PIDATO PRESIDEN PADA HARI ABRI
Hari ABRI ke-37 tahun ini telah diperingati oleh seluruh warga angkatan perang kita dengan semarak. Pusat perayaan itu diadakan di Madiun, di lapangan Iswahyudi, dengan Angkatan Udara Republik Indonesia sebagai tuan-rumahnya.
Peringatan tahun ini dilandaskan padu tekad ABRI untuk memperkokoh ketahanan nasional dalam mempertahankan persatuan dan kesatuan bangsa. Isi politik dari tekad ini bukan sesuatu yang mudah untuk dilaksanakan. Akan tetapi ABRI sudah berada pada suatu posisi untuk melaksanakan tekad itu, apapun risikonya.
Dalam pidatonya Presiden Soeharto menggaris bawahi kondisi nasional yang membayangi HUT ABRI tahun ini. Antara lain telah terlaksananya pemilihan umum bulan Mei yang lalu dan telah dilantiknya Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dan Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) yang baru hasil pemilihan tersebut, yang akan merumuskan haluan negara serta pembangunan bangsa dalam lima tahun yang akan datang.
HUT ini juga memberi gambaran tentang keyakinan ABRI akan kemajuan proses kemanunggalan dengan Rakyat, yang menjadi salah satu tujuan utama ABRI.
Presiden mengingatkan lagi akan watak serta orientasi ABRI yang terjalin erat dan merupakan bagian dari sejarah perjuangan rakyat Indonesia, dalam kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia, yang berdasarkan Pancasila. Negara kesatuan Republik Indonesialah yang mendirikan ABRI, kata Presiden.
Dengan pernyataan ini maka di samping bahwa ABRI lahir dari rakyat dan rakyat adalah induk ABRI, telah dilengkapi pula bahwa negaralah yang membidani kelahiran ABRI.
Bagian yang patut dicatat ialah penegasan Presiden bahwa "militerisme, otoriterisme dan totaliterisme" tidak akan terjadi, dapat disingkirkan, jika ABRI bersama seluruh rakyat tanpa kecuali setia sepenuhnya kepada Pancasila.
Kewaspadaan ini harus diresapi oleh kita semua, agar supaya bangsa kita, termasuk ABRI-nya tidak tergoda untuk terseret dalam daya tarik isme-isme yang membahayakan Pancasila dan persatuan bangsa.
Untuk menghindari gejala-gejala tadi, Presiden menekankan agar orientasi pembangunan harus dijadikan proses pengamalan dan pelaksanaan Pancasila.
Kemajuan Pembangunan harus menjamin kian tampaknya wujud Pancasila dalam semua bidang kehidupan masyarakat dan bangsa kita. Ini juga berarti meningkatnya pelaksanaan Demokrasi Pancasila. ABRi juga terlibat dalam pengamalan Pancasila itu.
Untuk mengawal orientasi dan partisipasi tadi, Presiden menunjuk pada Undangundang Pertahanan dan Keamanan yang telah dilahirkan DPR.
UU itu selain menegaskan peranan ABRI sebagai kekuatan pertahanan keamanan dan kekuatan pencegah ancaman dari luar maupun dari dalam, juga merupakan faktor yang harus meningkatkan kemampuan profesionilnya dan mendorong keterlibatan rakyat untuk menunjang pertahanan negara. Ia adalah kekuatan pokok ketahanan nasional.
Selain sebagai stabilisator dan dinamisator, UU itu menegaskan kedudukan ABRI sebagai kekuatan sosial-politik yang bersama kekuatan sosial-politik lainnya mengemban tugas menyukseskan perjuangan bangsa dalam mengisi kemerdekaan.
Presiden melihat bahwa fungsi sosial-politik itu dipercayakan kepada ABRI bukan untuk kepentingan ABRI sendiri tetapi untuk tujuan yang lebih mulia, demi perjuangan bangsa dan kesejahteraan rakyat.
Untuk itu segala faktor yang membatasi, baik secara psikologis maupun secara prosedural, perlu dihindari, malah segala usaha untuk mendorong kreativitas pemikiran, kegiatan dan tanggung jawab rakyat dalam bidang ideologi, politik, ekonomi dan kebudayaan, perlu dipahami oleh ABRI, dan kekuatan sosial politik lainnya.
Kita memandang isi pidato Presiden ini merupakan petunjuk penting yang dapat mempengaruhi dan mengarahkan proses regenerasi dalam tubuh ABRI, memberi landasan dasar bagi regenerasi itu sehingga dapat dilahirkan generasi ABRI yang tetap konsisten dan setia pada Demokrasi Pancasila dan tuntutan-tuntutan poleksosbudmilnya.
Secara keseluruhan pidato ini memberi isyarat bahwa proses peningkatan peranan dan tanggung jawab ABRI dalam kehidupan bangsa sedang dan akan mengalami peningkatan, ABRI mesti siap diri untuk menghadapi segala konsekuensinya. (RA)
…
Madiun, Merdeka
Sumber : MERDEKA (07/10/1982)
—
Dikutip sesuai tulisan dan ejaan aslinya dari buku "Presiden RI Ke II Jenderal Besar HM Soeharto dalam Berita", Buku VI (1981-1982), Jakarta : Antara Pustaka Utama, 2008, hal. 1022-1023.