PETUNJUK PRESIDEN KEPADA MENPERIN : TINGKATKAN EKSPOR KE NEGARA-NEGARA ANGGOTA OKI

PETUNJUK PRESIDEN KEPADA MENPERIN :

TINGKATKAN EKSPOR KE NEGARA-NEGARA ANGGOTA OKI

Presiden Soeharto memberikan petunjuk agar forum internasional seperti Organisasi Konperensi Islam yang beranggotakan 45 negara dapat dimanfaatkan untuk meningkatkan ekspor produksi Indonesia.

Kepada negara-negara anggota OKI itu, Indonesia antara lain akan menawarkan penjualan pesawat terbang hasil produksi PT Nurtanio, kata Menteri Perindsutrian Ir. Hartarto selesai melapor kepada Presiden di Bina Graha hari Sabtu.

Ia melaporkan akan berangkat ke Turki untuk memimpin delegasi Indonesia pada pertemuan komite tetap kerja sama Ekonomi OKI yang akan berlangsung tanggal 14 – 15 Nopember 1984 mendatang di Istanbul.

Delegasi Indonesia yang dipimpin Menteri perindustrian beranggotakan pejabat dari Deplu, Departemen Perdagangan, Departemen Keuangan dan PT Nurtanio.

Sidang akan membahas 10 program bidang ekonomi, termasuk diantaranya kerja sama promosi perdagangan, industri dan tehnik. Diantaranya sudah ada rekomendasi bagi usaha patungan seperti yang dibahas dalam sidang terdahulu di Pakistan.

45 negara termasuk tiga negara ASEAN yaitu Indonesia, Malaysia dan Brunei Darussalam akan menghadiri Sidang Komite ini.

Dalam kesempatan itu, Indonesia berusaha sekuat kemampuannya untuk memasarkan hasil industri pesawat PT Nurtanio, melalui pengembangan pemanfaatan forum “trade financing operation” dari Bank Pembangunan Islam (IDB).

IDB yang bermarkas besar di Riyad (Saudi Arabia) dan didirikan tahun 1975 itu oleh para Menteri Keuangan negara-negara anggota OKI dimaksudkan untuk memberikan bantuan dalam proses mencapai kesejahteraan sosial masyarakat negara­negara anggota OKI lewat kerja sama ekonomi, pembangunan, perdagangan dan keuangan.

Bank internasional itujuga berusaha menangani investasi dibidang sosial ekonomi, perbankan, jaminan keuangan bagi proyek-proyek pembangunan negara-negara anggota OKI, promosi perdagangan negara-negara anggota, memberikan latihan dan bimbingan manajemen dan keuangan serta mengirimkan tenaga pelatih yang diperlukan.

Dari berbagai fungsi IDB yang didirikan untuk membantu negara-negara OKI juga dimaksudkan melakukan penelitian dan studi kelayakan di bidang perdagangan, moneter dan kegiatan ekonomi lainnya serta bekerja sama dengan berbagai lembaga keuangan dan moneter internasional lainnya untuk kepentingan negara-negara anggota.

OKI di samping memiliki IDB juga mempunyai berbagai pusat kegiatan ekonomi lainnya seperti : Pusat Kegiatan Statistik, Sosial dan Ekonomi di Ankara, Turki. Pusat Latihan dan Pengembangan Sumber Daya Manusia di Dacca, Bangladesh. Pusat Pengembangan Data dan Teknologi di Jeddah dan Pusat Pengembangan Perdagangan di Casablanca, Maroko.

10 Program

Dalam pada itu Menteti Perindusttian Ir. Hartarto menegaskan sepuluh program akan dibicarakan dalam pertemuan di Istanbul, yaitu : pangan dan pertanian, perdagangan, industri, transportasi, komunikasi dan turisme, keuangan dan moneter, sumber daya manusia, energi, ilmu dan teknologi, kependudukan dan kesehatan serta kerja sama bidang tehnik.

Dalam KTT OKI ke-4 di Casablanca. Sekjen OKI Habbib Chany menyebutkan, 10 program sebagai “plan of action” yang mendukung seluruh program OKI yang membutuhkan dana sebesar 3 milyar dolar AS.

Dalam pertemuan puncak awal tahun ini di Maroko itu, Kerajaan Arab Saudi memberikan kontribusinya sebesar satu milyar dolar AS sedangkan Kuwait sebesar 500 juta dolar AS.

Bantuan itu di tuangkan dalam penambahan modal kerja IDB sebesar 210 juta di mana dari seluruh kekayaan yang demikian lebih dari 2.000 juta dinar.

Dengan dukungan lembaga keuangan yang kuat itu, OKI secara bertahap ingin mengembangkan Pusat Pasaran Dunia Islam di Ankara dan Casablanca.

Khusus pertemuan para Menteri Perindustrian OKI pertama di Islamabad, Pakistan bulan Pebruari 1982 yang lalu, disepakati untuk membuat kerja sama promosi industri dan dibentuk suatu Task Force (Satuan Tugas) OKI yang berusaha melakukan indentifikasi dan temuan bagi proyek-proyek patungan yang memerlukan investasi bagi kemajuan ekonomi dan industri negara-negara anggota OKI.

Kelesuan proyek LIK

Menjawab pertanyaan Menteri Perindustrian Ir. Hartarto membenarkan beberapa Lingkungan Industri Kecil (LIK) seperti di Sidoardjo, Cilacap dan Yogyakarta mengalami kelesuan karena para pengrajin yang memasuki LIK tersebut merasa berat sebab manajemen mereka masih tradisional dan modal yang sangat terbatas.

“Beban mereka akan bertambah berat karena harus membayar ongkos para tenaga kerja, biaya listrik dan lain lain,” ucap Hartarto.

Sehubungan dengan itu LIK akan di konsolidasikan lagi. Dengan demikian mereka yang masuk ke dalam LIK adalah para pengrajin atau industri kecil yang sudah mantap, baik yang terkait dengan industri besar maupun yang sudah siap untuk memasuki pasaran bebas.

Menjawab pertanyaan lainnya, Menteri Hartarto mengatakan bahwa untuk membudayakan para pengrajin itu melalui LIK memerlukan waktu sekitar satu hingga tiga tahun.

Berbicara mengenai program ekspor di sektor industri, Menteri Hartarto menyatakan keyakinannya bahwa sasaran nilai ekspor di tahun 1984 sebesar 3.4 milyar dollar AS dapat tercapai, karena pada semester pertama tahun 1984 realisasinya sudah mencapai 1,6 milyar dollar AS, ini belum termasuk hasil ekspor dari industri kecil.

Mengenai produk barang kerajinan Indonesia, menurut Hartarto, memang hampir memiliki corak yang sama dengan luar negeri seperti Philipina dan Malaysia. Namun demikian produk-produk yang memiliki kualitas baik sudah mampu menembus pasaran ekspor, katanya.

Selanjutnya untuk tahun 1985 dan 1986, telah diprogramkan ekspor di sektor industri masing-masing sebesar 4 milyar dan 4.5 milyar dollar AS. Khusus untuk tahun 1985 perinciannya terdiri dari aneka industri 2.9 milyar dollar AS, industri mesin dan logam dasar 560 juta dollar AS, industri kimia dasar 286 juta dollar AS dan industri kecil sebesar 220 juta dollar AS.

“Saya sengaja tidak menyebabkan komoditi apa saja, karena persaingannya keras sekali. Namun yakin bahwa dengan adanya kerja sama antara aparat pemerintah dengan kalangan dunia usaha, sasaran itu dapat tercapai,” kata Hartarto.

Dikatakan bahwa program ekspor di sektor industri itu disusun bersama oleh Dep. Perindustrian dan Dep. Perdagangan dengan mengikutsertakan para-pengusaha khususnya eksportir dan industriawan.

Menanggapi laporan itu, Presiden Soeharto minta agar ekspor di sektor industri itu terus ditingkatkan, sebab peranan ekspor non migas sangat penting bagi penerimaan negara untuk pembangunan.

Proyek Asahan

Tentang proyek Asahan, Menteri mengatakan, peresmian akan dilakukan oleh Presiden Soeharto tanggal 6 Nopember besok sebagai penyelesaian seluruh proyek tahap pertama.

Presiden sebelumnya pada bulan Januari 1982 telah meresmikan pabrik aluminium Kuala Tanjung sedangkan pengoperasian seluruh PLTA baik di Sigura-gura maupun Tanaga diresmikan oleh Wakil Presiden Umar Wirahadikusumah bulan Juni 1983 yang lalu.

Pabrik peleburan aluminium Kuala Tanjung sebagai bagian dari proyek Asahan dengan produksi keseluruhan 225.000 ton per tahun. Hingga awal Nopember ini, PT. Inalum, suatu perusahaan patungan pemerintah Indonesia-Jepang mengkelola seluruh proyek ini mengekspor hasil produksi 223.000 metrik ton aluminium ke Jepang.

Sedangkan untuk kebutuhan dalam negeri yang diisi oleh PT. Inalum sebesar 31.530 metrik ton.

Di samping PLTA dan pabrik pelabuhan aluminium Kuala Tanjung juga selesai dibangun sarana pelabuhan di Selat Malaka terdiri dari dermaga A, B dan C yang masing-masing dapat disandari oleh kapal berbobot 25.000 DWT dan 16.000 DWT.

Di samping itu juga dibuat jembatan dermaga yang menjorok ke Selat Malaka sepanjang 2.5 km. Juga dibangun perkotaan baru di Tanjung Gading seluas 200 hektar berupa 1.340 unit rumah untuk karyawan yang berkeluarga dan 7 asrama untuk karyawan bujangan, 24 lokal SD, 6 lokal SMP, fasilitas olahraga, fasilitas umum kesehatan, tempat ibadah, pos dan telekomunikasi, pertokoan, tempat rekreasi dan balai kota.

Seluruh proyek ini, baik PLTA Asahan maupun pabrik peleburan aluminium dan fasilitas-fasilitasnya telah ditanamkan investasi sebesar 411 milyar yen. (RA).

Jakarta, Pelita

Sumber : PELITA (05/11/1984)

Dikutip sesuai tulisan dan ejaan aslinya dari buku “Presiden RI Ke II Jenderal Besar HM Soeharto dalam Berita”, Buku VII (1983-1984), Jakarta : Antara Pustaka Utama, 2008, hal. 756-760.

Kenapa tidak meninggalkan komentar?

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.