KUNJUNGAN PRESIDEN SOEHARTO KE TEHERAN ERATKAN KERJASAMA

KUNJUNGAN PRESIDEN SOEHARTO KE TEHERAN ERATKAN KERJASAMA[1]

 

Jakarta, Merdeka

Kunjungan Presiden Soeharto ke Iran diharapkan dapat mempererat kerja-sama bilateral kedua negara, termasuk dalam bidang ekonomi dan Perdagangan.

Kunjungan memenuhi undangan Presiden Ali Akbar Hashemi Rafsanjani itu merupakan bagian lawatan Kepala Negara ke Tunisia dan Amerika Serikat untuk menghadiri pertemuan puncak tidak resmi pemimpin negara anggota Forum Kerja Sama Ekonomi Asia Pasifik (APEC).

Indonesia dan Iran telah menjalin hubungan akrab, namun masih banyak bidang yang perlu ditingkatkan.”Hubungan bilateral Indonesia dan Iran selarna ini sangat baik dan akan terus diperluas, “kata Kuasa Usaha Kedutaan Besar RI di Teheran Sofyan Abdurrahman baru-baru ini.

Menurut Sofyan, selama ini tidak ada masalah yang dihadapi kedua negara dalam meningkatkan hubungan bilateral. Tanggapan Pemerintah Iran atas pelaksanaan hak asasi manusia di Indonesia, misalnya, sangat positif. Memang kadang-kadang ada suara sumbang dari pers Iran, terutama mengenai masalah Timor Timur.

“Tetapi itu dapat dimengerti karena koran di Iran seperti The Teheran Time dan Kahyan mengutip berita itu dari kantor berita transnasional, “kata Sofyan.

Pelajar

Selain itu, keberadaan pelajar Indonesia, yang kini memperdalam ilmu agama di Kota Suci Qom sekitar 200 kilometer barat daya Teheran, dianggap tidak menjadi masalah.

Ada sekitar 18 orang Indonesia saat ini sedang belajar di kota yang diyakini merupakan pusat ilmu pengetahuan agama dan “penggemblengan “kaum militan Syiah. Di antara mereka, ada yang masuk Qom dengan visa dari negara ketiga dan tidak terdaftar di KBRI.

“Kami selalu mengundang mereka untuk hadir pada acara seperti peringatan Hari Proklamasi 17 Agustus di Kedubes. Tetapi yang datang cuma itu-itu juga, sekitar lima orang,” kata Sofyan.

Menurut dia, kehadiran mereka di Qom tidak sampai mengga nggu hubungan kedua negara karena jumlahnya tidak banyak. “Cuma kami minta agar mereka mau melaporkan diri di KBRI,” katanya. Kerja  Sama Ekonomi Selama ini, Indonesia dan Iran telah menjalin kerja sama ekonomi, namun masih perlu ditingkatkan. Nilai perdagangan kedua negara masih rendah dan potensi masing­ masing belum tergarap secara maksimal.

Karena itu, kunjungan  Presiden Soeharto ke Teheran kali ini, selain dapat mempererat kerja sama bidang politik, juga bidang ekonomi dan perdagangan. Keinginan untuk meningkatkan hubungan ekonorril itu tercermin dalam kunjungan Menteri Pos dan Telekomunikasi Iran Mohammad Gharazi ke Jakarta awal bulan ini.

“Kami ingin memperluas kerja sama ekonorril dan meningkatkan nilai perdagangan sarnpai sekitar satu miliar dolar AS per tahun,” kata Gharazi.

Bagi Indonesia, Iran yang GNP-nya mencapai 97,6 miliar dolar AS dengan pendapatan per kapita 1.800 dolar AS, merupakan pasar yang sangat potensial. Iran juga dapat berfungsi sebagai pintu masuk bagi produk Indonesia ke negara baru merdeka yang merupakan pecahan dari Uni Soviet.

Sebaliknya, Indonesia juga merupakan pasar yang luas bagi Iran, karena negara yang berpenduduk 180 juta jiwa itu, selain merupakan negara terbesar di Asia Tenggara, juga rnerupakan negara yang sedang menapaki predikat negara industri baru.

Neraca Perdagangan

Kendati memiliki potensi perdagangan yang cukup besar, nilai perdagangan kedua negara selama ini masih kecil. Menurut data KBRI Teheran, nilai ekspor Iran ke Indonesia pada tahun 1988 tercatat 106 juta dolar AS, sementara impornya dari Indonesia hanya sekitar 12 juta dolar AS. Nilai ini sangat kecil dibanding nilai seluruh ekspor Iran ke berbagai negara pada tahun 1988yang mencapai 12,3 miliar dolar AS.

Nilai perdagangan antara Iran dan Indonesia kecil antara lain karena pengusaha kedua negara belum mengenal dengan baik potensi masing-masing. Selain itu, jarak geografis dan sistem imbal beli merupakan kendala tersencliri yang menghambat laju perdagangan kedua negara.

Sekalipun kecil, ekspor Iran ke Indonesia terus meningkat. Pada tahun 1989, misalnya, nilai ekspor Iran ke Indonesia sudah mencapai 179,2 juta dolar AS dan pada tahun berikutnya melonjak menjadi 611,4 juta dolar AS. Pada saat yang sama, nilai impor Iran dari Indonesia selalu lebih kecil, yakni sekitar 36,4 juta dolar AS pada tahun 1989 dan 54,3 juta dolar AS pada tahun berikutnya.

Imbal Beli

Indonesia dan Iran menandatangani naskah persetujuan perdagangan tahun 1987 dengan sistem imbal beli. Sesuai dengan persetujuan itu, Indonesia akan membeli minyak mentah dari Iran 30.000 barel per hari. Sebaliknya, Iran mengimpor barang dari Indonesia dalam nilai yang sama.

Namun kenyataannya, pembelian dari pihak Iran kurang lancar dan Indonesia selalu defisit dalam neraca perdagangannya. Hingga tahun 1991, Iran hanya menandatangani dua kontrak pembelian untuk produk Indonesia, enam kapal tunda 900-HP dan delapan helikopter jenis SP-332-1.

Menurut Menteri Negara Riset dan Teknologi BJ Habibie, Indonesia selama ini mengimpor minyak mentah dari Iran dengan nilai sekitar 100-150 juta dolar AS per tahun.

Minyak dari Iran itu diperlukan untuk memenuhi kebutuhan kilang minyak dalam negeri.

Iran biasanya membeli barang seperti jeans, tekstil, plywood, kopi dan sepatu dari Indonesia .”Tetapi kemudian pasar Iran menjadi jenuh,”kata Habibie. Iran masih harus membelanjakan  sekitar 200 juta dolar AS untuk barang Indonesia agar neraca perdagangan kedua negara bisa berimbang. Sebagai pilihan lain, menurut Habibie, Iran tertarik membeli pesawat helikopter dari Indonesia. “Ini nilainya jauh lebih tinggi dibanding plywood dan tekstil,”katanya.

Menurut Gharazi, Iran ingin membelanjakan sekitar 80 juta dolar AS untuk pembelian helikopter dari Indonesia.

Sumber: MERDEKA(23/11/1993)

______________________________

[1] Dikutip sesuai tulisan dan ejaan aslinya dari Buku “Presiden Ke II RI Jenderal Besar HM Soeharto dalam Berita”, Buku XV (1993), Jakarta: Antara Pustaka Utama, 2008, hal 358-360.

Kenapa tidak meninggalkan komentar?

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.