PRESIDEN BERI NAMA “PERKASA” UNTUK MESIN TENUN BUATAN INDONESIA

PRESIDEN BERI NAMA “PERKASA” UNTUK MESIN TENUN BUATAN INDONESIA

 

 

Jakarta, Antara

Dalam kesempatan meresmikan 192 pabrik tekstil dan produk tekstil yang tersebar di enam propinsi, Presiden Soeharto hari Selasa memberi nama “Perkasa” bagi mesin tenun buatan PT. Texmaco Perkasa Engineering, Kendal (Jawa Tengah).

Mesin yang kualitasnya memadai namun harganya jauh lebih murah ketimbang mesin sejenis eks impor itu sudah seratus unit dipakai pada pabrik tekstil PT Bima Perdana Busana di Kawasan Berikat Nusantara Jakarta, tempat peresmian 192 pabrik itu dipusatkan.

“Saya beri nama mesin tekstil ini Perkasa, mencerminkan mesin yang dapat diandalkan dan dibuat bangsa kita sendiri,” kata Kepala Negara dalam upacara yang dihadiri sejumlah menteri kabinet dan tokoh pengusaha industri tekstil.

Seraya mengucapkan selamat kepada perusahaan yang sudah mampu menghasilkan mesin tenun yang mutunya tak kalah dibanding mesin sejenis dari luar negeri, Presiden menekankan agar usaha-usaha seperti itu terus didorong.

“Melalui penguasaan teknologi, candang bangun dan perekayasaan, kita akan mampu membuat peralatan industri tekstil secara luas. Kebijaksanaan ini juga kita lakukan pada industri lain,” demikian katanya.

Menteri Perindustrian Hartarto menyebutkan, usaha tersebut memang akan dimantapkan dalam Pelita V (1989/90 sampai 1994/95), dalam upaya penghematan devisa serta mendorong ekspor non-rnigas. “Karena industri permesinan ini daya saingnya sangat kuat,” ujar menteri.

 

Kawasan Berikat Nusantara

Sebelum meresmikan industri tekstil itu, Presiden dan Ny.Tien Soeharto sempat singgah di kantor PT. Kawasan Berikat Nusantara, suatu persero di lingkungan Departemen Perdagangan yang mengelola kawasan industri khusus itu.

Dalam kesempatan itu Presiden memperoleh penjelasan tentang kawasan tersebut dari Menteri Perdagangan Arifin Siregar yang didampingi direktur utama persero tersebut Drs. Asari Darus.

Kawasan Berikat Nusantara (KBN) di Cakung yang memiliki areal 173 ha itu berfungsi sebagai tempat penimbunan (bonded-warehousing) dan pengolahan barang (processing zone) dengan tujuan utama pemasaran ke luar negeri.

Berbeda dengan kawasan industri biasa, KBN memiliki perlakuan khusus di bidang pabean dan investasi. Misalnya, bahan baku yang masuk ke KBN untuk diproses kemudian diekspor, dibebaskan dari bea-masuk.

Investor yang ingin mendirikan pabrik di KBN juga cukup berurusan dengan PT. KBN, tanpa harus berhubungan dengan instansi lain di luar kawasan. Berbagai kemudahan juga telah tersedia termasuk listrik, air, perbankan, telkom, penyediaan tenaga kerja dan perbengkelan.

PT. KBN yang dibentuk tahun 1986 memiliki dua kawasan, yaitu di Cakung 173 ha dan di Tanjung Priok sepuluh hektar. Persero itu membangun 50 gedung berbagai ukuran yang dapat berfungsi sebagai lokasi pabrik bagi para investor.

Kini di KBN terdapat 43 perusahaan yang sudah beroperasi, 12 perusahaan dalam tahap renovasi atau membangun dan 28 lainnya dalam proses kontrak dengan PT. KBN.

Kawasan yang dibangun pemerintah dengan investasi Rp 32 miliar itu kini telah menyerap investasi swasta sekitar Rp 200 miliar.

Nilai total ekspor yang berasal dari KBN dalam tahun 1988 tercatat Rp 191 miliar atau naik 105 persen dari ekspor tahun sebelumnya.

Dalam pemakaian produksi dalam negeri juga meningkat. Kalau tahun 1987 hanya 19 persen dari total bahan baku yang diimpor, maka tahun berikutnya mencapai 86 persen.

Sebagian produk yang diproses dan diekspor dalam kawasan itu adalah pakaian jadi (garment). Komoditi lain adalah payung, meubel, sepatu, ubin lantai vinyl, sarung tangan dan chopstick.

Tenaga kerja yang kini terserap di KBN tercatat 26.879 orang dan apabila seluruh investor di KBN sudah beroperasi maka jumlah itu akan mencapai sekitar 50.000 orang.

Hasil usaha PT. KBN dalam tahun 1988 berjumlah Rp 1,7 miliar, naik melonjak dibanding dengan hasil tahun sebelumnya yang hanya Rp 93 juta.

 

 

Sumber : ANTARA (21/03/1989)

Dikutip sesuai tulisan dan ejaan aslinya dari buku “Presiden RI Ke II Jenderal Besar HM Soeharto dalam Berita”, Buku XI (1989), Jakarta : Antara Pustaka Utama, 2008, hal. 400-401.

 

 

 

Kenapa tidak meninggalkan komentar?

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.