JANGAN MENGEJAR KEUNTUNGAN DENGAN ABAIKAN KELESTARIAN
Presiden Resmikan Taman Hutan Ir. Djuanda
Presiden Soeharto Senin pagi di Pakar Dago, Bandung, mengingatkan, kesadaran memelihara kelestarian hutan dan lingkungan alam haruslah ditunjukkan bersama-sama secara nasional dengan rasa tanggung jawab yang besar.
Berbicara ketika meresmikan daerah Pakar Dago sebagai Taman Hutan Raya Ir. H. Djuanda, Kepala Negara mengatakan, jangan sekali-kali karena mengejar keuntungan-keuntungan jangka pendek, kelestarian hutan dan lingkungan hidup lalu kita abaikan.
“Di beberapa tempat, gejala mengabaikan kelestarian hutan dan lingkungan hidup ini mulai tampak berbahaya.”
Kawasan Puncak misalnya, kata Presiden Soeharto, telah salah berkembang, sehingga dari hari ke hari berubah menjadi daerah permukiman dan daerah peristirahatan.
Padahal kawasan Puncak dan sekitarnya merupakan kawasan alam yang seharusnya menjadi penyimpanan dan pengatur air untuk daerah-daerah luas di bawahnya.
“Apabila perkembangan kawasan Puncak itu tidak segera ditertibkan, maka kelak daerah Bogor dan Jakarta akan mengalami kekurangan air,” ujar Kepala Negara.
Hadir dalam kesempatan ini Ny. Tien Soeharto, Menteri Kehutanan Koedjarwo, Mensesneg Sudharmono SH, Menteri Kehakiman Ismail Saleh SH, Menteri Muda Sekretaris Kabinet Drs. Moerdiono, Gubernur Jabar Aang Kunaefi dan para pejabat tinggi sipil dan militer setempat, serta janda almarhum Ir. H. Djuanda yang kini berusia 73 tahun, beserta anak, mantu dan cucu almarhum. Salah seorang putra almarhum adalah Ny. Awaloedin Djamin MPA, istri bekas Kapolri.
Ny. Tien Soeharto dalam kesempatan itu menggunting pita selubung patung Ir. H. Djuanda yang terletak di dalam taman, hutan raya. Patung dada berukuran tiga kali lebih besar dari keadaan sebenamya itu, dibangun oleh lulusan Seni Rupa ITB.
Berbagai Manfaat
Taman Hutan Raya yang diresmikan itu semula adalah Taman Wisata Ir. H. Djuanda seluas 30 hektar. Dengan dijadikan Taman Hutan Raya akan dikembangkan menjadi proyek nasional dengan luas 590 hektar dan merupakan satu kesatuan dengan hutan lindung seluas 15.000 hektar.
Letaknya sekitar lima kilometer sebelah utara kota Bandung pada ketinggian sekitar 900 sampai 1.450 meter di atas pennukaan laut. Panoramanya indah dengan hawa yang sejuk.
Gagasan pembangunan Taman Hutan Raya ini dicetuskan oleh Letjen (Purn) Mashudi (Ketua Umum Kwarnas Pramuka), serta Menteri Kehakiman Ismail Saleh sebagai pribadi dan Menhut Soedjarwo.
Dalam areal 30 hektar yang telah dikembangkan dewasa ini, sudah terdapat 40 familia, 112 species dengan jumlah sekitar 2.500 pohon dari 22 negara. Antara lain, Birma, India, Jepang, Malaysia, Filipina, Sri Lanka, Afrika Tropis serta Amerika Tropis dan Indonesia sendiri.
Sedangkan faunanya terdiri dari tiga species mamalia, 27 species burung dan delapan species ikan. Semuanya asli Indonesia.
Dalam kawasan ini juga terdapat beberapa gua sisa zaman Jepang dan sekitar 600 meter dari gua-gua itu, terdapat gua-gua sisa zaman Belanda.
Ditetapkannya Taman Wisata Curug Dago sebagai taman hutan raya dengan nama Taman Hutan Raya Ir. H. Djuanda berdasarkan Keputusan Presiden Nomor. 3 Tahun 1985.
Bertujuan untuk melestarikan plasma nutfah flora hutan Indonesia, sebagai sarana penelitian tipe vegetasi hutan pegunungan Indonesia, untuk sarana pendidikan, latihan dan penyuluhan bagi generasi muda serta masyarakat umumnya.
Sebagai tempat wisata alam, memelihara keindahan alam dan menciptakan iklim mikro yang segar serta untuk meningkatkan fungsi hidrologis Daerah Aliran Sungai Cikapundung yang bagian hulunya ada di kawasan taman hutan raya.
Bagian Usaha Bangsa
Ditetapkan dan dibangunnya daerah Pakar Dago tersebut sebagai Taman Hutan Raya, kata Presiden Soeharto, merupakan bagian dari usaha bangsa untuk melaksanakan pembangunan dalam arti yang seluas-luasnya.
“Apabila kita lalai menjaga kelestarian alam dan lingkungan hidup sejak dari tahaptahap awal pembangunan sekarang ini, maka tidak mustahil jika kelak kita hanya akan meninggalkan bumi yang gersang kepada generasi-generasi yang akan datang.
Karena itulah maka menurut Kepala Negara, dengan rasa tanggung jawab yang sebesar-besarnya, kita harus terus-menerus menjaga agar sumber kekayaan alam dan lingkungannya di tanah air terjaga dengan baik dan tetap dapat terus berfungsi dengan baik pula demi kesinambungan pembangunan jangka panjang dan demi kesejahteraan generasi-generasi mendatang.
“Adalah keliru jika dalam melaksanakan pembangunan sekarang ini kita menggunakan dengan tidak bertanggung jawab semua sumber kekayaan alam tanpa menjaga kelestariannya, sehingga tidak ada lagi yang tersisa bagi kelanjutan pembangunan di masa datang. Dan salah satu kekayaan alam yang harus dijaga sebaik-baiknya,” ujar Kepala Negara adalah hutan.
“Di samping berbagai hasil hutan yang berguna bagi kehidupan manusia, maka hutan merupakan sumber air yang tidak ada penggantinya. Tanpa air, tidak akan ada kehidupan,” demikian Presiden.
Ir H.Djuanda
Almarhum Ir. H. Djuanda yang namanya diabadikan untuk nama taman hutan raya yang diresmikan, lahir di Tasikmalaya 14 Januari 1911. Ir. H. Djuanda pernah menjadi Menteri Perhubungan, Menteri PU, Menteri Negara, Menteri Kemakmuran, Menteri Negara Urusan Perencanaan, Perdana Menteri/Menteri Pertahanan (9 April s/d 10 Juli 1959), Menteri Pertama (10 Juli 1959 – Nopember 1963) serta Menteri Keuangan antara Juli 1959 sampai Maret 1962. Almarhum tutu pusia pada 6 Nopember 1963.
Pengukuhan taman hutan raya dengan nama Ir. H. Djuanda tersebut, menurut Presiden Soeharto, untuk menghormati jasa-jasa besar almarhum kepada bangsa dan negara.
“Beliau adalah salah seorang yang besar perhatian dan usahanya dalam perencanaan pembangunan nasional yang di dalamnya terkandung usaha untuk memanfaatkan sebesar-besarnya segala kekayaan alam dan potensi yang kita miliki sebagai bangsa,” kata Presiden.
Hutan raya yang telah ada di tanah air dewasa ini adalah Kebun Raya Bogor, Kebun Raya Cibodas (Jabar), Kebun Raya Purwodadi (Jateng) dan Kebun Raya Bedugul (Bali).
LIPI akan mengembangkan pula sebuah kebun raya seluas 200 hektar di daerah Cibinong sebagai perluasan Kebun Raya Bogor yang dewasa ini makin tua usianya. (RA)
…
Bandung, Kompas
Sumber : KOMPAS (15/01/1985)
—
Dikutip sesuai tulisan dan ejaan aslinya dari buku “Presiden RI Ke II Jenderal Besar HM Soeharto dalam Berita”, Buku VIII (1985-1986), Jakarta : Antara Pustaka Utama, 2008, hal. 297-300.