KUNJUNGAN PRESIDEN KE NEGARA TETANGGA
Presiden Soeharto dalam satu bulan akan mengadakan perlawatan ke dua negara tetangga, Malaysia dan Singapura. Kunjungan dan pembicaraan-pembicaraannya akan bersifat bilateral, jadi bukan multilateral, atau menyangkut masalah ASEAN yang lebih luas, akan tetapi sukar untuk menarik garis yang terang antara masalah-masalah bilateral dan multilateral (ASEAN).
Dalam bidang ekonomi hampir semua masalah bilateral harus dilihat apakah ada kaitannya dengan masalah keljasama ekonomi ASEAN pada umumnya. Komitmen kita terhadap ASEAN tidak boleh bertentangan dengan perjanjian kerjasama khusus yang bilateral.
Masalah kerja sama ekonomi ASEAN ini sebetulnya memerlukan perhatian dari para Kepala Negara/Pemerintahan ASEAN. Sejak Pertemuan Puncak di Bali (1977), yang banyak mendorong kerja sama ekonomi, sebetulnya tidak ada kelanjutan lagi dalam bentuk Summit ASEAN.
Ada suatu pertemuan demikian di Kuala Lumpur, tetapi dampaknya kurang besar terhadap proses dan peningkatan kerja sama ekonomi ASEAN di Kuala Lumpur itu, yang mungkin lebih menguasai pembicaraan adalah masalah-masalah politik juga timbul "kerikil tajam" di antara Negara ASEAN yakni penyelesaian masalah Sabah antara Filipina dan Malaysia. Rupanya Presiden Marcos telah memberikan janji kepada Malaysia untuk menyelesaikan ini secara tuntas, akan tetapi Malaysia merasa bahwa janji ini masih kurang ditunaikan.
Oleh karena itu maka masalah politik ini masih saja menghambat diadakannya pertemuan puncak baru antara pemimpin ASEAN ini biasanya bersikap hati-hati, kalau mau penyelesaiannya? atau peningkatan keriasaroa ekonomi pimpinan ASEAN masalah memerlukan perhatian dan pemikiran dari Suatu Task Force ASEAN telah menyerahkan laporannya kepada pemerintahpemerintah negara anggotanya.
Pada umumnya laporan ini menyatakan bahwa kerja sama di bidang politik sosial-budaya dan tehnologi, berjalan baik. Yang masih dapat diperbaiki adalah organisasi dari koordinasi (banyak tumpang tindih) dan mungkin sumber-sumber pembiayaannya (yang terlalu tergantung dari fihak ketiga, terutama Jepang).
Yang dirasakan masih perlu peningkatan yang banyak adalah kerja sama di bidang ekonomi artinya di bidang perdagangan dan penanaman modal. Mengenai penanaman modal belum lama berselang ini telah ditandatangani perjanjian AIJV (ASEAN Industrial Joint Ventures) yang membuka kesempatan bagi dua atau lebih (fihak swasta dari) Negara ASEAN untuk memulai suatu usaha patungan (di mana fihak non-ASEAN juga boleh ikut sebagai partner minoritas).
Tetapi semua proyek keija sama ekonomi ini memerlukan fasilitas perdagangan intra-ASEAN dalam bentuk preferensi (potongan) tarip bea masuk. Untuk proyek AIN akan diberikan potongan tarip bea masuk paling sedikit 50%, yang akan berlaku antara negara-negara yang menyatakan dirinya peserta dalam AIJV. Negara nonpeserta tidak perlu memberikan potongan khusus ini.
Laporan Task Force ASEAN tidak menyarankan perubahan haluan, atau sasaran, kerjasama perdagangan ASEAN yang radikal. Task Force tidak menyarankan untuk membentuk daerah perdagangan bebas ataupun pembentukan pasar bersama seperti di Eropah.
Laporan TaskForce hanya menekankan untuk melaksanakan dengan sungguh-sungguh, dengan laju yang lebih cepat. prinsip-prinsip kerja sama yang sudah dimufakati.
Misalnya, dalam hal PTA sudah dimufakati untuk memberikan potongan tarip bea masuk (maksimal) 50%. Baru-baru ini ada berita bahwa keputusan ini akan (mulai) dilaksanakan per 19 Maret 1984. Ini prinsip yang baik, akan tetapi pelaksanaan PTA biasanya diliputi semangat yang "kikir", artinya diberi banyak pembatasan, seperti daftar pengecualian, dan sebagainya. Laporan Task Force juga mereka menandaskan agar daftar pengecualian ini dibatasi.
Di belakang "kekikiran" dan ambivalensi mengenai kerja sama perdagangan ASEAN adalah prasangka bahwa kalau perdagangan ASEAN diberi fasilitas besar maka proteksi industri dalam negeri dapat dirongrong. Indonesia, misalnya, takut bahwa industri Singapura akan membanjiri pasar Indonesia kalau tembok bea masuk diturunkan banyak. Apakah ini akan terjadi, itu masih hypotesa. Singapura sedang pindah ciri industri sederhana ke industri tehnologi tinggi, oleh karena upah tenaga kerjanya sudah banyak meningkat.
Masalah-masalah kerjasama perdagangan dengan Singapura, dalam rangka kerja sama ASEAN, harus dibicarakan oleh para pemimpin pemetintah secara serius dan secara prinsipil.
Memang prasangka Indonesia terhadap Singapura dapat menghambat kerja sama ASEAN pada umumnya. Kalau Indonesia akan kebanjiran barang Singapura secara mendadak dan berkelebihan, masih dapat dipertimbangkan sistim kuota dan non-tariff barriers lainnya, seperti juga antara Amerika Serikat, Eropa dan Jepang senantiasa dilakukan perundingan perdagangan dan pengaturan perdagangan agar tidak merusak pasar.
Peningkatan kerja sama ASEAN di bidang perdagangan ini sudah waktunya untuk diberi perhatian dari kepala negara dan pemerintahan. lsi dari laporan Task Force juga wajar diketahui dan dipelajari oleh mereka ini. Karena kalau dibiarkan kepada para menteri dan pejabat terasnya saja, kemajuannya akan sama seperti dalam waktu yang lalu, yakni lamban. (RA)
…
Business News,
Sumber : BUSINESS NEWS (24/12/1983)
—
Dikutip sesuai tulisan dan ejaan aslinya dari buku "Presiden RI Ke II Jenderal Besar HM Soeharto dalam Berita", Buku VII (1983-1984), Jakarta : Antara Pustaka Utama, 2008, hal. 254-256.