JALAN BERPERAN MEMPERKUKUH RASA PERSATUAN DAN KESATUAN

JALAN BERPERAN MEMPERKUKUH RASA PERSATUAN DAN KESATUAN

Presiden Soeharto:

Presiden akan pentingnya rasa persatuan dan kesatuan bangsa antara seluruh rakyat Indonesia, karena hanya dengan persatuan yang kukuh dan kebersamaan, segala tantangan dan hambatan dalam pembangunan akan dapat diatasi.

Kepala Negara mengemukakan hal itu Senin kemarin di Muarabungo, Jambi, ketika meresmikanjalan Lintas Sumatera sepanjang 495 kilometer antara Jambi-­Muarabungo dan Muarabungo-Lubuklinggau (di Propinsi Sumatera Selatan).

“Jika rasa persatuan dan kesatuan bangsa tidak terus kita perkukuh dan kita pupuk, tidak mustahil kita akan gagal dalam perjuangan membangun bangsa ini,” kata Presiden Soeharto.

Hadir dalam acara itu antara lain Mensesneg Sudharmono SH, Mendagri Soepardjo Roestam, Menteri PU Ir. Suyono Sosrodarsono, Menteri Perhubungan Roesmin Nurjadin, Menteri Negara Sekretaris Kabinet Drs Moerdiono dan Pangab/Pangkopkamtib Jenderal LB Moerdani.

Untuk makin memperkukuh rasa persatuan dan kesatuan itu, kata Kepala Negara, jalan mempunyai peranan yang sangat penting, karena mobilitas penduduk makin lancar.

Di samping untuk meningkatkan kehidupan dan pembangunan bangsa, karena melalui jalan yang baik arus barang dan jasa akan makin lancar. Ini berarti makin cepat pula roda-roda perekonomian digerakkan.

Dikemukakan, oleh sebab itulah sejak pembangunan Repelita I, sampai sekarang, pembangunan jalan dan prasarana perhubungan lainnya mendapat perhatian yang besar. Tidak sedikit pun jalan baru dibangun, serta tidak sedikit pula jalan raya dan jembatan yang diperbaiki dan ditingkatkan mutunya, sehingga daerah-daerah, yang dahulu terpencil dan tertutup, sekarang telah mulai bangkit dan membangun dirinya.

Terus ditingkatkan dalam membangun jalan-jalan, Presiden mengakui, belum semua daerah memiliki jalan yang baik, karena wilayah Indonesia ini sangat luas. Tetap usaha ke arah itu akan terus ditingkatkan.

Pembangunan prasarana perhubungan, khususnya jalan raya beserta jembatan, akan lebih ditingkatkan lagi dalam Repelita IV ini, sehingga makin terciptalah landasan yang kuat bagi terwujudnya masyarakat yang maju, sejahtera, adil, makmur dan lestari berdasarkan Pancasila.

Peningkatan pembangunan jalan tersebut, menurut Presiden, terutama pada jalan yang menghubungkan daerah propinsi dengan daerah pemasaran dan pelabuhan. Juga untuk menembus daerah-daerah yang selama ini masih terpencil dan daerah transmigrasi.

“Dengan membangun jalan-jalan yang demikian itu, maka pada akhir Repelita IV nanti seluruh daerah diharapkan dapat bangkit dan giat membangun dirinya dalam rangka memperkuat kerangka landasan yang diperlukan bagi tinggal landas membangun masyarakat Pancasila yang kita cita-citakan.” kata Presiden Soeharto.

Aspal Beton

Jalan berkonstruksi aspal beton Muarabungo – Lubuklinggau yang diresmikan panjangnya 284 km, sedang Jambi – Muarabungo 241 km.

Jalan Muarabungo – Lubuklinggau dibagi dalam dua bagian, yakni Muarabungo ­ Sarolangun 151,4 km dan Sarolangun – Lubuklinggau 132,7 km. Jalan Lintas Sumatera ini dibangun mulai April 1980 menelan biaya Rp 44,86 milyar. Jalan Muarabungo ­ Sarolangun menelan biaya Rp 21,76 milyar dikerjakan oleh Samwhan Corporation (Korea Selatan), sedangkan Sarolangun – Lubuklinggau Rp 23,10 milyar dikerjakan RSEA (Taiwan).

Menurut Presiden, dengan selesainya jalan Jambi – Muarabungo dan Muarabungo – Lubuklinggau, terbukalah kesempatan yang makin besar bagi masyarakat propinsi Jambi dan propinsi Sumatera Selatan untuk lebih giat membangun ke arah kehidupan yang lebih maju dan sejahtera.

Hasil produksi lebih dapat cepat diangkut dan dipasarkan ke tempat-tempat lain. Sebab, produksi yang berlebihan dan tidak dipasarkan, kecuali akan merupakan pemborosan tenaga dan modal, juga berarti hilangnya kesempatan dan harapan untuk memperoleh penghasilan yang lebih baik, dan hidup yang lebih menyenangkan bagi masyarakat luas.

Taati Batas Muatan

Dalam hubungan ini, Presiden minta kepada pemda setempat dan masyarakat agar dapat memanfaatkan sebaik-baiknya jalan ini, antara lain dengan mempercepat pengembangan pertanian, termasuk pengembangan daerah transmigrasi di daerah ini. Selain dimanfaatkan, juga harus dipelihara sebaik-baiknya.

Para pemakai jalan khususnya kendaraan bermotor yang melewati jalan ini, hendaknya benar-benar menaati ketentuan batas muatan, supaya jalan tidak cepat rusak. Selain itu juga tidak membahayakan jiwa pemakai jalan lainnya dan jiwa sendiri.

“Hendaknya kita berani mengakui kekurangan-kekurangan yang masih melekat pada diri kita, yaitu kurang memiliki perhatian dan kurang memelihara apa yang sudah kita bangun dengan susah payah. Sekarang sudah tiba waktunya kita akhiri hal ini.

Hendaknya dicamkan bahwa membangun tidak hanya berarti membuat yang baru, melainkan juga memelihara apa yang telah dibangun,” demikian Presiden Soeharto.

Instruksi Presiden

Dalam kesempatan ini Presiden menginstruksikan kepada Menteri Dalam Negeri, Menteri PU, Menteri Perhubungan, Gubernur Jambi dan Gubernur Sumsel untuk menindak tegas para pelanggar ketenluan batas muatan. ”Kalau perlu ajukan ke Pengadilan. Kalau belum jera juga, cabut izin usahanya, kalau pengemudinya belum jera juga, cabut SIM-nya.”

Presiden juga mengemukakan bahwa Jembatan timbang belum perlu diefektifkan kembali. Jembatan Timbang diperlukan untuk melaksanakan uji petik itu dilakukan secara benar, pemberitahuan terlebih dahulu maka mereka akan antre menunggu di tempat lain, “Nah, kalau sudah begitu, di situlah sebenarnya uji petik dilaksanakan,” kata Presiden. (RA)

Jakarta, Kompas

Sumber : Kompas (08/05/1984)

Dikutip sesuai tulisan dan ejaan aslinya dari buku “Presiden RI Ke II Jenderal Besar HM Soeharto dalam Berita”, Buku VII (1983-1984), Jakarta : Antara Pustaka Utama, 2008, hal. 891-894.

Kenapa tidak meninggalkan komentar?

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.