PEMBICARAAN SOEHARTO – MAHATHIR DICAPAI UNTUK TINGKATKAN KERJA SAMA EKONOMI KEDUA NEGARA

PEMBICARAAN SOEHARTO – MAHATHIR DICAPAI UNTUK TINGKATKAN KERJA SAMA EKONOMI KEDUA NEGARA

Pemerintah Indonesia dan Malaysia menyatakan menyambut gembira kemerdekaan penuh Brunei yang mulai berlaku 01 Januari 1984 nanti, serta sekaligus masuknya negara itu dalam organisasi ASEAN.

Upacara peresmian kemerdekaan negara baru yang berada di bagian pulau Kalimantan pada 23 Pebruari 1984 akan dihadiri oleh Presiden Soeharto, Perdana Menteri Malaysia Dato Mahathir Mohamad, serta Yang Dipertuan Agong Malaysia Sultan Ahmad Shah.

Masalah kemerdekaan Brunei itu merupakan salah satu topik pembicaraan resmi antara Presiden Soeharto dan PM Mahathir Mohamad di Hotel Hilton, Kuala Lumpur, Kamis kemarin.

Kamis siang, setelah menyelesaikan pembicaraan resmi lanjutan hari sebelumnya dengan PM Mahathir Mohamad, Presiden Soeharto Beserta Ibu Tien Soeharto dan rombongan, kembali ke Jakarta, mengakhiri kunjungan kerja sama dua hari.

"Pembicaraan pemimpin pemerintah kedua negara itu mempunyai bobot politik dan ekonomi, dan yang dibicarakan tidak saja menyangkut hubungan bilateral, tetapi juga ASEAN," demikian penjelasan yang diberikan Menteri Sekretaris Negara Sudharmono.

Menjawab pertanyaan wartawan tentang isi pembicaraan kedua kepala pemerintahan, dalam perjalanan pulang dari Kuala lumpur ke Jakarta, menurut Menteri, pembicaraan itu memberikan bobot politik yang lebih besar pada hubungan kedua negara.

Menteri juga mengungkapkan, dalam pembicaraan itu, PM Mahathir menjelaskan pula tentang perkembangan politik dalam negeri yang dihadapi Malaysia, khususnya tentang peristiwa yang sering disebut "krisis konstitusi".

Mahathir menyatakan, masalah itu merupakan masalah dalam negeri, dan pihaknya ak:an menyelesaikannya sebaik-baiknya sesuai dengan cara "Melayu", dan ia yakin akan dapat diselesaikan sebaik-baiknya.

Presiden Soeharto menyatakan menyambut baik usaha ditempuh Malaysia itu dan berharap agar dapat diselesaikan demi kepentingan rakyat Malaysia. Atas pertanyaan, apakah dalam pembicaraan itu sampai tingkat Mahathir minta pandangan dari Pak Harto, Menteri Sudharmono mengatakan "tidak". PM Mahathir hanya menjelaskan saja.

Menjawab pertanyaan apakah masalah itu juga dibicarakan dengan Yang Dipertuan Agong, Menteri juga mengatakan tidak, karena kunjungan kepada Yang Dipertuan Agong Rabu petang yang lalu semata-mata kunjungan kehormatan untuk lebih memantapkan persahabatan kedua negara.

Pada waktu itu kunjungan kehormatan itu Presiden dan Ibu Tien Soeharto didampingi PM Mahathir Mohamad dan Nyonya Datin Siti Hasmah di Istana Negara.

Disetujui Raja?

Krisis konstitusi sendiri terjadi karena Yang Dipertuan Agong tidak bersedia mendandatangani RUU tentang amandemen konstitusi yang disetujui oleh Parlemen bulan Agustus yang lalu.

Menurut ketentuan lama, RUU yang disetujui parlemen harus disahkan oleh Yang Dipertuan Agong, tetapi dalam RUU baru menyebutkan RUU yang disetujui parlemen harus disahkan Yang Dipertuan Agong dalam waktu 15 hari, bila tidak RUU tetap dilaksanakan sebagai UU, selain itu amandemen tersebut juga menyatakan memberi kepada Perdana Menteri untuk menyarankan Yang Dipertuan Agong mengumumkan keadaan darurat.

Sementara itu berita terakhir mengatakan Yang Dipertuan Agong bersedia berkompromi untuk menyelesaikan krisis yang berlangsung 4 bulan itu.

Berita itu mengatakan, yang Dipertuan Agong Ahmad Shah telah menandatangani janji menyetujui perubahan konstitusi tetapi berita terperinci tentang itu belum diperoleh.

Wakil Perdana Menteri Musa Hitam merencanakan menyelenggarakan konperensi pers sore kemarin untuk membicarakan berita itu, sementara itu, surat­surat kabar Malaysia paginya telah melaporkan bahwa Raja dan calon penggantinya telah berkompromi "pada prinsipnya" menyetujui perubahan itu.

Kerja sama Ekonomi

Selain masalah politik, kedua kepala pemerintahan itu dalam pembicaraan mencapai kesepakatan-kesepakatan dalam usaha meningkatkan hubungan ekonomi kedua negara.

Indonesia dan Malaysia akan meningkatkan kerja sama bidang industri khususnya bidang otomotif, sehingga tercapai keadaan saling melengkapi.

Misalnya, komponen mesin yang sudah dibikin di Malaysia tidak perlu dibikin di Indonesia, dan sebaliknya, yang diproduksi di Indonesia tidak perlu di buat di Malaysia sehingga tercapai efisiensi yang tinggi. "Pelaksanaan tentang ini akan diteliti lebih lanjut," ucap Menteri.

Selain itu kedua kepala pemerintahan itu sepakat meningkatkan kerja sama dalam forum Organisasi Negara Pengekspor dan Penghasil Timah (ATPC) dengan tujuan lebih menyerasikan hubungan produsen dan konsumen timah dalam forum lTC (Dewan Timah Internasional), dengan demikian produsen timah tidak dirugikan.

Bersama pemerintah Malaysia, juga berhasil dicapai kesepakatan dalam usaha mengendalikan harga minyak melalui pengaturan produksi dan pemasaran.

Kendati Malaysia bukan anggota OPEC, namun mengingat penentuan harga minyak bumi di pasaran internasional tidak hanya ditentukan oleh OPEC, Indonesia selaku anggota OPEC menghimbau negara non-OPEC untuk mengendalikan produksi agar harga minyak di pasaran internasional tidak jatuh, menurut Menteri Malaysia dapat memahami hal itu.

Mengenai perdagangan antar kedua negara Menteri mengatakan bahwa dalam kerja sama ASEAN dikenal perdagangan dengan referensi atau Reference of Trading Arangement, pengertiannya ialah apabila suatu Negara ASEAN kekurangan suatu jenis komoditi, negara lain yang memilikinya terlebih dahulu akan menjualnya.

Karenanya Menteri tidak membantah, apabila dalam Sidang Kabinet terbatas bidang Ekuin yang lalu memutuskan akan mengimpor minyak goreng terlebih dahulu akan membeli dari negara ASEAN yang memikiki komoditi tersebut.

Mengenai pertemuan itu sendiri kedua belah pihak menyatakan sangat bermanfaat, dan di masa mendatang akan ditingkatkan intensitasnya, tidak saja tingkat kepala pemerintahan, tetapi juga tingkat pemerintah dan tingkat teknis.

"Tetapi pertemuan konsultasi antar pemimpin ASEAN itu sudah merupakan konsensus", kata Menteri.

Menjelang keberangkatannya ke Indonesia, Presiden dan lbu Tien Soeharto menemui masyarakat Indonesia di Malaysia. Pada pertemuan yang akrab itu, Presiden sempat menanyakan tentang asal mereka dan pekerjaan mereka di Malaysia.

Mereka mengatakan berasal dari Bawean, Tasikmalaya dan Bandung, diantara mereka ada yang menjadi kontraktor, padagang, dan dosen, selain bekerja untuk mencukupi kebutuhan sendiri, mereka juga sempat menyisakan uangnya untuk keluarga di tanah air.

Sebelumnya dalam suatu acara kekeluargaan, Presiden juga bertemu Menlu Malaysia Tan Sri Ghazali Syafie.

"Bapak Presiden secara pribadi kan mengenal betul Tan Sri Ghazali Syafei," kata Menteri Sudharmono. (RA)

…

Jakarta, Suara Karya

Sumber : SUARA KARYA (16/12/1983)

Dikutip sesuai tulisan dan ejaan aslinya dari buku "Presiden RI Ke II Jenderal Besar HM Soeharto dalam Berita", Buku VII (1983-1984), Jakarta : Antara Pustaka Utama, 2008, hal. 332-334.

Kenapa tidak meninggalkan komentar?

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.