MENKES: BANYAK DOKTER LUPA CARA MENULIS NAMA OBAT GENERIK

MENKES: BANYAK DOKTER LUPA CARA MENULIS NAMA OBAT GENERIK

 

 

Jakarta, Antara

Menteri Kesehatan dr. Adhyatma MPH mengungkapkan, banyak dokter yang lupa cara menulis nama obat generik pada resep yang akan mereka berikan kepada pasiennya.

“Karena selama ini sebagian dokter terbiasa menulis obat paten,” kata Menteri Adhyatma kepada wartawan di Bina Graha, Jakarta, Kamis setelah melapor kepada Presiden Soeharto.

Untuk mengatasi masalah itu, Depkes akan mencetak buku daftar obat generik Jumlahnya minimal sebanyak dokter yang ada di Indonesia yaitu sekitar 50.000 eksemplar, katanya.

Pemerintah sejak beberapa waktu lalu menggalakkan pemakaian obat generik dalam upaya meringankan beban masyarakat di bidang biaya kesehatan, karena harga obat generik lebih murah 24 sampai 60 persen dibandingkan dengan harga obat paten. “Kelupaan” para dokter itu, disebut oleh Menkes, sebagai salah satu faktor yang menghambat upaya memasyarakatkan obat generik.

Atas pertanyaan wartawan, Menkes menegaskan obat generik pasti tersedia cukup di apotik-apotik. Oleh karena itu, masyarakat tidak perlu ragu untuk meminta resep obat generik kepada dokter.

Kepada Presiden Soeharto, Menkes melaporkan, hasil Raker Kesehatan Nasional yang berakhir awal Maret lalu yang antara lain menyimpulkan perlunya peningkatan tenaga kesehatan dalam jumlah dan mutu.

Pemerintah, menurut Adhyatma, merencanakan akan melatih 18.900 perawat bidan untuk keperluan Depkes ditambah tiga sampai empat ribu perawat bidan lainnya yang diperlukan oleh BKKBN untuk melayani KB.

Disamping itu juga akan ditingkatkan jumlah tenaga spesialis terutama dokter bedah, dokter anak, internis, radiolog dan spesialis anestesi untuk disebarkan ke rumah-rumah sakit kabupaten.

“Karena selama ini belurn semua ruma sakit kelas C di kabupaten memiliki dokter spesialis,” tegas Menkes.

Dalam kaitan itu, Menkes menekankan perlunya kerja sama dengan Pemda. Menkes juga melaporkan rencana reorganisasi Depkes untuk menghad api tantangan di bidang pelayanan kesehatan dalam Repelita V.

Kepada wartawan, Menkes menjelaskan, penyesuaian organisasi tersebut diperlukan karena adanya perubahan pola penyakit di Indonesia. “Kalau dulu lebih banyak terdapat penyakit menular, sekarang umumnya ditemukan penyakit yang tergolong metabolik dan degeneratif seperti darah tinggi, kencing manis, jantung dan kanker,” tambah Adhyatma.

Untuk mengatasi penyakit metabolik dan degeneratif itu diperlukan kecanggihan alat serta keahlian dokter yang lebih tinggi.

Penyesuaian organisasi itu diperlukan pula guna membina keterlibatan swasta dan masyarakat dalam pelayanan masyarakat yang memang akan digalakkan dalam Repelita V.

Dalam reorganisasi itu jumlah Ditjen tidak ditambah melainkan fungsinya saja yang diubah. Pada reorganisasi itu juga akan diupayakan pelangsingan piramida jabatan struktural dengan cara memperbanyak jabatan fungsional, demikian Menkes dr. Adhyatma.

 

 

Sumber : ANTARA (30/03/1989)

Dikutip sesuai tulisan dan ejaan aslinya dari buku “Presiden RI Ke II Jenderal Besar HM Soeharto dalam Berita”, Buku XI (1989), Jakarta : Antara Pustaka Utama, 2008, hal. 642-643.

 

 

 

Kenapa tidak meninggalkan komentar?

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.