KEBIJAKSANAAN PRESIDEN TITIK CERAH PENGELOLAAN HUTAN

KEBIJAKSANAAN PRESIDEN TITIK CERAH PENGELOLAAN HUTAN

 

Ujungpandang, Antara

Kebijaksanaan Presiden Soeharto memberikan perpanjangan izin otomatis kepada pemegang Hak Pengusahaan Rutan (HPH) yang melakukan pengelolaan sesuai Tebang Pilih Indonesia (TPI) untuk waktu 5-10 tahun merupakan titik cerah dalam pemeliharaan serta pelestarian hutan, kata Ketua ISA (Indonesia Sawmill Asociation/Himpunan Kilang Kayu Terpadu Indonesia) Sulawesi Selatan, Sampe Toding kepada ANTARA Jumat.

Kebijaksanaan itu memberikan harapan besar bagi pengusaha HPH dan merupakan harapan yang sudah lama didambakan karena memberi masa depan cerah kepada pengusaha HPH dan kelestarian hutan, katanya.

Dengan perpanjangan izin otomatis itu para pemegang HPH akan merasa memiliki hutan tersebut.“Bukan hanya sebagai pemegang kontrak untuk jangka 20 tahun saja, sehingga kelestarian hutan akan tetap dipertahankan terutama melalui pola TPI,” tambahnya.

TPI memungkinkan perkembangan hutan jauh lebih baik dari hutan sebelumnya, karena para pemegang HPH hanya memotong kayu dengan diameter tertentu dan umur 20 tahun, sehingga memungkinkan pohon kecil disekitamya dapat tumbuh lebih banyak.

Dalam pola lama, kata Sampe Toding, bila izin hampir berakhir, banyak pemegang HPH melakukan tebang bersih, sehingga menjadi sumber bencana di kemudian hari. Melalui kebijaksanaan ini dipastikan para pemegang HPH akan tetap menjaga kelestarian hutan, ujamya.

Di Sulsel kini terdapat sembilan pemegang HPH sekaligus memiliki industri pengolahan kayu, paling kurang sawmill, katanya. Area HPHnya terbanyak di Kabupaten Mamuju.

Mengenai imbauan Ketua Kadin Indonesia DR. Sukamdani Gitosardjono untuk melakukan penggabungan dengan industri kayu lapis, Sampe Toding tidak sependapat.

Menurutnya, terutama keadaan di Sulsel, setiap HPH sudah memiliki industry pengolahan kayu sendiri, jadi mereka dapat melakukan pengembangan sendiri tanpa harus melakukan penggabungan, karena bahan baku dan pasar tersedia.

Malah dengan keluamya kebijaksanaan presiden itu, diperkirakan hampir seluruh pemagang HPH akan memperbesar investasinya, baik dalam pengelolaan hasil hutan maupun untuk pengembangan industrinya.

Selain itu kebijaksanaan Pemda Sulsel untuk menjadikan Sungai Tallo di Ujungpandang sebagai pusat pengolahan kayu sangat menunjang aktifitas kerja, disamping pelabuhan laut Makassar sangat potensial untuk mengangkut segala produksi dari daerah ini, katanya.

Selama ini ekspor kayu olahan Sulsel paling banyak menyerap devisa dari sector non tambang.

Ekspor kayu Sulsel selama tiga tahun terakhir mencapai 167.690 ton menyerap devisa 81,76 juta dolar AS, masing-masing tahun 1985 sebanyak 43.994 ton bernilai 20,69 juta dolar AS, tahun 1986 menjadi 54.693,2 ton bemilai 26,28 juta dolar AS dan tahun 1987 melonjak menjadi 69.002,8 ton dengan nilai 34,79 juta dolar AS.

Ekspor terdiri dari kayu lapis, kayu gergajian dan kayu olahan, seluruhnya dipasarkan ke Hongkong, Taiwan , Korea Selatan, Jepang dan negara negara di kawasan Eropa Barat, Amerika Serikat dan Australia, ujar Sampe Toding.

 

 

Sumber : ANTARA(24/06/1988)

Dikutip sesuai tulisan dan ejaan aslinya dari buku “Presiden RI Ke II Jenderal Besar HM Soeharto dalam Berita”, Buku X (1988), Jakarta : Antara Pustaka Utama, 2008, hal. 556-557.

 

 

Kenapa tidak meninggalkan komentar?

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.