PRESIDEN BANTAH ADA ISTANA MEGAH DI PETERNAKAN TAPOS
Presiden Soeharto membantah isyu-isyu, perkiraan-perkiraan yang berlebih-lebihan, seolah-olah di peternakan Tapos ada istana yang megah, ada lapangan golf, ada kolam renang, ada heli pad (lapangan pendaratan helikopter) dan sebagainya.
“Nanti saudara-saudara boleh melihat, rnencari-cari ada tidaknya daripada semuanya itu”.
Hal itu dikatakan Kepala Negara ketika menerima peserta rapat kerja Gubernur seluruh Indonesia Minggu pagi di Tapos, Ciawi, Kabupaten Bogor, Jawa Barat.
Yang jelas, kata Presiden dengan santai, yang ada adalah kandang-kandang sapi dengan sapinya, ada kandang yang di buat dari besi-besi tua yang sudah tidak terpakai lagi yang kemudian dikumpul-kumpulkan menjadi kandang.
Jadi memanfaatkan barang yang sudah tidak bernilai lagi sebagai bangunan, tapi bisa kita gunakan untuk membangun kandang yang cukup memadai.
Yang kedua, tentunya juga hewan-hewan dan ternak-ternak yang ada. Setidak-tidaknya di-tempat ini saudara pun akan melihat sesuatu yang lain, daripada keadaan-keadaan yang belum pernah dilihat.
Karena, kata Kepala Negara sambil tersenyum, menurut catatan saya baru dua gubernur yang datang kemari, yakni Gubernur Sumatera Barat dan Gubernur Jawa Barat.
“Saya kira dengan menyaksikan dari dekat dengan mata kepala sendiri, nanti akan bisa mengerti apa sebenarnya yang ada di Tapos ini,” kata Kepala Negara.
Dalam pengarahannya tanpa teks dihadapan para peserta raker gubernur, Presiden mengatakan dengan segala keadaannya dan karena binatang, tentu ada yang paling mudah dikenal tentunya bau daripada kotorannya.
“Inilah barang kali bagi saya, bau kotoran ini yang membuat saya santai” katanya yang disambut gelak tawa para gubernur.
Seni-nya tidak ada Menurut Presiden Soeharto, daerah ini sebetulnya merupakan bekas perkebunan yang terlantar. Dengan ijin dari gubernur Jawa Barat (waktu itu Solihin GP), kemudian juga persetujuan dari Agraria, dipergunakanlah untuk peternakan.
Dulunya juga Tapos ini merupakan bekas kebun kina pada waktu jaman Belanda dan kemudian pada waktu jaman Republik tidak terurus.
Presiden menjelaskan sebenarnya status dari tanah Tapos adalah hak guna usaha. Siapapun sebenarnya boleh dan bisa memperolah hak guna usaha tanah untuk dimanfaatkan dalam pembangunan ini kata Kepala Negara menambahkan.
Presiden Soeharto yang didampingi Mensesneg Sudharmono dan Mendagri Soepardjo Rustam menjelaskan lagi bahwa kalau dilihat dari keadaan tanahnya sebetulnya tidak ideal untuk dijadikan pusat peternakan. Karena tanahnya dibagi-bagi oleh jurang-jurang yang dalam sampai 75 meter. Sehingga sebenarnya tidak baik untuk dikerjakan.
“Tapi justru saya memilih tempat yang tidak baik ini, sebab kalau memilih tempat yang baik seni-nya tidak ada”.
Presiden sambil ketawa mengatakan, kalau memilih tanah yang baik isyunya tentu akan berlebih-lebihan. “Memilih tempat yang kurang baik saja, sudah ada isyunya. Tapi ini saya buktikan, justru tempat yang kurang baik kalau diusahakan bisa akan memenuhi sasaran,” kata Presiden.
Maksud daripada membangun peternakan di Tapos ini, pertama-tama bagi saya sendiri pribadi dan anak-anak untuk belajar mempraktekkan teori yang kita ketahui mengenai petemakan.
Kedua, juga sekaligus untuk mengadakan penelitian macam-macam ternak yang ada di Indonesia, agar supaya dengan hasil penelitian itu bisa disumbangsihkan kepada masyarakat dalam mengembangkan peternakan.
Ketiga, bagi saya sendiri sekaligus merupakan rekreasi yang murah tanpa pergi kemana-mana tapi rekreasi yang sekaligus memperoleh manfaat dari pada peternakan.
Oleh sebab itu kata Kepala Negara yang dikembangkan disini adalah ternak-ternak yang memang dipelihara oleh rakyat kita dan oleh petani-petani kita, baik ternak sapi perah, sapi potong, domba maupun kambing.
Sedangkan maksud dan tujuannya kata Presiden Soeharto adalah untuk memperoleh bibit unggul yang baik, dan turut serta memperbaiki mutu ternak.
Mengesankan
Dengan panjang lebar, Kepala Negara menjelaskan cara-cara peternakan yang diusahakan di peternakan Tapos. Hasilnya sangat mengesankan terutama dilihat dari segi kelahiran. Kalau domba lokal lahir hanya dua setengah kilo, tapi kalau hasil silangan bisa mencapai 5 kg, ujar Presiden.
Disebutkan, kalau domba kita untuk mencapai berat 40 kg menunggu sampai 3 tahun, tapi kalau hasil silangan umur satu setengah tahun sudah mencapai 30-40 kg yang berarti memang waktu dalam rangka penyediaan daging.
Menurut Presiden hasil dari Tapos sudah dikirimkan ke daerah-daerah al. ke Yogya, Wonosari dan Banjarnegara masing-masing 500 ekor. Pengiriman domba-domba itu adalah untuk disilangkan dengan domba-domba lokal.
Sedang dalam pelaksanaan adalah pengiriman domba ke Tuban juga sebanyak 500 ekor, sehingga kita nanti akan melihat hasil daripada silangan di daerah-daerah tsb.
Masalah peternakan dengan sendirinya tidak terlepas dari makanan ternak, karena makanan ternak ini juga dilakukan penelitian. (RA)
…
Jakarta, Sinar Harapan
Sumber : SINAR HARAPAN (11/03/1985)
—
Dikutip sesuai tulisan dan ejaan aslinya dari buku “Presiden RI Ke II Jenderal Besar HM Soeharto dalam Berita”, Buku VIII (1985-1986), Jakarta : Antara Pustaka Utama, 2008, hal. 129-131.