KOBARKAN TERUS SEMANGAT KEBANGSAAN II

KOBARKAN TERUS SEMANGAT KEBANGSAAN II

 

 

Presiden Soeharto Pada Harkitnas

Generasi Penerus, Tentukan Kejayaan Bangsa

 

 

Presiden Soeharto mengajak untuk mengobarkan semangat kebangsaan lebih besar di kalangan generasi 45, agar tugas sejarah generasi pembebas akan dapat dirampungkan sebaik-baiknya.

Memberikan amanat pada peringatan Hari Kebangkitan Nasional (Harkitnas) Senin pagi di Silang Monas, Jakarta Presiden Soeharto yang juga bertindak selaku inspektur upacara selanjutnya menyerukan, “kobarkanlah semangat kebangsaan itu di kalangan generasi muda, sebab generasi peneruslah yang akan menentukan kejayaan bangsa kita.”

Semangat kebangsaan, menurut Kepala Negara, harus dihidup-hidupkan terus, sebab semangat kebangsaan bukannya azimat yang tidak bisa pudar. Dalam masa penjajahan dulu perjuangan jelas ialah menghadapi musuh yang nyata yaitu kekuasaan penjajahan asing.

Dalam perjuangan seperti itu semangat kebangsaan lebih mudah dikobarkan. Sedangkan dalam zaman pembangunan, tantangan tidak selamanya tampak nyata, yaitu keterbelakangan.

Tantangan itu terasa lebih berat, sebab tantangan itu umumnya terletak dalam diri kita sendiri, baik dalam pribadi masing-masing maupun dalam diri bersama sebagai suatu bangsa.

“Karena itu semangat kebangsaan hams kita tumpahkan pada kebutuhan dan tantangan pembangunan. Semangat kebangsaan harus dicurahkan kepada prestasi-prestasi dalam pembangunan di segala bidang, oleh kita masing­masing tanpa kecuali dan dalam bidang kita masing-masing”, tambahnya.

“Semangat kebangsaan ini kita tampilkan dalam peningkatan produksi pangan, dalam penggalian kekayaan alam dengan kekuatan sendiri, dalam membangun jalan raya, dalam membangun industri, dalam menguasai ilmu pengetahuan dan teknologi, dalam mencapai prestasi olahraga, dalam kehidupan pers, dalam kecintaan kita pada penggunaan produksi dalam negeri dan seterusnya. Semangat kebangsaan itu mutlak kita perlukan selama­lamanya agar kita benar-benar berkembang dan tumbuh menjadi bangsa yang kokoh, kuat dan jaya”.

Sejarah Modern

Tepat 77 tahun lalu, 20 Mei 1908, sejumlah pemuda Indonesia mendirikan Boedi Oetomo sebagai awal sejarah modern Indonesia.

Sejak saat itu sejarah perjuangan bangsa memasuki babak baru, yaitu babak perjuangan modern. Lahirnya Boedi Oetomo juga mencerminkan kesadaran bahwa perjuangan nasional hanya dapat dengan perjuangan yang bersifat nasional.

Sebaliknya, perjuangan nasional tidak mungkin tercapai dengan perjuangan yang bersifat kedaerahan atau kesukuan, tidak akan berhasil, jika perjuangan itu dilakukan sedaerah-sedaerah.

Sejarah memang menunjukkan kemudian bahwa sejak lahirnya Boedi Oetomo perjuangan kebangsaan mendapat angin segar dan kekuatan baru, yang kelak melahirkan Indonesia Merdeka. Karena itulah, hari 20 Mei dijadikan Hari Kebangkitan Nasional.

Sifat kedaerahan ditinggalkan sejak Hari Kebangkitan Nasional dan perjuangan menentang penjajahan mulai meluas pada kesadaran kebangsaan yang kelak melahirkan Sumpah Pemuda di tahun 1928.

Setelah digembleng dimatangkan oleh sejarah perjuangan yang terus meningkat kemudian mencapai puncak keberhasilan dengan Proklamasi Kemerdekaan di tahun 1945.

Pada kesempatan itu, Presiden Soeharto mengemukakan bahwa diperlukan waktu hampir 40 tahun sejak ’08 hingga melahirkan Kemerdekaan Nasional di tahun ’45. Sedangkan untuk memantapkan Pancasila itupun diperlukan waktu sekitar 40 tahun lagi sebelum dijabarkan di tahun 1978 menjadi P-4 sebagai pedoman pelaksanaan bagi kehidupan sehari-hari dan di tahun 1983 Pancasila dimantapkan lagi sebagai satu-satunya asas bagi kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.

Karena itu, bagi Presiden, ada rentangan tali sejarah yang kuat mulai dari tahun ’08, ’28, ’45, ’78 dan ’83. Tugas selanjutnya adalah terus menerus memperkuat semangat kebangsaan, persatuan dan kesatuan nasional dalam meningkatkan pembangunan sebagai pengamalan Pancasila.

Pawai Lintasan Sejarah

Selesai upacara berlangsung Pawai Lintasan Sejarah yang merupakan bagian dari puncak acara peringatan Harkitnas 1985.

Dimulai dari Silang Monas, melintasi panggung kehormatan di mana Presiden Soeharto, Wapres Umar Wirahadikusumah dan para pejabat lainnya berada, pawai terus menyusuri jalan Thamrin sampai di bundaran Hotel Indonesia dan kembali ke arah Monas.

Sejarah Indonesia abad ke-4 yang diungkapkan melalui kendaraan hias dengan menampilkan Raja Purnawarman bersama permaisurinya dari kerajaan Tarumanegara, lengkap dengan prasasti Ciaruteum dan telapak kaki sang raja yang terbuat dari kardus dicat hitam hingga menyerupai batu, merupakan awal kronologi dari Pawai Lintasan Sejarah itu.

Bagong Kussudiardjo, sutradara pawai ini dalam pembukaan menampilkan “Tari Kehidupan” yang dibawakan oleh 50 orang penari dengan membawa bulan, matahari dan Kalpataru (pohon kehidupan) untuk mengiringi lima pemuka agama yang tengah berdoa.

Episode berikutnya yang berjumlah 37, berturut-turut ditampilkan kendaraan hias berbentuk perahu jaman Sriwijaya yang terkenal sebagai kerajaan Maritim dengan rajanya Dapunta Hyang didampingi pennaisuri, dayang-dayang dan Menterinya, kereta kencana kerajaan Majapahit yang ditumpangi raja Hayam Wuruk, permaisuri Gajah Mada dan para pengiring. Sedang kendaraan yang berbentuk kepala Gajah Mada sendiri mengiring di belakangnya.

Sepuluh menit masing-masing kendaraan hias memperagakan momen­-momen sejarah di depan mimbar kehormatan, misalnya Gajah Mada mengangkat Sumpah Palapanya dan adegan tarian prajurit.

Episode erikutnya, masuknya agama Islamabad ke-13 yang digambarkan melalui tokoh-tokoh Walisongo dengan pemukulan bedug dan pembacaan Allahu-Akbar serta azan, dibelakangnya iring-iringan grup Kasidah. Para penonton memadati lokasi upacara bersorak-sorak menyaksikan atraksi tersebut.

Adegan perjuangan melawan penjajah Belanda merupakan episode selanjutnya yang digambarkan dengan bentuk seorang tentara Kompeni Belanda tewas.

Di atas kendaraan hias tersebut berdiri dengan gagahnya, Sultan Agung, Sultan Iskandar Muda, Sultan Hasanuddin dan pahlawan Indonesia lainnya seperti Pangeran Diponegoro, Imam Bonjol, Teuku Umar.

Menyusul setelah itu perjuangan kaum wanita yang dipimpin oleh R.A. Kartini didampingi Cut Nyak Dhien, Nyi Ageng Serang dan tokoh wanita lainnya.

Tanggal 20 Mei 1908, bangkitnya pemuda Indonesia dilukiskan dengan kendaraan hias yang berbentuk maket gedung STOVIA dengan lambang Boedi Oetomo.

Kemudian kendaraan dengan maket gedung Sumpah Pemuda dan W.R. Supratman sedang menciptakan lagu Indonesia Raya, di mana penonton diwajibkan berdiri untuk menghormati lagu kebangsaan tersebut.

Penyerbuan Jepang dan penjajahannya di Indonesia, perlawanan Peta (Pembela Tanah Air), Zaman Kemerdekaan dengan Proklamasinya, peristiwa Tunjungan di Surabaya, Tentara Keamanan Rakyat (TKR), hingga jaman Pemgangunan bangsa Indonesia, menyertai keseluruhan episode yang ditampilkan pada acara tersebut.

Kesamaan Nilai

Pawai Lintasan Sejarah ini menurut penyelenggaranya, memang tidak disusun secara kronologis realistis, melainkan lebih dititik beratkan pada kesamaan nilai yang dikandungnya.

Banyak para Warakawuri yang menitikkan air mata ketika ditampilkan adegan para prajurit yang terluka parah dan saat-saat penurunan bendera Belanda di menara hotel Orange, Surabaya untuk diganti dengan Sang Saka Merah Putih oleh arek-arek Surabaya.

Tokoh Bung Karno juga dapat dijumpai di kendaraan hias dalam episode Proklamasi Kemerdekaan sekaligus dengan pembacaan Proklamasi Kemerdekaan dalam suatu upacara.

Adegan ini dilanjutkan dengan musik yang menggambarkan peristiwa rapat di lapangan IKADA tanggal 19 September 1945.

Dalam episode zaman Pembangunan, Presiden Soeharto digambarkan sebagai Bapak Pembangunan. Setelah berlalunya kendaraan hias yang menunjukkan pelantikan Jendral Soeharto sebagai Presiden Indonesia kedua dan sebagai pemimpin Orde Baru, dilanjutkan dengan masuknya Timor Timur ke wilayah RI, Harapan Harapan Bangsa Indonesia, Kerukunan Beragama, Kesejahteraan Masyarakat yang diwujudkan dalam kendaraan hias yang menampilkan kekayaan dan kemakmuran.

Acara tersebut diakhiri dengan penyerahan maket pohon kehidupan (Kalpataru) oleh Abdullah Puteh, Ketua Umum KNPI kepada Presiden Soeharto.

Di samping atraksi pawai tersebut, di Monas juga dipamerkan poster­poster, antara lain, Kebangkitan Nasional 1908, Soempah Pemuda, Foto pendiri Budi Utomo, Pendudukan Jepang ’42-’45. Situasi menjelang Proklamasi dan jaman Pembangunan.

Upacara peringatan Harkitnas itu sendiri menurut Gubernur DKI Jakarta R. Soeprapto selaku ketua pelaksana dalam laporannya, diikuti oleh 4.090 orang perserta yang terdiri dari 4 kompi ABRI, 500 anggota Korpri Departemen Penerangan, 500 anggota Korpri DKI Jakarta, 2 Kompi taruna AlP, 3 kompi Resimen Mahasiswa, 1.500 pelajar SMTA dan 60 guru pembimbing SMTA, 1 kompi pemuda/KNPI, 2 kompi pramuka, 1 kompi veteran RI dan 120 anggota Korps Musik Mabes ABRI.

Ke Makam Sutomo

Dalam rangkaian peringatan Harkitnas ini juga, Menteri Penerangan Harmoko dan Panglima ABRI Jenderal TNT, L.B. Moerdani beserta rombongan Senin petang melakukan ziarah ke makam tokoh kebangkitan nasional, Dr. Sutomo yang terletak di belakang Gedung Nasional Indonesia (GNI) Jalan Bubutan, Surabaya.

Acara ziarah ke makam Dr. Sutomo yang berlangsung singkat ini diikuti pula oleh Muspida Jawa Timur, Muspida Kotamadya Surabaya dan sejumlah tokoh masyarakat. (RA)

 

 

Jakarta, Senin, Merdeka

Sumber : MERDEKA (21/05/1985)

 

Dikutip sesuai tulisan dan ejaan aslinya dari buku “Presiden RI Ke II Jenderal Besar HM Soeharto dalam Berita”, Buku VIII (1985-1986), Jakarta : Antara Pustaka Utama, 2008, hal. 51-56.

Kenapa tidak meninggalkan komentar?

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.