MAU DAN MAMPUKAH KITA MENEPATI JANJI?
Jakarta, Suara Karya
KETIKA menerima para pemuda peserta Penataran Kewaspadaan Nasional (Tarpadnas) di Tapos, Bogor, hari Minggu lalu. Presiden Soeharto minta masyarakat bersikap lebih waspada terhadap ancaman yang mungkin muncul dari dalam negeri sendiri. Hal iru disampaikan Kepala Negara karena datangnya gangguan dari negara lain telah berkurang akibat perubahan politik di berbagai negara.
“Yang paling berbahaya sekarang adalah ancaman dari dalam negeri,” kata Presiden. Dikatakan, pada masa lalu ancaman tarhadap pembangunan bisa muncul dari dalam negeri serta dari luar negeri. Sebagai contoh, dulu negara komunis berusaha memperluas ajaran komunisme ke negara lain. Perubahan yang terjadi di Uni Soviet, kata Presiden, mengakibatkan semakin berkurangnya kemungkinan penyebaran ajaran komunisme ke negara lain, termasuk Indonesia.
Memberikan contoh tentang kemungkinan bahaya yang muncul dari dalam negeri, Presiden menyebut munculnya pemikiran dari beberapa pihak untuk mengajukan konsep yang dapat menggantikan Pancasila dan UUD 1945.
KALAU kita pelajari lebih obyektif, runtuhnya kekuasaan kaum komunis sekarang iniju stru di bagian duma yang menjadi kubu terpercaya gerakan komunisme internasional, boleh dikatakan semuanya dimotori dan digerakkan oleh kekuatan dalam negerinya sendiri.Tentu ada (namun sulit membuktikannya) pengaruh-pengaruh dari kekuatan luar. Namun, kekuatan utama yang menumbangkan kekuasaan kaum komunis itu berasal dari dalam negerinya sendiri.
Oleh karena itu, wajar jika Presiden mengatakan bahwa ancaman bahaya yang dihadapi kemungkinan besar dari dalam negeri. Dan, karena itu Kepala Negara minta agar masyarakat lebih waspada yang menjadi pertanyaan sekarang bagaimana bentuk kewaspadaan yang harus kita tingkatkan justru dengan berkembangnya era informasi dan globalisasi? Jawaban dari pertanyaan ini, sebenarnya, dapat dilihat dari hasil wawancara khusus Presiden Soeharto dengan majalah mingguan Time yang diterbitkan pada tanggal 8 April 1991.
Seperti dikutip oleh majalah bulanan Media Karya penerbitan Mei 1991. atas pertanyaan Time Presiden mengatakan, jika pembangunan gagal akan membuka peluang dicarinya prinsip-prinsip ideologi lain. “Jika pembangunan gagal, itu berarti mereka tidak percaya atau tidak yakin lagi kepada Pancasila. Di situlah pangkal bahaya karena mereka akan mencari ideologi lain,” kata Presiden kepada majalah Time.
Dari apa yang ditegaskan Presiden itu dapat disimpulkan kegagalan suatu konsep atau sistem kemasyarakatan dan kenegaraan merupakan sumber dari ancaman yang membahayakan eksistensi sistem bersangkutan. Hal ini memang merupakan tesis yang berlaku di mana-mana dan pada kurun zaman mana pun. Dan, bukti kongkret yang masih aktual sekarang ini adalah kegagalan sistem kemasyarakatan dan kenegaraan, berdasarkan ideologi komunisme mewujudkan masyarakat yang dicita-citakan oleh masyarakat penganut ideologi itulah yang menyebabkan sistem berdasarkan prinsipprinsip komunisme menghadapi ancaman dari dalam dirinya sendiri.
Oleh sebab itu, untuk meningkatkan kewaspadaan seperti diingatkan Kepala Negara menghadapi bahaya dari dalam negeri, tidak bisa lain kecuali kewaspadaan itu diisi dengan pelaksanaan pembangunan nasional yang menjamin terwujudnya masyarakat bangsa Indonesia yang maju, berkeadilan dan berkemakmuran dalam arti yang benar-benar dapat dirasakan secara kongkret oleh setiap manusia Indonesia sesuai dengan janji bersama yang dituangkan ke dalam Pancasila dan UUD 1945. Mau dan mampukah kita menepati janji itu atau tidak?
Sumber : SUARA KARYA (04/02/1992)
Dikutip sesuai tulisan dan ejaan aslinya dari buku “Presiden RI Ke II Jenderal Besar HM Soeharto dalam Berita”, Buku XIV (1992), Jakarta : Antara Pustaka Utama, 2008, hal. 79-80.