Membangun Taman Mini Indonesia Indah [1]
Saya dan istri saya mempunyai cita-cita untuk membangun suatu pusat kebudayaan peninggalan nenek moyang kita yang akhirnya nanti bisa berfungsi sebagai tempat rekreasi, tempat pendidikan, dan juga tempat untuk mengembangkan kebudayaan.
Saya tahu bahwa ada kelompok tertentu yang ingin menjadikan proyek yang kami cita-citakan itu sebagai satu issue politik. Mereka mencari kesempatan untuk bisa mengganggu kestabilan nasional. Saya pernah mengingatkan mereka bahwa saya tidak akan membiarkan cara-cara yang tidak demokratis seperti yang dilakukan oleh beberapa orang dan akan menindak orang-orang yang bersangkutan itu jika mereka terus melakukan tindakan mereka yang dapat mengganggu stabilitas nasional. “Kalau mereka tidak mengerti akan kalimat ‘tidak akan saya biarkan’, terus terang saja, akan saya tindak,” kata saya. Demi kepentingan Negara dan Bangsa, “Supersemar” bisa saya pergunakan untuk mengatakan ‘keadaan dalam darurat’. Saya bertanggungjawab kepada rakyat dan Tuhan dalam mempergunakan itu.
Akhirnya proyek yang kami cita-citakan itu terlaksana, dibangun mulai tahun 1975. Kritik terhadap ide kami itu muncul lagi. Namun, sebenarnya pihak yang mengkritik itu belum tahu tujuan kami. Mereka khawatir bahwa pembangunan itu akan membuat pemborosan saja dan tidak ada artinya. Padahal tujuan kami bukan seperti yang dikhawatirkannya itu.
Kenyataan, sekian tahun kemudian, menunjukkan bahwa setelah Taman Mini Indonesia Indah itu (TMII) jadi, pengkritik-pengkritik itu akhirnya mengakui manfaatnya.
Tidak bisa tidak!. Rekreasi makin hari makin terasa sebagai kebutuhan yang benar-benar diperlukan. Daya tahan tubuh, mental dan pikiran ada batasnya. Karena itu, kita memerlukan pemulihan kekuatan dan kesegaran baru, hingga timbul kekuatan baru untuk bekerja keras pada waktu selanjutnya. Jika anggota masyarakat memiliki kekuatan baru, maka sebagai bangsa, kita pun mampu melaksanakan tugas yang lebih besar dan berat. Karena itu, rekreasi besar manfaat dan artinya bagi bangsa yang sedang membangun.
Dari tahun ke tahun proyek yang berharga dan diperlukan orang banyak itu kita tambah dan kita perbaiki terus. Penambahan sarana baru di Taman Mini itu, di tahun 1986, yakni berupa Istana Anak-Anak Indonesia, Taman Bunga, Keong Emas, Museum Asmat, Pusat Informasi Budaya dan Wisata serta Taman Among Putera mendapat sambutan meriah dari masyarakat. Turis-turis dari luar negeri pun bertambah banyak saja yang menyaksikan proyek itu.
Tujuan utama pembangunan TMII itu adalah untuk menyediakan suasana rekreasi yang sehat bagi masyarakat, tempat pendidikan dalam arti luas, tempat pengenalan dan pengembangan seni budaya bangsa Indonesia dan salah satu pengembangan dunia kepariwisataan. Semuanya itu diletakkan dalam kerangka besar sumbangan bagi perkembangan dan pertumbuhan bangsa yang sedang membangun masyarakat Pancasila.
Saya secara pribadi menaruh perhatian besar atas pengembangan taman itu. Saya sekarang merasa lega dan berbahagia karena tujuan itu semakin hari makin menjadi kenyataan dan terlihat pelbagai pengaruh positif yang dibangkitkan taman itu. Sebagai tempat pendidikan, taman itu sudah menyumbangkan peranannya. Dan pendidikan itu berlaku seumur hidup untuk semua orang dan untuk semua generasi. Pendidikan itu tidak hanya menyangkut olah pikiran, tetapi juga olah rohani. Jika bertekad membangun manusia Indonesia seutuhnya, maka kebutuhan budaya tidak bisa diabaikan. Tanpa ini pasti terasa kering dan gersang.
***
[1] Penuturan Presiden Soeharto, dikutip langsung dari buku “Soeharto: Pikiran, Ucapan dan Tindakan Saya” yang ditulis G. Dwipayana dan Ramadhan KH, diterbitkan PT Citra Kharisma Bunda Jakarta, tahun 1982, hal. 315-316.