Majelis Pleno HKTI Dibuka:
BANGKITKAN KEPERCAYAAN PETANI, MASA DEPAN DI TANGAN MEREKA [1]
Jakarta, Kompas
Presiden Soeharto meminta agar Himpunan Kerukunan Tani Indonesia (HKTI) turut mengambil bagian yang aktif dalam usaha-usaha pembangunan di sektor pertanian.
“Benar-benar terjumlah di tengah-tengah petani. Berilah mereka petunjuk, bimbinglah mereka dan bangkitkan kepercayaan mereka bahwa masa depan benar-benar di tangan mereka. Dan sekali-kali jangan hanya menjadi organisasi yang lepas dari jutaan petani yang menjadi tujuan pengabdian organisasi ini,” kata Kepala Negara ketika berpidato pada pembukaan sidang Majelis Pleno Organisasi HKTI di Istana Negara, hari Selasa kemarin.
Sekitar 180 pemimpin-pemimpin petani dari seluruh Indonesia pagi itu hadir dalam pembukaan sidang majelis Pleno Organisasi. Sidang akan berlangsung selama lima hari dan bertujuan untuk memantapkan fusi organisasi yang prosesnya telah beIjalan hampir dua tahun sejak kelahiran HKTI April 1978, menyempurnakan Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga dan memantapkan pula program kerjanya.
Perbaikan Hidup Petani
Presiden mengatakan, perbaikan kehidupan petani merupakan bagian penting dari tujuan pembangunan sekarang. Karenanya kehidupan jutaan petani meliputi petani sawah, perikanan, peternakan dan sebagainya perlu kita perhatikan.
Salah satu masalah pembangunan yang menonjol, menurut Presiden, adalah bagaimana kita dapat mengusahakan agar para petani dan desa secara bertahap mampu berdiri kokoh diatas kemampuannya sendiri. Terang bahwa pemecahan terhadap masalah ini tidaklah merupakan ikhtiar yang akan dapat selesai dalam satu dua tahun saja. Mungkin juga tidak dalam 6-10 tahun.
Petani kita umumnya memiliki modal. Desa-desa kita umumnya belum memiliki prasarana ekonomi yang dapat membangkitkan potensi-potensi ekonomi. Sebab itu, menaikkan tingkat hidup petani berarti usaha untuk menaikkan penghasilan petani, yang serentak kita kaitkan dengan usaha swasembada pangan dalam ruang lingkup nasional.
Justru untuk itulah, dewasa ini kita dengan sungguh-sungguh melaksanakan intensifikasi pertanian dengan Panca Usaha, yakni penyediaan irigasi yang baik, penggunaan pupuk, penggunaan obat-obat, nama dan cara bertanam yang lebih baik.
Yang penting dalam melaksanakan Panca Usaha adalah adanya kesadaran para petani untuk mengetrapkan hasil teknologi yang bermanfaat dan cocok untuk memperbaiki hidup dan menaikkan produksi. Menurut Presiden persoalan yang harus kita pecahkan bukan hanya bagaimana meningkatkan produksi tapi bagaimana memperbaiki nasib petani. Haruslah diusahakan agar hasil produksi yang meningkat benar-benar dapat dinikmati oleh petani sendiri dan tidak jatuh ke tangan pihak lain.
Untuk itu dibentuk Badan Usaha Unit Desa (BUUD) yang merupakan bagian penting dari strategi untuk memperbaiki nasib petani dan pembangunan desa. Pada mula BUUD memang baru menangani peningkatan produksi tapi di masa mendatang diharapkan akan berbentuk koperasi dan merupakan koperasi desa yang kuat. Dan bukan saja menangani bidang pertanian padi tapi juga bidang peternakan, perikanan, kerajinan rakyat dan usaha-usaha lain untuk mengembangkan ekonomi desa.
Semua usaha ini mempunyai tujuan ganda, yakni meningkatkan penghasilan nyata petani, swasembada pangan, kebangkitan ekonomi desa, perluasan kesempatan kerja, perluasan jenis produksi dan peningkatan ekspor.
Transmigrasi
Tentang pelaksanaan transmigrasi, Presiden mengatakan hal ini dilakukan dalam hubungan dengan usaha ekstensitikasi pertanian dengan kemungkinan terbukanya pusat-pusat kegiatan baru sebagai akibat dari kebangkitan ekonomi di daerah-daerah di luar Jawa dan bertambahnya kemampuan pembiayaan negara.
Teranglah bahwa transmigrasi juga harus berarti perbaikan kesejahteraan rakyat. Bukan berarti sekedar menggeser kesulitan dari satu bidang ke bidang yang lain. Karena itu pelaksanaan transmigrasi memerlukan persiapan-persiapan yang masak. (DTS)
Sumber: KOMPAS (12/03/1975)
[1] Dikutip sesuai tulisan dan ejaan aslinya dari buku “Presiden RI Ke II Jenderal Besar HM Soeharto dalam Berita”, Buku III (1972-1975), Jakarta: Antara Pustaka Utama, 2008, hal. 706-708.