PRESIDEN AJAK PENERIMAAN PANCASILA SECARA UTUH

PRESIDEN AJAK PENERIMAAN PANCASILA SECARA UTUH

 

 

Presiden Soeharto mengharapkan agar para rohaniawan dan alim ulama ikut berperan serta aktif dalam mengajak warga negara, perorangan dan keluarga-keluarga menerima Pancasila secara utuh, tidak hanya sepotong­sepotong atas hanya sila-sila tertentu saja.

Harapan Kepala Negara disampaikan ketika menerima secara terpisah Majelis Pekerja Harian Persekutuan Gereja-gereja di Indonesia (PGI) dan Majelis Agama Hindu Parisada Hindu Dharma Pusat di Bina Graha Selasa kemarin.

Ketua Umum MPH PGI Dr. S.A.E. Nababan mengatakan, ia memimpin rombongan PGI untuk memperkenalkan diri setelah terpilih dalam sinode raya PGI tahun lalu, sekaligus menyampaikan ucapan selamat tahun baru.

Menurut Nababan, Presiden Soeharto juga minta agar PGI bersama ummat lainnya lebih giat berperan serta mensukseskan pembangunan nasional.

Atas pertanyaan Nababan mengatakan, sudah tidak ada lagi masalah dalam PGI tentang penerimaan asas tunggal Pancasila. PGI dalam sinode raya (Kongres) tahun lalu telah mencantumkan Pancasila sebagai satu-satunya asas dalam AD/ART PGI dengan berbunyi :

“PGI menerima Pancasila sebagai satu-satunya asas bermasyarakat, berbangsa dan bernegara”.

Untuk itu yang penting, kata Nababan yang doktor tehnologi itu, agar PGI menekankan kepada jemaatnya secara perorangan dan keluarga agar melaksanakan, menghayati, mengamalkan Pancasila secara utuh.

Di tempat yang sama Ketua-I Parisada Hindu Dharma Pusat, I Bagus O. Puniaatmadja secara terpisah mengungkapkan, mereka akan menyelenggarakan Kongres (Mahasaba) tanggal 23 Pebruari di Denpasar, Bali.

Kongres yang diharapkan akan dibuka Presiden Soeharto itu akan menetapkan Pancasila sebagai satu-satunya asas dalam AD/ART dalam organisasi yang beranggotakan 5,9 juta jiwa itu.

Dikatakan angka yang dicantumkan Sensus Nasional terlalu kecil karena menyebutkan hanya dibawah 3 juta jiwa. Sedangkan di Bali sendiri terdapat 2,9 juta jiwa selain itu di Kalimantan, Jawa, Tanah Karo dan pulau Kai, Toraja dan sebagainya.

Ditanya tentang kebutuhan ummat beragama atas pelayanan dari rumah ke rumah oleh para ulama agama masing-masing, pihak Parisadha Hindu Dharma mengatakan, kesulitan dana menyebabkan tidak terlaksananya hal itu.

Di samping itu juga dikuatirkan kehadiran mereka di rumah-rumah di salah artikan, apalagi kalau sang suami tidak berada di rumah.

“Oleh karena itu ulama Hindu Dharma lebih banyak melakukan pelayanan keagamaan di pura atau di desa-desa secara massal”, tambahnya. (RA).

 

 

Jakarta, Pelita

Sumber : PELITA (15/01/1986)

 

Dikutip sesuai tulisan dan ejaan aslinya dari buku “Presiden RI Ke II Jenderal Besar HM Soeharto dalam Berita”, Buku VIII (1985-1986), Jakarta : Antara Pustaka Utama, 2008, hal. 374-375.

Kenapa tidak meninggalkan komentar?

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.