KEBERANIAN MENGEMUKAKAN KEBERATAN DAN SARAN

KEBERANIAN MENGEMUKAKAN KEBERATAN DAN SARAN

 

 

Belitang, Sumsel, Angkatan Bersenjata

MASYARAKAT hendaknya berani mengajukan jasa keberatan dan saran-saran jika mengetahui ada hal-hal yang kurang benar. Dalam demokrasi, kalau ada hal-hal yang kurang benar, saudara bisa mengajukan keberatan dan saran. Jangan diam saja. Demikian ditekankan Presiden Soeharto dalam temu wicara dengan para petani di Kecamatan Belitang, Kabupaten Ogan Komering Ulu (OKU), Sumatera Selatan, Sabtu yang lalu.

Mengajukan keberatan dan saran akan lebih baik dari pada mengungkapkan hal-hal yang kurang benar itu kepada orang luar. Jika masyarakat diam saja melihat adanya hal-hal yang kurang benar maka hal itu justru bisa disalah tafsirkan oleh orang luar, kata Kepala Negara.

Keberanian yang dikemukakan presiden itu masih perlu dikembangkan di negeri ini, terutama di daerah, dan ditempat-tempat yang jauh dari pusat. Di daerah-daerah itu masih perlu ditumbuhkan suasana yang kondusif agar masyarakat berani buka mulut. Waktu fungsi pengawasan termasuk waskat digalakkan dalam Pelita V ini, keberatan masyarakat terhadap penyimpangan-penyimpangan penting sekali sebagai masukan buat melakukan koreksi.

Keberanian demikian sebenarnya sudah lama ada dan dipraktekkan di kota-kota besar negeri kita. Itulah yang menonjol tahun 1966 waktu mahasiswa, pemuda dan mayoritas rakyat yang muak terhadap penyelewengan Pancasila yang membuat rakyat banyak tambah menderita dan sengsara menumbangkan Orde Lama dan menggantinya dengan Orde Baru atau Orde Pembangunan yang melaksanakan Pancasila secara murni dan konsisten.

Contoh terakhir adalah keberanian masyarakat Jakarta mengemukakan keberatan dan saran-saran terhadap kebijaksanaan Pemerintah Daerah DKI Jakarta menghapuskan becak dan melarang pedagang asongan di simpang-simpangjalan. Tujuan kebijaksanaan itu adalah mengatasi kesulitan lalulintas. Mayoritas warga Ibukota keberatan terhadap kebijaksanaan itu karena mematikan kegiatan di sektor informal yang padat karya dan mempergawat masalah pengangguran dan akibat-akibat negatifnya di bidang keamanan. Tapi karena Pemda DKI Jakarta merasa tindakan itu sah karena ada perda (peraturan daerah) sebagai landasan hukumnya, tampaknya kebijaksanaan itu akan jalan terus.

Keberanian mengajukan keberatan dan mengemukakan saran seperti yang terjadi di Jakarta itulah yang perlu ditularkan ke daerah-daerah. Tampaknya kebanyakan orang di daerah memilih sikap tutup mulut waktu mengalami atau mengetahui adanya hal-hal yang kurang benar.

Buka suara atau mengirim laporan ke pusat bisa mengundang kesulitan bagi mereka. Di kebanyakan daerah suasana memang belum kondusif buat menumbuhkan keberanian rakyat mengajukan keberatan dan mengemukakan saran. Karena itu apa yang dikemukakan Presiden Soeharto di Kecamatan Belitang itu hams diterima oleh daerah sebagai himbauan buat menciptakan suasana yang kondusif bagi rakyat untuk buka mulut dan mengemukakan saran. Menciptakan suasana demikian memang mempakan tugas bersama antara masyarakat dan pemerintah daerah.

Untuk itu aparatur pemerintah daerah harus menghayati fungsinya sebagai abdi, pelindung dah pengayom rakyat, harus terbuka terhadap pendapat yang berbeda dan saran-saran. Sikap mental demikian masih harus ditumbuhkan pada kebanyakan pejabat di daerah, sebab masih ada yang berfikir feodal yang menganggap dirinya “Raja kecil” yang katanya harus dituruti dan pantang disanggah.

Laporan yang kurang enak baginya kepada atasannya tidak ditolerirnya. Ia sakit hati sekali kalau orang di daerahnya langsung mengadukan ke pusat hal-hal yang tidak kunjung terselesaikan di daerah. Pejabat demikian pula yang lancang tangan mencegah laporan ke Kotak Pos 5000 di kantor Pos dan Giro di daerahnya, seperti yang pernah dikeluhkan Wakil Presiden Sudharmono.

Penataran P-4 saja rupanya belum memadai untuk mengubah sikap mental pejabat daerah demikian, mungkin masih diperlukan penataran khusus tentang cara-cara menyelenggarakan pemerintahan dalam masyarakat Pancasila. Dengan cara demikian mereka akan menyadari dan memahami aturan main dalam sistem demokrasi yang mempunyai empat ciri di antaranya kebebasan mengeluarkan pendapat baik lisan maupun tulisan.

Di negeri kita kebebasan mengeluarkan pendapat dengan lisan dan tertulis itu dijamin oleh pasal 28 UUD 1945. Dalam penjelasan UUD 1945 dinyatakan pasal 28 ini memuat hasrat bangsa Indonesia untuk membangun negara yang bersifat demokratis dan yang hendak menyelenggarakan keadilan sosial dan perikemanusiaan. Penjelasan itu berlaku pula untuk pasal 29 ayat 1, dan pasal 34.

 

 

Sumber :ANGKATAN BERSENJATA(27/02/1990)

Dikutip sesuai tulisan dan ejaan aslinya dari buku “Presiden RI Ke II Jenderal Besar HM Soeharto dalam Berita”, Buku XII (1990), Jakarta : Antara Pustaka Utama, 2008, hal. 83-86.

 

 

 

Kenapa tidak meninggalkan komentar?

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.