Prajurit Tidak Boleh Mundur

Solo, September 1998

Kepada

Yth. Bapak H. M. Soeharto

Istana Cendana

Jakarta Pusat

PRAJURIT TIDAK BOLEH MUNDUR [1]

Dengan hormat,

Saya pengagum Bapak sekeluarga. Saya merasa sedih dan prihatin, karena Bapak Lengser Keprabon.

Bapak adalah seorang Jenderal Besar. Seorang Jenderal Beliau berkata mundur itu tidak ada pakemnya, sesuai amanat Jenderal Soedirman. Kira-kira sebagai berikut: Prajurit harus pantang mundur/pantang menyerah; juga si Werkudara/Bima. Waktu Babat Alas Wonomarto, Bimo (Jenderal) matanya dibikin buta oleh jin/setan, Bimo tidak mau mundur/menyerah, lebih baik mati daripada mundur, akhirnya Bimo menang, bisa bikin negara Amarta.

Fitnah, menurut sabda/firman Allah dalam surat Al Baqarah: 191-­217 sebagai berikut: Fitnah, lebih besar dosanya daripada Pembunuh­an. Ayat tersebut pernah diucapkan oleh Jenderal AH Nasution, pada waktu pemakaman Jenderal A. Yani dkk dalam peristiwa G 30 S/PKI.

Fitnah kira-kira keterangannya sebagai berikut: Dandang diuneke kuntul atau burung merpati dibilang burung Gagak atau Kijang dikata­kan Singa. Pokoknya burung yang jinak dikatakan buas. Kijang yang lemah dikatakan buas. Ini seperti Bapak yang sudah mau mundur, masih banyak hujatan-hujatan, mau diadili, akan diusut dan seterusnya.

Menurut Jenderal Soedirman, Prajurit tidak boleh mundur/me­nyerah. Musuh-musuh Bapak harus dilawan/dituntut.

Kalau musuh-musuh Bapak telah terpatahkan. Bapak bisa menjadi Presiden kembali sampai habis masa jabatan thn 2003/sesuai hasil sidang MPR yang lalu. Bapak tidak diberhentikan oleh Sidang MPR, tetapi berhenti atas kehendak sendiri. Banyak tokoh-tokoh Indonesia berkata bahwa pemberhentian Bapak tidak syah. Kalau tidak syah berarti Bapak masih Presiden RI, sebab masa jabatan Bapak belum habis jangka waktunya.

Dalam cerita Karno Tandhing (Baratayudha), Janaka/Harjuna di­hajar oleh Adipati Karno, Janaka dipukuli, ditentang sekuat tenaga, Harjuna tidak mau balas, karena Adipati Karno kepernah Kakak. Untung Sri Kresna datang; beliau mengatakan, bahwa di dalam peperangan tidak ada saudara dan lain-lain. Yang ada adalah musuh, kalau tidak mau membunuh, ya akan dibunuh oleh lawan. Akhirnya Karno mati oleh panah Arjuna. Arjuna menang, karena mengikuti nasehat Batara Kresna. (DTS)

Tukimin Wignyohartono

Solo

[1]       Dikutip langsung dari dalam sebuah buku berjudul “Empati di Tengah Badai: Kumpulan Surat Kepada Pak Harto 21 Mei – 31 Desember 1998”, (Jakarta: Kharisma, 1999), hal 645-646. Surat ini merupakan salah satu dari 1074 surat  yang dikirim masyarakat Indonesia dari berbagai pelosok, bahkan luar negeri, antara tanggal 21 Mei – 31 Desember 1998, yang menyatakan simpati setelah mendengar Pak Harto menyatakan berhenti dari kursi Kepresidenan. Surat-surat tersebut dikumpulkan dan dibukukan oleh Letkol Anton Tabah.

Kenapa tidak meninggalkan komentar?

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.