MODERNISASI JANGAN SAMPAI PUNAHKAN KEKAYAAN LAUT
Presiden Soeharto di Depan HNSI :
Presiden Soeharto memperingatkan, modernisasi jangan sampai menyebabkan punahnya kekayaan laut, dan jangan sampai terjadi nelayan kehilangan mata pencahariannya.
Peringatan Kepala Negara ini diucapkan ketika menerima peserta sidang Majelis Pleno Organisasi Himpunan Nelayan Seluruh Indonesia (HNSI), Kamis kemarin, di Istana Negara.
Modernisasi memang harus dilakukan dibidang perikanan, baik modernisasi dalam berorganisasi, peralatan maupun modernisasi dalam sikap. Dengan Wawasan Nusantara Wilayah lautan kita akan bertambah 3 juta km persegi dan di masa datang kita akan melakukan pembangunan besar-besaran dibidang perikanan.
Laut kita sangat luas yang dalamnya sangat kaya dengan ikan. Kegiatan penangkapan ikan nelayan di masa datang tidak hanya beberapa mil saja dari pantai, melainkan harus jauh ketengah lautan, ratusan mil dari pantai menjelajah lautan Nusantara yang luas itu.
“Untuk itu secara sendiri-sendiri nelayan kita tidak mampu namun secara bersama tergabung dalam koperasi, pasti mereka akan menjadi kekuatan yang luar biasa besarnya,” ucap Presiden.
Melalui koperasi di sediakan sarana produksi, disalurkan kredit, diadakan penyuluhan, diselenggarakan pengolahan dan pemasaran ikan ucapnya menegaskan.
Dengan koperasi pula dilakukan modernisasi peralatan penangkapan ikan bagi rakyat nelayan, namun harus tetap diperhatikan perbaikan tingkat hidup dan penghasilan para nelayan.
Langkah Tegas
Menurut Presiden, Pemerintah telah mengambil langkah tegas untuk menghapuskan penggunaan jaring “trawl”. Penggunaan jaring “trawl” temyata menggelisahkan nelayan tradisional, telah mendesak mata pencaharian dan juga mengakibatkan timbulnya bahaya kepunahan kekayaan laut kita.
Modernisasi dalam alam pikiran nelayan juga penting, kata Presiden yang tidak berarti merobah nelayan menjadi manusia lain yang asing terhadap dirinya sendiri.
Modernisasi pikiran dalam penyesuaian diri dengan kebutuhan dan syarat yang dituntut oleh bangsa yang modern, namun dalam kemodernan tadi tetap berkepribadian sendiri.
Dengan berbagai produksi ikan dapat ditingkatkan untuk menaikkan penghasilan nelayan yang berarti memperbaiki taraf hidup mereka, untuk menganekaragamkan bahan pangan masyarakat agar tumbuh menjadi bangsa yang sehat.
Tidak Menentu
Masalah ekonomi yang besar tetap menghadang di depan kita ucap Presiden seraya menambahkan 3 tantangan itu makin terasa berat, karena resesi ekonomi dunia belum ada tanda-tanda akan mereda, yang mempengaruhi kepada keadaan pembangunan kita.
Ia menyatakan, kita tidak punya pilihan lain kita tidak akan membiarkan diri terseret oleh keadaan dunia yang serba tidak menentu dan kita tidak membiarkan diri ditimbuni oleh masalah sosial ekonomi yang baru.
Pembangunan suatu bangsa bukan hanya masalah teknis atau ekonomi sematamata.
Hakekatnya adalah pengerahan dan pengarahan semua potensi bangsa bergerak maju dan ini memerlukan modal pembangunan memerlukan kekayaan alam yang harus kita gali dan kita olah.
“Namun tidak kalah penting, kemauan dan kesanggupan bangsa itu sendiri untuk bangkit merobah nasibnya,” kata Presiden pula.
Meringankan Beban
Sementara itu Ketua Umum HNSI Soegiharto dalam laporannya mengungkapkan Keppres 39/1980 dan Inpres 11/1982 tentang penghapusan jaring “trawl” telah meringankan beban HSNI dalam mengemban aspirasi nelayan.
Dikatakan 70 persen potensi sumber alam di lautan nusantara dan zona ekonomi ekslusif belum diusahakan untuk pembangunan dan kesejahteraan rakyat.
Pembangunan perikanan Repelita IV yad akan berorientasi kepada wawasan samudra yang erat kaitannya dengan ketahanan nasional dan konsep wawasan nusantara.
Sidang HNSI itu berlangsung sejak tanggal 13 September dan berakhir Kamis kemarin, dihadiri oleh seluruh pimpinan daerah HNSI untuk membahas masalah pembangunan di bidang perikanan dalam rangka mencapai sasaran HNSI untuk meningkatkan taraf hidup dan kesejahteraan masyarakat nelayan dan petani ikan. (RA).
…
Jakarta, Pelita
Sumber : PELITA (17/09/1982)
—
Dikutip sesuai tulisan dan ejaan aslinya dari buku “Presiden RI Ke II Jenderal Besar HM Soeharto dalam Berita”, Buku VI (1981-1982), Jakarta : Antara Pustaka Utama, 2008, hal. 1130-1131.