Presiden Dimuka Kongres PWI: TAK ADA KE-RAGU2AN MENGENAI PERLUNYA HAK BERBEDA PENDAPAT

Presiden Dimuka Kongres PWI:

TAK ADA KE-RAGU2AN MENGENAI PERLUNYA HAK BERBEDA PENDAPAT [1]

 

Jakarta, Kompas

Presiden Soeharto menyatakan Kamis kemarin dalam Kongres PWI ke XV di Tretes, Jawa Timur, bahwa tak ada ke-ragu2an mengenai perlunya pengakuan terhadap hak untuk berbeda pendapat. Karena hal itu mencerminkan watak demokratis.

Sambutan tertulis Kepala Negara itu dibacakan oleh Menteri Penerangan Mashuri SH dihadapan 73 peserta Kongres dari 20 cabang, 8 perwakilan, PP PWI dan Dewan Kehormatan. Hadir dalam upacara pembukaan Kongres ini, Gubernur Jawa Timur Moh. Noer dan para pejabat setempat.

Kepala Negara selanjutnya juga menyatakan, bahwa hak berbeda pendapat juga dapat merupakan koreksi terhadap sesuatu yang perlu kita luruskan, dapat merupakan pelengkap terhadap sesuatu yang perlu, tapi tak terlihat sebelumnya.

Tapi juga tidak ada ke-ragu2an-demikian tambahnya-bahwa hak berbeda pendapat harus bertolak dari hasrat murni untuk memperbaiki yang perlu diperbaiki dan harus didukung oleh kenyataan, harus didasarkan atas hal2 yang obyektip.

Bukan sebaliknya secara subyektif menurut sekehendak sendiri. Untuk pertumbuhan demokrasi dan stabilisasi, maka masyarakat-pun berhak untuk menerima gagasan2 yang lebih baik, untuk mendapatkan kenyataan yang benar dan wajar.

Segi Tanggung Jawab Menjadi Lebih Penting

Pada awal sambutannya, Kepala Negara juga menyatakan, bahwa tak diragukan lagi betapa besar peranan wartawan dan pers pada umumnya terhadap perkembangan masyarakat. Dengan merekam dan menyiarkan suatu keadaan secara tepat, ini telah berarti tibanya salah satu sumber informasi yang penting. Walaupun kebenaran dan ketepatan suatu berita masih seringkali harus diteliti kembali.

Perasaan penuh harapan atau ragu2, perasaan duka atau gembira, perasaan gelisah atau tenteram, membenarkan atau menolak dikalangan masyarakat, acapkali juga banyak ditentukan oleh cara dan warna pemberitaan atau ulasan pers.

Dan semuanya itu berpangkal pada sikap dasar, ketelitian merekam keadaan, tehnik menulis berita dan ketekunan mereka yang dinamakan wartawan.

Segi tanggung jawab ini, menurut Presiden, menjadi makin penting, karena kehidupan pers sekarang telah sampai pada perkembangan menjadi kegiatan perusahaan, yang mau tak mau unsur2 untung rugi ditinjau dari sudut perusahaan menyelinap ke dalam pemilihan dan arah pemberitaan. Yang penting adalah kemampuan untuk mengembangkan sikap dasar agar perhitungan untung rugi itu tidak mendesak mundur segi tanggungjawab.

Tanggungjawab itu menurut Kepala Negara memperoleh bobot makin berat dalam usaha besar kita bersama untuk melanjutkan pembangunan bangsa dan negara ini.

Dalam rangka ini sangat penting artinya kemampuan kita bersama untuk mengembangkan dialog yang luas melalui komunikasi dua arah yang bebas, jujur, terbuka dan bertanggungjawab. Dialog yang demikian akan melahirkan kreativitas, yang akan melahirkan gagasan2 baru dan pandangan2 baru yang segar.

Peranan wartawan dan pers sangat besar dalam mengembangkan dialog itu. Pers merupakan salah satu jalur yang akan menjembatani dialog tadi. Demikian antara lain sambutan tertulis Presiden. (DTS)

Sumber: KOMPAS (30/11/1973)

 

[1] Dikutip sesuai tulisan dan ejaan aslinya dari buku “Presiden RI Ke II Jenderal Besar HM Soeharto dalam Berita”, Buku III (1972-1975), Jakarta: Antara Pustaka Utama, 2008, hal. 273-274.

Kenapa tidak meninggalkan komentar?

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.