PESAN PRESIDEN PADA PERUSAHAAN DI TANAH AIR : TINGKATKAN CARA KERJA DENGAN SISTEM KONSORSIUM

PESAN PRESIDEN PADA PERUSAHAAN DI TANAH AIR : TINGKATKAN CARA KERJA DENGAN SISTEM KONSORSIUM

Presiden Soeharto minta kepada perusahaan-perusahaan di tanah air supaya lebih meningkatkan lagi cara bekerja dengan sistem konsorsium. Demikian pula kemampuan rancang bangun dan rekayasa (desain dan engineering).

Permintaan tersebut disampaikan Kepala Negara di PT Kodja, Tanjung Priok-Jakarta hari Sabtu ketika meninjau Kapal Keruk Singkep I, sebuah kapal keruk timah pertama milik PT Tambang Timah (Persero) yang berhasil dibuat dalam negeri oleh putra-putra Indonesia.

Pembuatannya pun dilakukan berdasarkan bekerja sama dalam suatu konsorsium antara PT Kodja, PT Dok & Perkapalan Tanjung Priok, PT Pelita Bahari (ketiganya Persero milik negara) dan PT Inecco Wish, sebuah perusahaan swasta.

Dengan bekerja melalui sistem konsorsium, ujar Kepala Negara, maka beban kerja akan menjadi lebih ringan. Dengan meningkatkan rancang bangun dan rekayasa di dalam negeri maka ketergantungan pada teknologi dan ahli dari luar negeri, seperti yang masih banyak dijumpai sampai sekarang, lebih dapat dikurangi dan bahkan pada suatu saat dapat dihilangkan.

Seperti halnya pembangunan Kapal Keruk Singkep I, rancang bangun dan perekayasaannya dilakukan bersama oleh PT Timah dan PT Kodja, yang sekaligus juga melaksanakan konstruksinya.

“Pembentukan konsorsium dalam menangani proyek yang cukup besar ini dan memerlukan teknik produksi tertentu dalam pelaksanaannya, didasarkan atas keyakinan bahwa dengan menghimpun potensi yang dimiliki oleh masing-masing anggota, proyek ini kan dapat diselesaikan dengan baik,” ujar Menteri Perindustrian Ir.Hartarto.

Ia menyebutkan, masih banyak sekali peluang, khususnya di bidang perkapalan, yang bisa dimanfaatkan oleh perusahaan-perusahaan galangan kapal dalam negeri untuk bekerja sama dalam pembangunannya.

“Kebutuhan akan sarana angkutan laut yang terus meningkat merupakan peluang emas yang perlu kita manfaatkan untuk mengembangkan industri perkapalan pada khususnya dan industri permesinan pada umumnya,” ujarnya.

Pasaran dalam negeri

Sebagai gambaran peluang yang perlu diraih tersebut, Hartarto menyebutkan, pada akhir Pelita IV diperkirakan annada kapal niaga nasional, baik untuk pelayaran dalam negeri maupun pelayaran samudera, akan rnencapai 6,4 juta BRT (9,8 juta DWT).

Dari jumlah tersebut diharapkan 3,9 juta BRT (6 juta DWT) atau 60 prosen kebutuhan akan jasa reparasinya dapat diserap oleh perusahaan dok di dalam negeri.

Di samping itu, adanya program peremajaan kapal-kapal yang dibesi tuakan, ditambah dengan pembangunan baru kapal-kapal untuk mernenuhi kenaikan volume angkutan, maka sampai akhir Pelita IV dibutuhkan kapal baru sebanyak 1.575.000 BRT (2,4 juta DWT). Sebanyak 50 prosen dari padanya, yaitu 787.500 BRT (1,2 juta DWT) akan merupakan pasaran galangan kapal di dalam negeri.

Perkiraan ukuran kapal yang akan dibangun di dalam negeri tersebut adalah : sampai 1.000 DWT = 100 persen, 1.001 sampai 5.000 DWT = 75 persen dan 5.001 sampai 15.000 DWT = 50 persen.

Berdasarkan perkiraan ini maka sampai akhir Pelita IV kapal baru yang akan dibangun di dalam negeri diperkirakan berjumlah 189.000 BRT (290.500 DWT).

Mengenai potensi industri galangan kapal dalam negeri sendiri, Ir. Hartarto menyebutkan, dewasa ini terdapat 138 galangan kapal baja yang tersebar antara lain di Medan, Palembang, Jakarta, Cirebon, Tegal, Semarang, Surabaya, Samarinda, Balikpapan, Ujung Pandang, Manado dan Ambon.

Dari jumlah itu, 50 persen berada di pulau Jawa. Sampai saat ini kapal baja yang pernah dibangun sampai ukuran 3.500 DWT, sedangkan kapasitas yang dimiliki telah mampu sampai 8.000 DWT.

Berlainan dengan fasilitas yang dimiliki untuk pembuatan kapal baru, fasilitas dok sudah dimiliki kapasitas yang agak besar, antara lain Pertamina dan PT PAL mempunyai dok apung dan dok gali berkapasitas 20.000 TLC atau 30.000 DWT.

Potensi galangan-galangan kapal tersebut adalah 110.700 BRT/tahun (169.000 DWT/tahun) untuk bangunan baru dan kapasitas dok 113.600 BRT (174.750 DWT) atau 3.200.000 BRT/tahun (4.900.000 DWT/tahun) untuk reparasi.

Kemampuan Rancang Bangun

Mengenai kemampuan rancang bangun dan perekayasaan galangan-­galangan kapal itu sendiri, menurut Hartarto untuk kapal-kapal ukuran sampai 8.000 DWT (5.200 BRT) dari jenis-jenis kapal barang, kapal minyak, kapal tarik dan lain-lain sudah dapat dilaksanakan oleh galangan kapal dalam negeri.

Sedangkan untuk kapal-kapal yang lebih besar masih menggunakan rancangan dari luar negeri, termasuk bantuan teknik dan perancangnya.

Rancang bangun yang pernah dilakukan oleh galangan kapal dalam negeri antara lain, log carrier 8.000 DWT, cutter suction dredger 16″, dok apung 3.000 TLC dan kapal keruk sungai.

Mengingat target Pelita IV untuk kemampuan bangunan baru adalah 15.000 DWT, maka menurut Hartarto di samping kemampuan rancang bangun kapal ditingkatkan secara bertahap hingga dapat mencapai ukuran tersebut, juga akan dikembangkan kemampuan rancang bangun yang berkaitan dengan sektor maritim lainnya.

Galangan-galangan kapal yang besar dalam negeri telah mampu membangun kapal tanker sampai dengan 3.500 DWT, kapal cargo (coaster) sampai 1.000 DWT, kapal tunda, pusher, suplai sampai 4.200 HP, kapal ferry & landing sampai 750 DWT, kapal keruk sampai 12.000 ton, kapal-kapal ikan sampai 1.000 GT, tongkang khusus sampai 500 m3, dok apung sampai 2.000 TLC dan kapal cepat sampai yang berukuran panjang 57 meter.

“Dengan modal pengalaman pengalaman di atas, galangan kapal dalam negeri mampu membuat kapal-kapal yang dibutuhkan dalam Pelita IV,” kata Hartarto.

Kapal Keruk Singkep I

PT Kodja sendiri yang membangun Kapal Keruk Singkep I, menurut Direktur Utamanya Ir. Soeparno Prawiro, didirikan berdasarkan PP nomor 40 Tahun 1964 dengan nama waktu itu “Perusahaan Negara Kodja”.

Galangan kapal ini telah mampu dalam rekayasa dan rancang bangun kapal serta penyediaan suku cadang perlengkapan kapal. Perekayasaan dan rancang bangun meliputi kapal-kapal dan bangunan apung dari baja, fiberglass dan beton ferosemen.

Kapal Keruk Singkep I yang dibangunnya bersama anggota konsorsium lainnya, memiliki panjang 210 m dan tinggi seluruhnya 36 m. Dua pertiga komponennya dibuat sendiri di dalam negeri.

Kalau dibuat di luar negeri, harga Singkep I ini tidak kurang dari Rp 35 juta. Dengan dibuat sendiri di dalam negeri harganya hanya sekitar Rp 25 juta.

Pada hakekatnya Singkep I adalah pabrik terapung untuk mengambil/mengeruk pasir yang mengandung tanah dari dasar laut dan memisahkan biji timah daripadanya mampu mengeruk sampai kedalaman 50 m. Kapasitas bucket (mangkok) 680 liter. Kecepatan keruk 18-36 mangkok per menit.

Diperkirakan dapat memindahkan tanah sejumlah 5,4 juta m3 per tahun. Kekayaan timah di Karimun dan Kundur, tempat Singkep I beroperasi nanti, diperkirakan 2,85 kuintal/1.000 m3, maka dengan pemindahan tanah 5,4 juga m3 per tahun akan dihasilkan timah sebanyak 12.000 kuintal atau sekitar 1.200 ton. Umur Singkep I sendiri di perkirakan sekitar 24 tahun.

Di tengah kelesuan pasaran timah dunia dewasa ini menurut Dirut PT Tambang Timah, Soedjatmiko, pembangunan Singkep I ini tidak akan mubazir dan juga tidak merugi dibandingkan dengan biaya eksploitasinya.

Diakui kalau tahun 1981-82 ekspor timah Indonesia mencapai sampai 30.000 ton per tahun, maka kini ditetapkan hanya 20.000 ton. Tetapi Singkep I tidak akan mubazir dan merugi sebab kapal keruk ini dibangun untuk mengambil alih peranan kapal-kapal keruk PT Timah lainnya yang banyak di antaranya sudah berusia di atas 20 tahun.

Demikian pula timah yang dihasilkan tidak akan terbuang karena sifatnya untuk melengkapi hasil ladang timah lainnya, yang banyak di antaranya sudah menipis karena sudah lama diusahakan.

Di samping itu menurut Soedjatmiko, antara PT Timah dengan PT Krakatau Steel sudah ada kerja sama untuk memproses lebih lanjut timah yang dihasilkan PT Tambang Timah.

Setelah ditinjau Presiden, Kapal Keruk Singkep I dalam bulan Mei ini juga sudah akan ditarik ke Kundur. Dengan kecepatan sekitar 4,8 km per jam menempuh jarak 960 km, diharapkan kapal itu tiba di tujuan dalam tempo 6 hari. (RA)

 

 

Jakarta, Kompas

Sumber : KOMPAS (11/05/1985)

 

Dikutip sesuai tulisan dan ejaan aslinya dari buku “Presiden RI Ke II Jenderal Besar HM Soeharto dalam Berita”, Buku VIII (1985-1986), Jakarta : Antara Pustaka Utama, 2008, hal. 35-39.

Kenapa tidak meninggalkan komentar?

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.