LEBIH TERHORMAT KALAU PRESIDEN SOEHARTO MENANGGUHKAN KUNJUNGANNYA KE JEPANG
Secara protokoler, kunjungan kenegaraan Presiden Soeharto ke Jepang tidak akan terpengaruh karenaputusan Zenko Suzuki, Selasa petang yang menyatakan, menarik diri dari pemilihan ketua Partai Demokrat Liberal (LDP) yang kini berkuasa. Sekali pun keputusan yang mengejutkan rakyat Jepang tersebut punya konsekuensi, kesediaan Suzuki meletakkan jabatan Perdana Menteri.
SUMBER Kedutaan Besar Jepang di Jakarta yang dihubungi mengedepankan, kunjungan Presiden Soeharto ke Jepang tetap akan diterima oleh Suzuki.
Oleh mereka diyakinkan, kepentingan antar kedua negara, implisit kepentingan Indonesia yang dibawakan oleh kunjungan kenegaraan Presiden Soeharto tersebut tidak berarti mubazir. Karena dalam penyelenggaraan pemerintahan di intern LDP sebagai partai yang berkuasa berlaku tradisi continuity.
Namun kalangan pengamat di luar eksekutif dan legislatif cenderung kepada pendirian, akan lebih terhormat kalau kali ini Presiden. Soeharto menangguhkan saja kunjungan kenegaraannya ke Jepang yang jauh hari sudah direncanakan.
Pengamat yang menolak disebut identitasnya ini mengingatkan, hendaknya masalah kunjungan kenegaraan Presiden Soeharto ke Jepang jangan hanya dilihat dari segi prosedur protokoler. Tapi juga harus dilihat, Soeharto sebagai kepala negara dari suatu bangsa yang berpenduduk hampir 150 juta jiwa.
Diingatkan, ulah pimpinan pemerintah Jepang sekitar tahun 1968 yang waktu itu berkebcratan melayani maksud baik Soeharto, yang berniat berkunjung ke Jepang, hanya karena alasan status Soeharto waktu itu masih sebagai caretaker.
"Sekali pun pengunduran diri Suzuki tidak akan berpengaruh terhadap politik luar negeri Pemerintah Jepang yang baru nanti, tapi akan lebih terhormat, kalau untuk kali ini Presiden Soeharto menangguhkan saja rencana kunjungan kenegaraannya ke Jepang.
Buat apa kita bertemu ke suatu negara yang tengah mengalami kekosongan pemerintahan?" ujar seorang pengamat.
Pengamat ini mendasarkan pendapat dan pandangannya semata-mata dari pertimbangan politis, mengingat mata dunia internasional menyimak kunjungan kenegaraan Presiden Soeharto ke Jepang.
Dia juga mempermasalahkan, kenapa informasi putusan politik Suzuki yang terjadi hanya enam hari sebelum kedatangan Presiden Soeharto itu, tidak bisa dimonitor atau dievaluasi jauh hari oleh petugas Kedutaan Besar Rl di Tokyo.
"Setidaknya," tegasnya lagi, "Kalau Tokyo betul-betul punya itikad baik, dan ada kemauan untuk menghargai hubungan Indonesia – Jepang sebagai persahabatan antar kedua pemcrintahan yang sederajat, toh Suzuki dengan LDP-nya akan lebih bijaksana kalau mau menahan diri.
Maksudnya, putusan untuk mengundurkan diri itu baru mereka lakukan setelah usainya kunjungah kenegaraan Presiden Soeharto.
Komentar-komentar
Wakil ketua MPR/DPR, Hardjantho Suriodisastro menegaskan pengunduran diri Zenko Suzuki dari kursi Perdana Menteri Jepang, secara politis tidak akan berpengaruh besar terhadap hubungan kerjasama Indonesia – Jepang. Tapi secara protokoler dalam kaitan dengan kunjungan Presiden Soeharto yang direncanakan akan dilangsungkan beberapa hari lagi, sangat terasa pengaruhnya.
Dia memperkirakan, Presiden Soeharto akan cukupbijaksana untuk mengadakan evaluasi atas rencana kunjungan kenegaraannya itu. Apakah kunjungan resmi kenegaraan itu ukan diubah menjadi kunjungan incognito, dalam artian Presiden hanya akan berbicara dengan beberapa tokoh di Jepang.
Kemungkinan lain, kunjungan Presiden Rl ini secara protokoler diambil alih oleh Kaisar, Tenno Heika Hirohito. "Jadi kita tunggu saja, bagaimana hasil evaluasi tersebut," ujar Hardjantho.
Tapi hubungan antar kedua negara dengan pengunduran Suzuki ini, tidak akan berakibat secara politis. Karena kebijaksanaan penyelenggaraan pemerintahan dan kebijaksanaan luar negeri sudah dilandaskan oleh Partai Demokrat Liberal Jepang yang selama ini berkuasa.
Naik-turunnya Perdana Menteri, akibat persaingan antar fraksifraksi dalam LDP (Liberal Democratic Party) tidak akan mengubah kebijaksanaan dasar yang sudah digariskan oleh partai itu sendiri.
"Cuma Suzuki, ketika memangku jabatan Perdana Menteri mampu mendekatkan dan mengakrabkan hubungan Jepang dengan Indonesia," tegasnya lagi.
Lain halnya dengan Sabam Sirait yang juga politisi PDI. Menurut dia, secara protokoler kunjungan Presiden Soeharto, tetap akan berlangsung sesuai jadwal yang direncanakan. Pembicaraan Soeharto dengan Suzuki, akan tetap dilaksanakan, kendati dewasa ini terjadi kemelut dalam pemerintahan Jepang, sehubungan pengunduran diri Zenko Suzuki.
Sabam Sirait berpendapat, tidak akan terjadi banyak perubahan fundamental dalam strategi kebijaksanaan Jepang, terutama menyangkut politik luar negerinya. Karenanya, hubungan bilateral antara Indonesia – Jepang, masih akan berlangsung secara utuh.
Dia mengatakan, pembicaraan Suzuki dengan Soeharto yang menyangkut hubungan kedua-negara tetap dilakukan. Kendati Suzuki tidak lagi menjabat PM, tapi hasil pembicaraan itu mengikat. Karena bagaimana pun, apa yang dilaksanakan Suzuki pada prinsipnya merupakan kebijaksanaan partai LDP sendiri masih dominan, siapa pun pengganti Suzuki, tidak akan mempengaruhi hubungan kedua negara.
Pada kesempatan terpisah, Amin Iskandar dari Fraksi Persatuan Pembangunan mengatakan, pengunduran diri Zenko Suzuki dari kursi Perdana Menteri Jepang, harus dinilai wajar saja, karena perkembangan dunia belakangan, temyata semakin rumit. Masalah dalam negeri dengan defisit anggaran yang menyolok, masalah sejarah perjuangan Jepang yang dibukukan, serta cadangan bahan dasar untuk industrinya yang merosot karena resesi, merupakan alasan kuat untuk mengambil tindakan itu.
”Tapi pergantian pimpinan pemerintahan akan segera dilakukan. Dan dalam waktu satu minggu bisa saja dipilih seorang Perdana Menteri baru," ujar Amin.
Namun yang patut ditauladani, tindakan Zenko Suzuki itu tidak sempat dibaca diketahui oleh pihak lain. Ini khas kebudayaan Jepang yang tahu menyembunyikan rahasia, tidak seperti di negara lain. "Tindakan demokratis dari seorang negarawan," tuturnya.
Menurut Amin Iskandar, situasi yang terjadi di Jepang saat ini, lebih disebabkan karena desakan Amerika Serikat. Karenanya, tidak akan terjadi perubahan dalam kebijaksanaan politik luar negeri Jepang.
"Karena Jepang masih terikat dalam suatu komitmen dengan Amerika,” ucapnya.
Kemungkinan perubahan yang terjadi, menurut Amin Iskandar hanyalah menyangkut kebijaksanaan politik dalam negeri.
"Jadi kunjungan Soeharto ke Jepang dan kemungkinan terjadi pembicaraan antar pejabat tinggi pemerintahan kedua negara itu akan tetap dilakukan sesuai jadwal," katanya.
Amin tidak menyebutkan, siapa kemungkinan yang bakal menggantikan Suzuki sebagai perdana menteri. Hanya dia memperkirakan, pengganti Suzuki sudah dapat ditentukan oleh LDP dalam sepekan ini.
Kalangan politisi di DPR selain merasa terkejut juga menyesalkan, mengapa pengunduran diri Suzuki itu dilakukan sekarang.
"Bukankah itu berarti menampar wajah bangsa kita yang selama ini berhubungan dagang dengan Jepang secara baik. Apalagi, pemilihan ketua LDP itu sudah dekat bulan Nopember nanti," komentar mereka.
Penting dan Mengikat
Sebaliknya direktur CSIS Pande Radja Silalahi, mengatakan bobot pembicaraan Presiden Soeharto dengan Zenko Suzuki yang sudah demisioner, tetap penting dan mengikat kedua belah pihak.
Sebab meski Suzuki sudah pasti akan diganti, tapi dalam pembicaraannya dengan Presiden Soeharto nanti, dia masih pemegang mandat dan wewenang Perdana Menteri.
Pande Radja Silalahi mengenyampingkan tuduhan yang menggambarkan bahwa dengan kejadian pengunduran diri Suzuki ini, Perwakilan RI di Jepang berarti kebobolan atau suatu kesengajaan untuk membuat kecele kunjungan Presiden Soeharto.
"Semua orang," katanya, "sudah tahu bahwa pada saat-saat menjelang kunjungan Presiden ke Jepang ada kemungkinan terjadi pergeseran kepemimpinan di sana." Bahwa pada tanggal 25 Nopember nanti akan berlangsung pemilihan pimpinan LDP, bukan lagi rahasia, ucap Pande.
Secara psikologis, tidak dimungkiri oleh Pande, bisa jadi peristiwa pengunduran diri PM Suzuki akan mempengaruhi suasana pembicaraan antar kedua pemimpin negara nanti.
"Tapi pembicaraan antara sesama kepala pemerintahan itu tidak akan menurun nilai dan daya-ikatnya," tambahnya lagi.
Menurut dia, siapa pun yang bakal tampil sebagai pengganti Suzuki, tidak punya pengaruh yang berarti pada hubungan ekonomi maupun politik antara kedua negara.
"Kita semua tahu, bangsa Jepang itu punya tradisi yang kuat untuk bekerja secara planning, baik untuk jangka panjang maupun jangka pendek. Jadi tidak perlu ada kekhawatiran kemungkinan akan terjadinya perubahan kebijaksanaan yang bersifat radikal atau tak terduga," ujarnya.
Menurut Pande Silalahi, ada tiga kubu dalam tubuh LDP yang bakal bersaing untuk mengambil alih kedudukan yang ditinggalkan Suzuki, baik sebagai pimpinan partai sekaligus Perdana Menteri.
Kubu Toshia Komoto, direktur Dewan Perencanaan Ekonomi Negara, Shintaro Abe, dan kubu Yasuhiro Nakasone. Ke tiga tokoh ini, dari luar sama kuat.
Jika persaingan antar mereka bertiga sampai mengancam keutuhan LDP, maka menurut Pande Silalahi, tidak tertutup kemungkinan munculnya tokoh ke empat yang tak terduga, tokoh kompromi yang dapat diterima semua pihak.
Bertolak dari latar belakang tampilnya Suzuki sebagai perekat barisan partai LDP tadi, Pande Silalahi tidak melihat kelesuan ekonomi Jepang, merupakan faktor dominan bagi alasan pengunduran diri Suzuki.
Hanya sebagai akibat dari situasi perekonomian internasional yang buruk, Jepang seperti juga hampir semua negara yang lain di dunia, ikut terkena kemunduran dalam tingkat pertumbuhan ekonominya.
Tahun lalu, 1981, Jepang menargetkan kenaikan GNP sekitar 6 %, yang dicapai cuma sekitar 5 %. Sedang tahun 1982 ini, ditargetkan sekitar 5,5 %, tapi pengamat memperkirakan hanya akan mencapai 3 sampai 4 % saja.
"Menurut saya, kemampuan mempertahankan pertumbuhan ekonomi seperti itu, sudah termasuk baik dalam kondisi perekonomian dunia yang buruk sekarang ini,” kata Pande.
"Saya lebih percaya kepada penegasan Suzuki sendiri mengenai alasan pengunduran dirinya, untuk menjaga keutuhan LDP dan dominasinya atas sejarah Jepang,” tegasnya lagi.
Dalam pernyataan pengunduran dirinya, PM Suzuki antara lain mengatakan : "Saya tahu, ada berbagai gerakan oposisi dalam partai. Tapi kini waktunya bagi partai untuk merapatkan barisan dan tugas saya yang terakhir, adalah mempersatukan kembali kekuatan partai." (RA)
…
Jakarta, Jurnal Ekuin
Sumber : JURNAL EKUIN (14/10/1982)
—
Dikutip sesuai tulisan dan ejaan aslinya dari buku "Presiden RI Ke II Jenderal Besar HM Soeharto dalam Berita", Buku VI (1981-1982), Jakarta : Antara Pustaka Utama, 2008, hal. 872-876.