KERJA SAMA DENGAN MODAL ASING DI BIDANG PETERNAKAN SAPI PERAH DENGAN POLA PIR
Presiden Soeharto menyetujui suatu kerja sama dengan modal asing di bidang peternakan sapi perah dengan pola PIR (Proyek Inti Rakyat).
Pelaksanaan akan dilakukan di Jawa Tengah dan beroperasi pada tahun 1986. Untuk tahap pertama akan didatangkan sapi bunting usia 5 bulan dari Amerika Serikat sebanyak 5.000 ekor, dengan harga rata-rata Rp. 2 juta per ekor.
Demikian diungkapkan Menteri Muda Urusan Peningkatan Produksi Peternakan dan Perikanan Prof Dr. J.H.Hutasoit setelah bersama-sama Menteri Koperasi Bustanil Arifin dan Menteri Muda UP3DN/Ketua BPKM Ginanjar Kartasasmita diterima Presiden Soeharto di kediaman Jalan Cendana, Sabtu.
Dikatakannya, setiap peternak yang diikutsertakan dalam PIR peternakan sapi perah itu, maksimum memperoleh 6 ekor sapi bunting dengan sistem kredit jangka 7 tahun.
“Seperti petunjuk Presiden, peternak jangan terlalu dibebani mengurus ternak, jika waktu dan kemampuan tidak memungkinkan untuk mengurus 6 ekor sapi,” ujar Hutasoit.
Menurut rencana, PIR sapi perah ini akan mencapai 11.000 ekor sapi, 20% diantaranya dikelola langsung oleh inti PIR dan 80% oleh plasma PIR yang terdiri dari para petani ternak.
Para peternak yang ikut dalam PIR akan dikelompokkan pada satuan binaan dan tiap satuan beranggotakan 100 peternak, atau maksimum mengurus 600 ekor sapi perah.
Menurut Hutasoit, jumlah itu cukup efisien dalam pengelolaan, hasilnya pun cukup memadai bagi setiap peternak. Sebab, kalau setiap peternak hanya memperoleh 1 atau 2 saja, jika seekor mati maka ia akan rugi dan akhirnya terjerat kredit.
Hutasoit yakin, meski sapi perah bunting itu harganya mahal, peternak akan mampu mengembalikan kreditnya. Ia mengumpamakan, setiap hari seekor sapi menghasilkan 20 liter susu berarti 6 ekor akan menghasilkan 120 liter dan dapat dijual ke pabrik susu di Salatiga dengan harga sekitar Rp. 5.500.-
Setelah dipotong angsuran kredit dan biaya pemeliharaan diperkirakan setiap peserta PIR sedikitnya memperoleh keuntungan Rp. 1.026 per hari.
Dinyatakan, penghasilan sebesar itu masih dapat ditingkatkan karena PIR akan membayar hijauan berupa makanan ternak yang dikumpulkan peserta. Bila hasil bersih yang diperkirakan itu tidak tercapai, kekurangannya menjadi tanggung-jawab inti PIR, kata J.H. Hutasoit.
Investasi
Menjawab pertanyaan, Menteri Hutasoit mengatakan investasi untuk pola PIR ini sekitar Rp. 3.8 milyar dan merupakan usaha patungan dengan pemegang saham utama PT. Mantius yang juga pemegang saham pabrik susu di Salatiga sebesar Rp. 2.177.725 juta (55%).
Gabungan Koperasi Susu Indonesia Rp. 791 juta (20%) dan sebuah koperasi dari Amerika Serikat (LOL) dengan investasi Rp. 989.875.000,- atau 5%.
Dalam proyek ini KUD setempat akan berperan sebagai pihak yang merekomendasi petani calon peserta PIR sekaligus sebagai pengawas dan pembina. Sedang urusan transaksi susu dan perkreditan, KUD tidak dilibatkan.
Bustanil Arifin menyatakan keyakinannya pabrik susu milik PT. Mantrus di Salatiga itu akan dapat menampung seluruh susu PIR, sebab pengembalian kredit sapi perah itu juga menjadi tanggung jawabnya.
Masalah lain yang mungkin akan timbul adalah pengadaan lahan dari makanan ternak yang memang merupakan tanggung jawab inti PIR.
Lokasi yang akan dilibatkan untuk proyek ini masih di survey dan diharapkan sudah dapat selesai sebelum proyek itu dimulai awal tahun depan.
Dalam hal penyiapan lahan, Presiden Soeharto memberi pandangan, peternak Indonesia sebaiknya dikembangkan dengan sistem mix farming yakni gabungan usaha antara pertanian dan peternakan.
Harga Bungkil
Kepala Negara, menurut Menkop/Ka.Bulog minta supaya harga-harga jenis makanan ternak bungkil kedelai dan bungkil tepung ikan diturunkan.
Hal itu perlu dilakukan sebab akhir-akhir ini para peternak unggas mengalami kerugian akibat turunnya harga daging ayam.
Ditetapkan, bungkil kedele harganya diturunkan Rp. 7,50 per kg sehingga menjadi Rp. 245,-/kg. Bungkil tepung ikan di turunkan Kp. 50/kg menjadi Rp. 540,-/kg untuk pabrik. Harga untuk penyalur masing-masing diturunkan dengan angka yang sama. (RA)
…
Jakarta, Suara Karya
Sumber : SUARA KARYA (20/10/1985)
—
Dikutip sesuai tulisan dan ejaan aslinya dari buku “Presiden RI Ke II Jenderal Besar HM Soeharto dalam Berita”, Buku VIII (1985-1986), Jakarta : Antara Pustaka Utama, 2008, hal. 187-189.