PRES. SOEHARTO MEMBUKA MUNAS MAJELIS ULAMA MASYARAKAT BERAGAMA DIHARAPKAN KELUAR DARI KESEMPITAN PAHAM MASING2 [1]
Jakarta, Suara Karya
Presiden Soeharto menyatakan bahwa kerukunan dan persatuan nasional merupakan syarat bagi terlaksananya pembangunan, dan hal itu hanya mungkin terwujud kalau kita rukun dan bersatu, baik dalam kelompok sendiri maupun dengan kelompok lainnya dalam keluarga besar bangsa Indonesia. Dalam hal ini diharapkan agar masyarakat beragama dapat keluar dari kesempitan2 paham mereka dan kelompok2 agama mereka yang sempit untuk dapat memperoleh pengalaman yang lebih luas, baik tingkat daerah maupun pusat.
Presiden Soeharto mengemukakan hal itu kemarin di Istana Negara, ketika membuka Musyawarah Nasional I Majelis Ulama Seluruh Indonesia yang berlangsung di Jakarta, mulai kemarin hingga 27 Juli nanti.
Dengan kata lain, demikian kata Presiden, karena kita menjunjung tinggi Sila Ketuhanan Yang Maha Esa, maka kerukunan hidup antara umat beragama bukanlah sekedar semboyan, melainkan harus dan memang dapat kita jadikan kenyataan.
Presiden juga menyambut baik adanya usaha dikalangan umat Islam untuk memperkuat kerukunan dan persatuan yang tampak sekali dari adanya usaha2 untuk menyatukan pendapat dengan ibadah yang selama ini berbeda-beda.
Untuk lebih meningkatkan kerukunan hidup antara umat beragama, menurut Presiden, perlu dibentuk semacam badan konsultasi antar umat beragama sebagai sarana pelaksanaan kerukunan beragama. Dalam badan ini dibicarakan segala sesuatu untuk kepentingan umat beragama di Indonesia.
Diingatkan sekali lagi oleh Presiden Soeharto bahwa kerukunan hidup antar umat beragama yang berbeda-beda bukanlah yang barn bagi umat Islam. Dua ayat AlQur’an yang menerangkan. Tidak ada pekerjaan dalam agama, dan “Bagimu Agamamu dan bagiku agamaku”, membuktikan besarnya ajaran agama Islam dan betapa lapangnya dada agama Islam itu.
“Untuk hal ini, maka benar2 saya harapkan agar supaya kerukunan hidup antara umat beragama dipelihara betul2 ditingkatkan karena kita semua mengetahui bahwa pembangunan mustahil akan tercapai tanpa adanya kerukunan hidup antara umat beragama,” kata Presiden Soeharto.
Masyarakat yang Sosialistis dan Religius
Presiden selanjutnya menegaskan bahwa mengingat kemakmuran dan keadilan sosial yang ingin kita wujudkan serta kehidupan masyarakat Indonesia selalu menghayati bimbingan Keutuhan yang Maha Esa, maka masyarakat Pancasila tidak lain adalah masyarakat yang sosialistis dan religius.
Mengenai Munas I Majelis Ulama tersebut dikatakan bahwa hal ini merupakan sejarah baru bagi kaum Ulama, yaitu sejarah mengenai peranan Ulama yang lebih besar dan lebih terkordinir dalam menggerakkan masyarakat Indonesia yang membangun.
Mengingat Alim Ulama adalah Pemimpin2 yang berada ditengah masyarakat dan yang benar2 memaharni aspirasi dan jiwa rakyat, Presiden mengharapkan agar pada Alim Ulama dapat merasakan tujuan masyarakat yang ingin kita bentuk.
Menurut Presiden Soeharto terdapat berbagai hal penting yang dapat dikerjakan oleh Majelis ini, diantaranya menjadi penterjemah pikiran dan kegiatan pembangunan nasional maupun daerah kepada masyarakat, memberikan bahan pertimbangan mengenai kehidupan beragama kepada pemerintah serta menjadi penghubung antara pemerintah dan ulama.
Presiden mengingatkan bahwa pembangunan bangsa bukan sekedar kewajiban kita sebagai warga negara, tetapi juga kewajiban kita sebagai ummat beragama. Disamping harus disadari akan bahayanya, apabila pembangunan tidak seimbang antara lahiriah dan juga diingatkan akan bahaya yang akan menimpa apabila pembangunan itu gagal.
Hanya Ada Pengurus Tidak Berpolitik
Presiden mengemukakan pula bahwa Majelis Ulama itu harus mencerminkan kegotongroyongan dan persatuan, maka kepengurusan sebaiknya menggambarkan diwakilinya unsur2 dari segenap golongan sedang pejabat2 pemerintah menjadi pelindung dan penasehat.
Dikatakan bahwa Majelis Ulama itu dirasa cukup dengan hanya mempunyai pengurus saja dan tidak perlu memiliki anggota2, sehingga tidak merupakan organisasi baru disamping organisasi2 Islam yang telah ada.
“Yang penting adalah bagaimana menghimpun dan mengarahkan kemampuan2 yang telah ada untuk mempercepat dan memperlancar pembangunan masyarakat bukan untuk mencari anggota” kata Presiden.
Majelis Ulama, demikian Presiden Soeharto, tidak perlu bergerak di bidang politik, karena hal ini telah dicakup oleh 2 Parpol dan 1 Golkar.
Thema Musyawarah
Menteri Agama Mukti Ali dalam laporannya kepada Presiden menyatakan laporannya kepada Presiden menyatakan Munas tersebut bertemakan “Dengan memperkokoh Ketahanan Nasional dan meningkatkan kerukunan hidup beragama, Majelis Ulama mensukseskan pembangunan”.
Musyawarah tersebut diikuti oleh 150 peserta terdiri dari Ulama Daerah dan Pusat, akan memberikan ceramah dalam Munas tersebut a.l Ketua DPR/MPR, Menteri Dalam Negeri, Menhankam Pangab, Menteri Agama, Menteri P&K, Ketua Bappenas serta Menteri Penerangan.
Hadir dalam pembukaan Musyawarah Nasional semua Rektor dan Wakil Rektor IAIN yang baru2 ini mengadakan rapat kerja di Jakarta. Menteri Dalam Negeri Amirmachmud, Ketua MPR/DPR Idham Chalid serta sejumlah pejabat tinggi negara. (DTS)
Sumber: SUARA KARYA (22/07/1975)
[1] Dikutip sesuai tulisan dan ejaan aslinya dari buku “Presiden RI Ke II Jenderal Besar HM Soeharto dalam Berita”, Buku III (1972-1975), Jakarta: Antara Pustaka Utama, 2008, hal. 779-781.