PEMBANGUNAN TAK BOLEH BERHENTI KARENA KESULITAN

PRESIDEN : PEMBANGUNAN TAK BOLEH BERHENTI KARENA KESULITAN

Peringatan Maulid Nabi Muhammad SAW.

Tahun-tahun mendatang akan merupakan tahun yang tidak mudah dalam pembangunan, namun pembangunan tidak boleh terhenti karena kesulitan itu.

"Untuk itu kita harus lebih banyak lagi mengandalkan kemampuan kita sendiri dalam upaya nasional meningkatkan taraf hidup kita dan kemampuan itu telah mulai kita miliki sebagaihasil upaya kita bersama dalam tahun-tahun yang lampau," demikian diucapkan Presiden Soeharto dalam amanatnya pada Peringatan Maulid Nabi Muhammad SAW di Istana Negara, Selasa malam.

Dikemukakannya, Nabi Muhammad SAW telah memberi contoh dan teladan bahwa upaya dalam bidang ekonomi secara gigih, serta membangun masyarakat dan bangsa dapat dilakukan bersamaan dengan kegiatan pembinaan budi pekerti serta ketaqwaan kepada lliahi.

Hal ini akan membantu kegiatan bangsa Indonesia diwaktu­waktu mendatang, karenanya menurut Kepala Negara, makin baik mutu pembinaan umat Islam Indonesia secara pribadi, masyarakat, maupun sebagai bagian bangsa Indonesia, akan makin mantap lagi upaya bangsa dalam pembangunan nasional.

Pembinaan Umat Islam

Dengan jujur dan ikhlas harus diakui, demikian Presiden, masih banyak yang harus dilakukan dalam pembinaan umat Islam agar benar-benar mendekati taraf keluhuran dan keimanan yang dikehendaki ajaran yang dibawa oleh Nabi Muhammad SAW.

Tugas pembinaan umat Islam di Indonesia dewasa ini jelas tidak ringan, terutama karena jumlahnya amat banyak. Namun Presiden merasa bersyukur bahwa akhir-akhir ini telah makin meningkat minat dan perhatian umat Islam Indonesia untuk menyempurnakan dirinya.

Diingatkannya ketika menerima rombongan peserta Dewan Masjid Asia Pasifik baru-baru ini dia telah menyampaikan, betapa perlunya peningkatan pembinaan umat Islam Indonesia agar lebih bermanfaat bagi negara dan bangsa, khususnya bagi umat Islam sendiri.

Pemerintah menyadari umat Islam Indonesia yang besarjumlahnya ini menghadapi masalah besar dibidang pembinaan. Karena itu, tahun 1975 Pemerintah memprakarsai dan merestui berdirinya Majelis Ulama Indonesia (MUI).

Kepada majelis diamanahkan tugas membina dan membimbing umat Islam sebaik-baiknya. Dan ternyata banyak kemajuan telah diperoleh semenjak terbentuk MUI tersebut.

Sejak semula mungkin tidak dimaksudkan sebagai pelaksana langsung dari kegiatan yang sudah ditangani oleh unsur-unsur umat Islam sendiri.

Majelis Ulama diinginkan menaruhkan perhatian sepenuhnya kepada tugas-tugas pembinaan dan bimbingan yang belum sempurna dan hal itu sangat perlu lebih-lebih karena umat Islam di Asia Pasifik mempercayakan Indonesia ikut menyumbangkan pemikiranya dalam pembinaan dikawasan ini.

Masalah Dana

Kepala Negara juga mengungkapkan, salah satu hambatan yang dihadapi umat Islam Indonesia dalam pengembangan kehidupan beragama adalah masalah dana.

Dalam kaitan itu, Presiden menyatakan besar hatinya serta menghargai kesadaran, kesukarelaan dan langkah nyata dari Korpri untuk mengumpulkan sedekah bulanan dari anggotanya yang beragama Islam.

Setiap bulan dana yang terhimpun 1A milyar rupiah, yang disalurkan melalui Yayasan Amal Bakti Muslim Pancasila untuk digunakan bagi usaha memajukan dan memperlancar pelaksanaan ibadah agama Islam.

"Saya mengharapkan dan yakin langkah amal bakti Korpri ini akan disusul oleh kelompok-kelompok umat Islam lainnya. Dengan demikian akan dapat meningkatkan kemampuannya dalam memperbaiki sarana-sarana yang diperlukan untuk pembinaan umat Islam Indonesia yang berdasarkan Pancasila," ucapnya.

Ajaran Nabi Muhammad SAW

Dalam bagian lain amanatnya Presiden secara panjang lebar mengungkapkan riwayat Nabi Muhammad SAW Dikatakannya, wahyu Illahi yang diterima Muhammad SAW maupun hadis dan sunnahnya sendiri mengandung banyak ajaran luhur yang terasa makin diperlukan untuk hidup dewasa ini.

"Dalam hubungan ini sungguh perlu kita perhatikan bagaimana Nabi junjungan kita itu menyampaikan wahyu dan memperbaiki masyarakatnya," kata Presiden.

Diungkapkannya pula, Nabi selalu bersikap rendah hati. Sebagai nabi terakhir Muhammad SAW menyatakan bahwa agama sekalipun perlu disampaikan dengan bijaksana. Nabi percaya kepada hati nurani dan akal sehat manusia serta yakin akan wahyu yang diterimanya. Karena itu yang benar dan yang batil akan terlihat jelas bagi setiap manusia.

Nabi tidak pernah menyalahkan, tidak pernah menuduh dan memburuk-burukkan orang lain, bahkan di kala ada yang menolak dan menyangkal kebenarannya di saat dia sudah memirnpin masyarakat yang berpengaruh masih tetap mempertahankan kerendahan hatinya dengan menyampaikan wahyu lliahi. ”Untukmu agamamu, dan untukku agamaku."

"Keseluruhannya itulah yang harus kita resapi setiap kali kita memperingati riwayat utusan Allah yang terakhir ini dan marilah kita menilai diri, amal serta ibadah kita dalam cahaya contoh pribadi yang diberikannya kepada kita," demikian Presiden.

Upacara peringatan maulid Nabi Selasamalam itu dihadiri pula Ibu Tien Soeharto, Wakil Presiden dan Ibu Nelly Adam Malik, para ketua Lembaga Tinggi Negara dan para Menteri Kabinet Pembangunan Ill, Perwakilan negara sahabat, serta para ulama dan sebagian umat Islam Ibu kota.

Menteri Agama H. Alamsjah dalam sambutannya mengatakan, kita harus bersyukur terhadap hasil pembangunan yang telah ada demi menyukseskan tahap pembangunan berikutnya.

Peringatan maulid Nabi Muhammad SAW hendaknya dijadikan untuk melihat kembali ajaran-ajaran yang dibawanya dan keteladanan yang diberikannya.

Dengan itu ketaqwaan kepada Allah SWT dapat lebih ditingkatkan, serta lebih menyukuri nikmat-Nya yang dilimpahkan buat bangsa Indonesia.

Sementara itu Ketua PP Muhammadiyah AR Fakhruddin dalam uraian hikmah maulid mengemukakan, nilai-nilai moral/rohani perlu ditanamkan dalam kehidupan bangsa dan negara, sehingga dapat menyelaraskan kesejahteraan sosial yang dirasakan dibidang materi.

Dengan mendalami sejarah hidup dan kehidupan Nabi Muhammad SAW, hendaknya bangsa Indonesia sebagai muslimin Pancasila dapat lebih menghayati dan mengamalkan nilai-nilai Pancasila secara tepat berdasarkan Eka Prasetya Pancakarsa (P4). (RA)

Jakarta, Suara Karya

Sumber : SUARA KARYA (29/12/1982)

Dikutip sesuai tulisan dan ejaan aslinya dari buku "Presiden RI Ke II Jenderal Besar HM Soeharto dalam Berita", Buku VI (1981-1982), Jakarta : Antara Pustaka Utama, 2008, hal. 1051-1053.

Kenapa tidak meninggalkan komentar?

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.