PRESIDEN :
PERHATIKAN PERTUMBUHAN KUD AGAR BENAR-BENAR BERMANFAAT
PARA GUBERNUR MENINJAU PETERNAKAN TAPOS
Presiden Soeharto mengajak para Gubernur seluruh Indonesia untuk lebih meningkatkan usaha mengangkat mereka yang hidup di bawah garis kemiskinan, terutama para petani yang memiliki lahan pertanian sempit, kurang dari 0,25 Ha.
Ajakan Presiden itu disampaikan di tempat peternakan Tapos, Bogor Minggu siang kemarin dalam tatap muka yang berlangsung santai dengan para
Gubernur yang sedang mengadakan rapat terbatas, membahas persiapan pelaksanaan pembangunan menyongsong tahun II Repelita IV dan tahun APBN 1985/1986.
Presiden memulai pembicaraan dengan menjelaskan riwayat pengelolaan peternakan Tapos, sebagai tempat rekreasi sekaligus hobby yang bermanfaat, upaya peningkatan usaha peternakan bagi para petani, sampai pembahasan bagaimana meningkatkan mereka yang kini hidup di bawah garis kemiskinan.
Usaha yang telah dilakukan melalui Repelita memang telah menunjukkan hasil yang sangat besar, tetapi jumlah mereka yang masih berada di bawah garis kemiskinan dan memerlukan uluran tangan masih tetap besar dan menjadi tantangan untuk diatasi dan harus dijawab dengan kerja keras.
KUD merupakan gerakan yang dapat diupayakan untuk menolong mereka, karenanya para Gubernur harus benar-benar memperhatikan pertumbuhan KUD agar benar-benar bermanfaat dan dapat menolong para petani, khususnya yang berada dalam keadaan lemah.
Sebagaimana pernah diungkapkan, Presiden mengemukakan, menurut Sensus BPS (Biro Pusat Statistik) tahun 1980 tercatat 17,5 juta KK petani, diantaranya 6,5 juta KK memiliki lahan 0,5 ha ke atas, selebihnya 11 juta memiliki lahan 0,5 ha ke bawah, bahkan 6 juta di antaranya memiliki 0,25 Ha ke bawah.
Dengan usaha apapun, bahkan dengan peningkatan hasil-hasil kali lipat, tetapi bila lahan yang dimiliki terlalu sempit tetap sulit meningkatkan kesejahteraan para petani kecil itu. Maka setelah diusahakan transmigrasi dengan sasaran minimal para petani mencapai pemilikan tanah minimal 0,5 Ha, diharapkan dapat mengangkat mereka yang berada di bawah garis kemiskinan.
Berdasarkan sensus kemudian, tahun 1983, terdapat peningkatan berarti. Jumlah petani 18,75 juta, di antaranya mereka yang memiliki lahan 0,5 Ha keatas 10 juta KK, sedang 8,75 juta memiliki lahan 0,5 Ha ke bawah.
“Sudah ada peningkatan, tetapi mereka yang memiliki areal sempit tetap masih besar,” ucap Presiden.
Ditekankannya, usaha kita memang telah menunjukkan hasil yakni produksi beras 25,5 juta ton, tetapi gambaran rakyat kita masih banyak yang hidup dalam suasana miskin, bahkan di bawah garis kemiskinan.
Menurut Kepala Negara, dengan lahan 0,25 ha, para petani dapat hidup di atas garis kemiskinan apabila berhasil meningkatkan produksi a.l. melalui Insus atau Panca Usaha, yakni dapat mencapai 4 ton gabah setahun.
Apabila 1 ton untuk biaya pertanian, ia memiliki 3 ton, dengan rendemen 70%. Ia akan menghasilkan 2.100 kg beras. Menurut ukuran garis kemiskinan, minimal satu orang mengkonsumsi ekivalen beras 320 kg per tahun, maka penghasilan petani itu cukup untuk 6,5 orang.
Karenanya apabila KB berhasil, petani tersebut berhasil diangkat dari garis kemiskinan, tetapi apabila KB gagal, keluarga petani itu tetap di bawah garis kemiskinan. Tetapi apabila mereka minimal memiliki lahan 0,5 Ha, akan aman dari garis kemiskinan.
Untuk itu usaha transmigrasi tetap digalakkan, baik transmigrasi umum, PIR (Perkebunan Inti rakyat) ataupun bentuk lain.
KUD juga diharapkan lebih berperanan meningkatkan kesejahteraan kaum petani. Presiden menyatakan, menitipkan pembinaan KUD kepada para Gubernur, karena apabila; dikelola dengan baik, KUD akan sangat bermanfaat bagi kaum tani. Tetapi Presiden juga melihat banyak KUD yang keadaannya jauh dari yang diharapkan.
“KUD ini juga harus disukseskan “bukan semata mata karena amanat UUD 1945, tetapi terutama karena petani memang sangat membutuhkan pertolongan,” demikian Kepala Negara.
Isyu Tidak Benar
Mengungkapkan riwayat peternakan Tapos, Presiden terlebih dahulu menceritakan, mendengar isyu seolah-olah di Tapos terdapat istana megah, ada “golf court”, ada kolam renang bahkan ada “heli pad” nya. “Saudara-saudara Gubernur dapat membuktikan dan dapat mencari apakah semua itu ada atau tidak”, ucap Presiden.
Dikatakannya, tanah peternakan itu didapatkan dari Gubernur Jawa Barat, waktu itu Soliehin G.P dengan status Hak guna Usaha atas bekas perkebunan yang terlantar dan dalam kondisi lahan yang rusak karena tanaman sereh.
Lahannya pun tidak, ideal bergunung-gunung dan tidak subur. “Justru lahan itu yang kita pilih, karena kalau subur, tidak ada seninya dan mungkin isyunya lebih hebat lagi,” kata Presiden.
Ditegaskannya, peternakan itu dimaksudkan untuk sejenak berekreasi, sebagai variasi kesibukan sehari-hari di Jakarta, sekaligus untuk hobi dan belajar mempraktekkan teori, tetapi sekaligus bermanfaat bagi masyarakat luas.
“Saya bisa santai di sini, tetapi ini santai ukuran saya yaitu setelah mencium bau hewan-hewan di kandang-kandang”, ungkap Presiden yang disambut “gelak ketawa para Gubernur.
Diungkapkannya, hasil pengembangan ternak berupa bibit unggul baik sapi daging, sapi perah maupun domba telah disebar ke berbagai daerah.
Di kompleks itu juga diadakan percontohan, pembudidayaan makanan ternak, antara lain dengan sistem fermentasi atau peragian. Dengan sistem itu 55% makanan ternak dimakan berbeda dengan rumput yang belum diproses, yakni hanya 60%. Selain itu dicoba pula pemanfaatan kotoran sapi untuk biogas.
Dalam tatap muka yang berlanjut dengan peninjauan keliling serta ditutup dengan santap siang, Presiden didampingi Mendagri Soepardjo Rustam dan Mensesneg Sudharmono SH. (RA)
…
Jakarta, Suara Karya
Sumber : SUARA KARYA (11/03/1985)
—
Dikutip sesuai tulisan dan ejaan aslinya dari buku “Presiden RI Ke II Jenderal Besar HM Soeharto dalam Berita”, Buku VIII (1985-1986), Jakarta : Antara Pustaka Utama, 2008, hal. 126-129.