PELITA HTI: U.N. AWARD
Jakarta, Pelita
Pada saat dan detik Proklamasi Kemerdekaan Bangsa Indonesia dikumandangkan ke seluruh dunia negeri elok ini memiliki wilayah yang terbentang dari Barat sampai ke Timur di sepanjang garis khatulistiwa seluas jarak dari kota London ke Bukares dan penduduk yang beragam suku dan bahasa, adat istiadat serta latar belakang subkultur jumlahnya ± 70juta orang.
Sudah tergolong negara yang berpenduduk banyak meskipun belum digolongkan lima besar dunia dalam hal jumlah manusia. Dalam masa dua windu menjadi bangsa yang merdeka banyak ujian dan cobaan menghadang perjalanan bahtera Republik muda usia itu. Pertikaian politik sampai kepada pemberontakan-pemberontakan (Penghianatan PKI di Madiun, RMS, DI/TII, PRRI/Permesta), perjuangan membebaskan Irian Barat dengan segala akibatnya (nasionalisasi perusakan pemerintahan Belanda yang berujung padakemelut ekonomi yang gawat). Pendeknya beruntun datang krisis demi krisis namun semuanya dapat diatasi dengan baik dan selamatlah negara dan bangsa.
Pada penghujung dwi windu itu sebenamya mulai membayang krisis baru yakni bertambahnya jumlah penduduk Indonesia yang punya gejala ekplosi. Pada skala dunia gejala membengkaknya jumlah penduduk dunia telah memperoleh sorotan tajam dari para ahli, perkumpulan-perkumpulan International antara lain seperti International Population and Parenhood Federation yang berpusat di kota London, juga PBB.
Suara kekuatiran menggema dimana-mana, di dalam forum seminar antar bangsa, di dalam artikel, makalah, brosur, dan buku-buku bacaan. Berbarengan dengan itu datang seruan kepada semua negara di seluruh dunia terutama kepada dunia ke III agar berusaha sekuat tenaga membatasi jumlah kelahiran untuk menekan laju penduduk.
Republik Rakyat Cina, India, Pakistan dan Indonesia menjadi sasaran. Pada masa itu RRC menampik melalui penolakan halus dari Mao, sementara di negeri ini yang sedang demam revolusi tidak menganggap perlu membatasi jumlah penduduk. Dalam situasi pelik seperti itu, lahirlah sebuah organisasi yang bernama Perkumpulan Keluarga Berencana Indonesia (PKBI) memelopori penyelenggaraan program menjarangkan kehamilan. Meskipun secara diam dan sembunyi, PKBI tidak gentar menghadapi resiko dibubarkan, banyak pihak di pemerintah maupun non pemerintah mulai menerima seruannya.
Tampilnya Orde Baru membawa perubahan besar dan angin segar bagi PKBI dan bagi siapa saja yang menyadari bahaya ledakan penduduk di Indonesia. Tekad pemerintah menjadi jelas dengan lahimya Lembaga Keluarga Berencana Nasional yang kelak kemudian menjadi BKKBN yang terkenal itu.
Pada tahun 1972 saya menghadiri Sidang Umum Majelis Pemuda Indonesia di Manchester Inggeris . Setelah terpilih sebagai salah seorang wakil Presiden badan pemuda antar bangsa itu, saya diberikan tugas menggalakkan program KB dikalangan pemuda berdasarkan keputusan majelis yang menyandarkan diri pada satu deklarasi kependudukan yang telah ditanda tangani oleh para pemimpin dunia pada tahun 1968. Manakala saya disodori teks deklarasi itu saya menjadi bangga setengah mati karena salah seorang pemimpin dunia itu adalah Presiden Republik Indonesia- Pak Harto.
Dan hari ini kita semua bangga bukan alang kepalang karena sesuatu yang jarang telah terjadi atas diri pemimpin kita itu. Dunia, melalui PBB menganugrahi sebuah tanda jasa kependudukan UN Award kepada seorang maha putera bangsa yang begitu menandatangani Declaration on Population bersama Presiden Lyndon B. Johnson dari A.S. dan pemimpin dunia lainnya, begitu komit dan terikat, konsekwen menjalankan kebijaksanaan kependudukan dalam Pembangunan Nasional.
Sejak pengumumannya, kita merasa dan makin merasa penghargaan itu tidak semata-mata untuk Pak Harto, tapi untuk seluruh rakyat Indonesia. Juga pasti tak dapat disembunyikan rasa haru, bahagia, kagum dan bangga terhadap orang yang memperoleh UN Award itu, terhadap apa dibalik itu semua. Salah satu esensinya adalah komitmen Pak Harto terhadap Pembangunan seperti diakui oleh Prof. Widjojo Nitisastro, bahwa Repelita berhasil karena komitmen itu, sedangkan Rencana Pembangunan Semesta Berencana dimasa lalu gagal karena ketiadaan komitmen pemimpin.
Maka apabila dunia menganggap program KB di Indonesia berhasil tidak lain karena komitmen Pak Harto dan ditunjang habis oleh rakyatnya.
Hari ini tanggal 5 Juni 1989, jumlah penduduk Indonesia sudah ±175 juta (kalau tanpa KB sudah lebih dari dua ratus juta), Pak Harto dan Ibu beserta rombongan meninggalkan Tanah Air menuju tempat dimana penghargaan PBB itu akan dipersembahkan.
Manakala tanggal 8 Juni- tepat usia Pak Harto 68 tahun- pada saat mata dunia menyaksikan peristiwa bersejarah itu, maka gemuruh tepuk tangan wakil-wakil bangsa yang membahana dalam gedung PBB, melambangkan satu kebanggaan dunia. Yang lebih pasti kami rakyat Indonesia- semuanya di manapun mereka berada lebih bertepuk riuh rendah dan serempak dengan itu kami semua pula mengucapkan Selamat Hari Ulang Tahun kepada Pak Harto.
Selamat Jalan Bapak Pembangunan Indonesia!
Teriring doa semoga panjang umur dan kern bali ke Tanah Air dengan selamat,
sehat wal afiat, Amin.
Sumber : PELITA (05/06/1989)
Dikutip sesuai tulisan dan ejaan aslinya dari buku “Presiden RI Ke II Jenderal Besar HM Soeharto dalam Berita”, Buku XI (1989), Jakarta : Antara Pustaka Utama, 2008, hal. 845-847.