MANAJEMEN TENTUKAN BERHASIL ATAU GAGALNYA PEMBANGUNAN
Waktu menerima para peserta Kursus Reguler Angkatan XVIII Lembaga Pertahanan Nasional (KRA XVIII Lemhannas) pada tanggal 5 Desember 1985, maka Presiden Soeharto telah menempatkan masalah manajemen sebagai salah satu faktor sentral yang ikut menentukan keberhasilan atau kegagalan dalam pembangunan nasional kita.
Pada kesempatan itu Presiden Soeharto juga telah menegaskan corak dan watak manajemen yang harus kita kembangkan di Indonesia dengan mengatakan bahwa manajemen nasional harus bersumber kepada Pancasila.
Ada di antara kita yang sangat gigih berusaha untuk memajukan dan mengembangkan manajemen yang baik sebagai faktor yang vital bagi pembangunan kita, tetapi yang menganggap bahwa Pancasila tidak relevan dalam usaha itu.
Menurut mereka itu manajemen yang baik sama saja di mana pun juga. Oleh sebab itu memajukan dan mengembangkan manajemen di Indonesia mereka lihat sebagai usaha “alih teknologi” belaka dari ahli-ahli luar negeri yang kalau perlu dibayar dengan harga yang tinggi.
Secara praktis alih teknologi itu dijalankan melalui bahasa asing saja. Menurut mereka itu yang kita perlukan ialah manajemen yang baik tanpa diembel-embelkan dengan Pancasila.
Demikianlah pandangan mereka itu. Pandangan itu tentu akan membawa kita kepada pola tertentu dalam pendidikan dan pembinaan manajemen. Yaitu pola yang bertolak dari pandangan Manajemen adalah manajemen dan Pancasila adalah Pancasila dan keduanya tidak pernah dan tidak perlu bertemu.
Pandangan yang dikemukakan oleh Presiden Soeharto dalam pertemuan dengan para peserta KRA XVIII Lemhannas berbeda sama sekali dengan pandangan tadi.
Menurut Presiden Soeharto maka pemikiran dan pelaksanaan manajemen nasional kita harus bersumber pada Pancasila dan UUD 45, karena bila dikembangkan dari ideologi atau pandangan hidup yang lain tidak akan pernah dapat mengantarkan bangsa kita pada tujuan masyarakat Pancasila.
Apakah itu berarti bahwa kita tidak boleh mengusahakan alih teknologi di bidang manajemen? Bukan isolasionisme seperti itu yang dimaksud.
Manajemen mempunyai dasar-dasar dan prinsip-prinsip yang universal, itu justru harus kita ambil alih sebaik-baiknya, seluas-luasnya dan secepat-cepatnya.
Harus kita sadari ialah bahwa dalam ilmu dan pola manajemen yang kita ambil alih dari tenaga ahli dari luar negeri itu, maka dasar-dasar dan prinsip-prinsip yang universal tadi secara sadar atau tidak sadar telah dipadukan dengan tujuan nasional dan tata nilai yang terikat kepada kebangsaan dari tenaga ahli luar negeri yang bersangkutan itu.
Kita kenai misalnya salah seorang pelopor ilmu manajemen di Amerika Serikat, Peter F. Drucker. Drucker telah melarikan diri ke Amerika Serikat dari negara asalnya, Austria, waktu negeri itu dicaplok oleh Jerman yang totaliter di bawah Hitler.
Drucker secara gigih ikut mengembangkan ilmu manajemen di tanah airnya yang baru sebagai sumbangannya dalam perjuangan masyarakat Barat yang demokratis terhadap Jerman yang totaliter.
Sebab dia yakin bahwa mutu, corak dan watak manajemen ikut menentukan kekuatan atau kelemahan masyarakat Barat yang demokratis itu dalam perjuangan melawan masyarakat Jerman yang totaliter.
Yang dikatakan oleh Presiden Soeharto pada dasarnya ialah sama. Yaitu bahwa mutu, corak dan watak manajemen di Indonesia akan ikut menentukan keberhasilan atau kegagalan kita dalam pembangunan nasional sebagai pengamalan Pancasila menuju tinggal landas.
Sebab manajemen yang dikembangkan dari ideologi atau pandangan hidup yang lain justru akan dapat ikut menyelewengkan kita dari tujuan kita, yaitu membangun masyarakat Pancasila yang maju, adil, makmur dan lestari.
Pandangan Presiden Soeharto itu seharusnya menjadi titik tolak dalam mengembangkan pola yang tepat bagi pendidikan dan pembinaan manajemen di Indonesia sebagai sumbangan yang penting dalam rangka pembangunan nasional sebagai pengamalan Pancasila menuju tinggal landas.
Itu berarti pendidikan dan pembinaan manajemen yang memadukan dasar-dasar dan prinsip-prinsip manajemen yang universal yang dapat menjamin kemampuan kita untuk bersaing dengan bangsa-bangsa lain, dengan nilai-nilai dan cita-cita luhur bangsa yang diungkapkan dalam Pancasila.
Selama penjajahan Belanda ada mitos seolah-olah bangsa kita tidak akan pernah merdeka. Oleh karena itu katanya bangsa kita tidak akan mampu untuk membangun angkatan perang yang modern.
Dalam waktu kurang dari satu generasi kita telah membuktikan ketidak benaran mitos yang lama itu. Sekarang ada mitos baru, seolah-olah kita tidak akan pernah berhasil untuk membangun masyarakat maju, oleh karena katanya kita tidak akan mampu mengatasi mismanajemen di semua bidang, baik di bidang pemerintah maupun di bidang swasta.
Semoga keterangan Presiden Soeharto bahwa manajemen menentukan keberhasilan atau keadaan dalam pembangunan akan mendorong kita untuk membuktikan ketidak benaran mitos baru tadi secepat-cepatnya.
Ada baiknya apabila inti dari keterangan Presiden Soeharto tadi mengenai manajemen dimasukkan dalam GBHN 1988. (RA)
…
Jakarta, Sinar Harapan
Sumber : SINAR HARAPAN (09/12/1985)
—
Dikutip sesuai tulisan dan ejaan aslinya dari buku “Presiden RI Ke II Jenderal Besar HM Soeharto dalam Berita”, Buku VIII (1985-1986), Jakarta : Antara Pustaka Utama, 2008, hal. 88-90.