Kepada
Yth. Bapak Soeharto
di Tempat
INGIN MASUK AKABRI [1]
Assalamu’alaikum wr. wb.
Pertama-tama saya ucapkan puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa, semoga keluarga besar Bapak Soeharto diberkati dan diberi rahmat oleh Allah Swt.
Saya sekolah di SMU Persit Palagan Banyubiru, Kelas II. Ayah saya adalah prajurit ABRI-AD, lulusan AKABRI thn 1975 yang meninggal 1987 karena kecelakaan di Blora. Pada tahun 1987, pangkat terakhir ayah saya adalah Kapten Senior yang akan sekolah di Bandung.
Ibu saya seorang pensiunan ABRI. Sudah 11 tahun ditinggal oleh ayah, dan kami tidak mengizinkan ibu menikah lagi, karena saya dan adik akan merasa bersalah kepada ayah. Adik saya Wendy Ardya Hapsari seorang anak yang pandai mulai dari kelas 5 SD sampai kelas III SLTP mendapat beasiswa dari sekolahan. Tapi untuk masuk ke SMU adik saya tidak bisa, karena tidak mempunyai biaya. Hanyalah saya yang masih sekolah, mungkin saya besok tidak bisa melanjutkan sekolah untuk naik ke kelas III, karena tidak ada biaya. Cita-cita saya masuk AKABRI. Maka dari itu kami mohon bantuan Bapak Soeharto.
Bapak Soeharto adalah orang baik, arif dan bijaksana. Dulu Bapak telah membebaskan bangsa Indonesia dari komunis, saya sebagai wakil dari keluarga kami tidak akan melupakan jasa Bapak yang telah berjuang keras melawan penjajah. Demikian surat dari saya bila ada kata-kata yang kurang berkenan, saya mohon beribu-ribu ampun. Ini bukan surat yang terakhir kalinya untuk Bapak Soeharto. Saya akan mempertanggungjawabkan hasil prestasi saya dan adik saya setiap cawu kepada Bapak.
Atas perhatiannya saya ucapkan terima kasih. (DTS)
Wassalamu’ alaikum wr. wb.
Wisnu Yan Bramantya
Jawa Tengah
[1] Dikutip langsung dari dalam sebuah buku berjudul “Empati di Tengah Badai: Kumpulan Surat Kepada Pak Harto 21 Mei – 31 Desember 1998”, (Jakarta: Kharisma, 1999), hal 1073. Surat ini merupakan salah satu dari 1074 surat yang dikirim masyarakat Indonesia dari berbagai pelosok, bahkan luar negeri, antara tanggal 21 Mei – 31 Desember 1998, yang menyatakan simpati setelah mendengar Pak Harto menyatakan berhenti dari kursi Kepresidenan. Surat-surat tersebut dikumpulkan dan dibukukan oleh Letkol Anton Tabah.