dan teknologinya serta dengan dukungan keuangan yang sangat besar, negara industri maju itu telah menjelajahi angkasa dan menangkap kembali satelit-satelit buatan manusia.

Sedangkan di pihak lain, di bumi kita ini, sebagian umat manusia masih terjebak dalam lumpur keterbelakangan, diancam oleh kelaparan karena belum dapat menghasilkan pangan yang cukup dan menderita karena penyakit.

“Jika jurang pemisah itu tidak segera dijembatani, maka umat manusia akan terus berada dalam suasana ketidakadilan dan tidak pernah ada ketentraman,” ujar Presiden.

Menurut Kepala Negara, usaha pemerataan ilmu pengetahuan dan teknologi antar bangsa di dunia yang sudah dilakukan belumlah cukup. Penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi, menurut dia, pertama-tama harus menjadi kesadaran dan tanggung jawab kita sendiri.

Artinya, dalam bidang ilmu pengetahuan dan teknologi kita pun harus mandiri. Ini bukan berarti kita harus menolak ilmu pengetahuan dan teknologi dari luar. Ini juga bukan berarti kita harus mernuat segala-galanya sejak dari awal.

Sikap seperti itu, kata Kepala Negara, di samping salah, juga tidak realistis yang harus kita lakukan adalah menyerap ilmu pengetahuan dan teknologi dari luar, untuk kemudian kita sesuaikan sebaik-baiknya dengan aspirasi dan kepentingan bangsa kita sendiri.

Terutama untuk menunjang, meningkatkan, dan mempercepat laju pembangunan nasional dalam rangka menciptakan kerangka landasan dalam Repelita IV, dan untuk memantapkan landasan itu bagi terwujudnya masyarakat adil dan makmur dalam Repelita V, sehingga dengan itu kita dapat tinggal landas menuju masyarakat yang dicita-citakan mulai Repelita VI nanti.

Berkaitan dengan itu maka bidang yang harus ditangani oleh ilmu pengetahuan dan teknologi sangatlah luas. Namun, kata Presiden, kita juga harus realistis. “Marilah kita pilih dan pusatkan perhatian kita pada bidang-bidang yang sangat mendesak dewasa ini, tanpa melupakan pandangan kita akan tujuan dan keperluan jangka panjang,” ajak Presiden.

Penuntun prioritas itu, menurut Soeharto, penting, bukan saja karena tenaga­tenaga kita di bidang ilrnu pengetahuan dan teknologi masih terbatas jumlahnya dewasa ini, melainkan juga karena kita menyadari bahwa pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi memerlukan biaya yang tidak kecil.

Karena itu, bersamaan dengan usaha kita memperbanyak dan meningkatkan mutu ahli ilmu pengetahuan dan teknologi, maka kita harus dapat meningkatkan kemanfaatan efektivitas dan efesiensi dari para ahli ilmu pengetahuan dan teknologi tadi.

“Untuk itu saya memandang penting adanya Dewan Riset Nasional ini,” tegas Soeharto.

Dalam kesempatan itu Presiden juga minta agar pengembangan ilmu-ilmu sosial dan kernanusiaan harus lebih banyak dikembangkan dari nilai-nilai dan budaya bangsa kita sendiri. Ini sangat penting, sebab nilai-nilai dasar yang menjadi latar belakang ilmu­ilmu ini adalah khas untuk bangsa kita.

“Dalam hal ini jelas kita tidak bisa mengambil alih begitu saja ilmu pengetahuan yang berasal dari luar,” tambah Kepala Negara.

64 Orang.

Dewan Riset Nasional diketuai oleh Prof. Dr. Ing BJ Habibie. Dengan Wakil Ketua Prof. Dr. Daddy Achdiat Tisna Amidjaya (Ketua LIPI), dan Sekretaris Prof. Dr. Sediono MP Tjondronegoro. Dewan Riset Nasional beranggota 64 orang, dibagi dalam 5 kelompok.

Kelompok I (Kebutuhan Dasar Manusia) beranggota 18 orang diketuai Prof. Dr. Ir. Sayogyo (IPB), Kelompok II (Sumber Daya Alam dan Energi) beranggota 10 orang diketuai Prof. Dr. Ir. Achmad Baiquni (UGM).

Kelompok III (Industrialisasi) beranggota 4 orang diketuai Dr. RS Soehartono. Kelompok IV (Pertahanan dan Keamanan) beranggota 6 orang diketuai Brigjen TNI Hardijono (Dep. Hankam).

Kelompok V (Sosial, Ekonomi, Falsafah, Hukum) beranggota 18 orang diketuai Prof. Dr. Soekadji Ranuwihardjo (Dirjen Dikti Depdikbud). (RA).

Jakarta, Suara Karya

Sumber : SUARA KARYA (29/11/1984)

Dikutip sesuai tulisan dan ejaan aslinya dari buku “Presiden RI Ke II Jenderal Besar HM Soeharto dalam Berita”, Buku VII (1983-1984), Jakarta : Antara Pustaka Utama, 2008, hal. 885-887.

Kenapa tidak meninggalkan komentar?

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.