Isyarat Mimpi Isteri

Pinrang, 29 Mei 1998

Kepada Yth. Bapak H. Muhammad Soeharto

di Jakarta

 

ISYARAT MIMPI ISTERI [1]

 

Assalamu’alaikum wr. wb.

Kami sekeluarga senantiasa memperhatikan perjalanan bangsa Indonesia akhir-akhir ini melalui televisi. Kami sedih bahwa Bangsa Indonesia akan mengalami cobaan tragis. Lebih sedih lagi, di akhir ambang kepemimpinan, Bapak bukannya mendapat penghargaan dan ucapan terima kasih dari rakyat Indonesia, dipermalukan di mata dunia.

Kami memang tidak faham akan politik. Yang kami tahu perjuangan Bapak selama 32 tahun memimpin bangsa Indonesia telah banyak membawa kemajuan. Tetapi ulah segelintir orang yang mengatasnamakan diri sebagai “pembela rakyat”, telah memporak-­porandakan hasil pembangunan, moral serta kesatuan dan persatuan bangsa. Kami sebenarnya tidak rela, tapi kami hanya rakyat kecil.

Isyarat akan terjadi sesuatu pada bangsa ini, pada tanggal 1 Mei 1998 isteri saya bermimpi, Bapak berjalan di tengah kerumunan orang. Orang-orang tersebut dengan seenaknya menjamah dan memukul bapak, sampai Bapak berjalan di depan isteri saya, kemudian isteri saya mencium tangan Bapak (dalam bahasa jawa: salim). Tiba-tiba Bapak menitikkan air mata seperti menangis terharu. Begitupun isteri saya menangis sedih karena Bapak diperlakukan orang-orang tersebut.

Begitu bangun isteri saya langsung menceritakan mimpi itu kepada saya, lalu saya mengambil air wudhu untuk shalat tahajud, kami ber-dua berdo’a bersama-sama agar tidak terjadi sesuatu pada diri Bapak dan bangsa ini. Tetapi mungkin sudah kehendak Allah Swt. Kejadian demi kejadian terjadi dengan begitu cepat, sampai Bapak mundur dari jabatan Presiden Republik Indonesia yang sama­sama kita cintai ini. Yang ingin kami sampaikan, semoga Bapak Soeharto dapat mengambil hikmah dari cobaan ini, sabar serta tawakal kepada Allah sehingga Bapak dapat tegar dan kuat, sehat dan panjang umur, Amin.

Tidak semua rakyat Indonesia berpikiran buruk atau membenci Bapak. Kami meskipun masih muda, sadar akan perjuangan Bapak selama ini. Bahkan anak kami yang kedua (bungsu) yang lahir pada tanggal 7 September 1997 kami beri nama Lucky Haris Suharto, sebagai rasa kebanggaan kami pada Bapak.

Kelahiran anak kedua kami juga sangat bersejarah, karena pada waktu hamil tua, isteri saya terpilih sebagai Pekerja Sosial Kecamatan Teladan Tingkat Propinsi Sulawesi Selatan untuk mengikuti Upacara Bendera 17 Agustus 1997, dan sempat bertemu dengan Bapak, serta mendapat kenang-kenangan foto dan tanda tangan Bapak dan Buku Otobiografi Bapak dan Ibu Tien Soeharto.

Mohon maaf apabila kedatangan surat kami mengganggu istirahat Bapak Soeharto. (DTS)

Wassalam,

Keluarga Hanief Nur Rofiq

Pinrang – Sulawesi Selatan

[1]     Dikutip langsung dari dalam sebuah buku berjudul “Empati di Tengah Badai: Kumpulan Surat Kepada Pak Harto 21 Mei – 31 Desember 1998”, (Jakarta: Kharisma, 1999), hal 1007-1008. Surat ini merupakan salah satu dari 1074 surat  yang dikirim masyarakat Indonesia dari berbagai pelosok, bahkan luar negeri, antara tanggal 21 Mei – 31 Desember 1998, yang menyatakan simpati setelah mendengar Pak Harto menyatakan berhenti dari kursi Kepresidenan. Surat-surat tersebut dikumpulkan dan dibukukan oleh Letkol Anton Tabah.

Kenapa tidak meninggalkan komentar?

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.