Cirebon, 23 Agustus 1998
Kepada
Yth. Bapak H. Muhammad Soeharto
Jl. Cendana No. 8
Jakarta
KEKUATAN BATIN [1]
Dengan hormat,
Terlebih dahulu saya mohon maaf, mungkin dalam surat ini ada kata-kata yang menyinggung Bapak karena saya hanya manusia biasa yang tidak luput dari kekurangan dan keterbatasan.
Setelah saya melihat tanda tangan Bapak, dari garis tanda tangan pada saat sekarang, Bapak telah dapat menguasai kegelisahan. Pribadi Bapak tidak goyah dalam memegang prinsip, selalu teguh dan tegar. Walau Bapak mempunyai sifat sensitif (sangat peka) tetapi Bapak selalu bisa mengerti perasaan orang lain. Dan dalam menghadapi segala masalah, Bapak adalah seorang yang tegar dan fleksibel. Salah satu sifat yang lain, Bapak tidak pernah mempunyai keinginan untuk mengetahui segala kekurangan dan kelemahan orang lain. Juga, selalu ingin membagi rasa dengan orang-orang yang tidak mampu, dan selalu ingin berbuat baik. Tetapi di balik kebaikan Bapak kepada orang lain, tidak semuanya membalas kebaikan Bapak dengan kebaikan juga. Ada yang membalas kebaikan Bapak dengan kejahatan dan kecurangan.
Untuk masalah yang sekarang sedang dihadapi, menurut garis tanda tangan, akan ada orang yang menolong Bapak. Tetapi, mohon maaf untuk sekarang ini saya tidak dapat menyebutkan siapa. Bapak sendiri mempunyai kekuatan batin untuk menghadapi dan menyelesaikan masalah ini. Jika Bapak berkenan, Bapak dapat membaca do’a nurbuat disertai dengan mendekatkan diri kepada Allah Swt, seperti yang telah Bapak lakukan sekarang ini.
Demikian surat ini saya akhiri. Sekali lagi saya mohon maaf apabila ada kata-kata yang tidak berkenan. Saya akan membantu keselamatan keluarga Bapak, dengan memohon ridho dari Allah Swt. (DTS)
Wassalam,
Hormat saya, Yeyen
Kasepuhan Cirebon
Jawa Barat
[1] Dikutip langsung dari dalam sebuah buku berjudul “Empati di Tengah Badai: Kumpulan Surat Kepada Pak Harto 21 Mei – 31 Desember 1998”, (Jakarta: Kharisma, 1999), hal 688-689. Surat ini merupakan salah satu dari 1074 surat yang dikirim masyarakat Indonesia dari berbagai pelosok, bahkan luar negeri, antara tanggal 21 Mei – 31 Desember 1998, yang menyatakan simpati setelah mendengar Pak Harto menyatakan berhenti dari kursi Kepresidenan. Surat-surat tersebut dikumpulkan dan dibukukan oleh Letkol Anton Tabah.