PRESIDEN: JAJARAN PEMERINTAH HARUS PAHAMI ASPIRASI MASYARAKAT

PRESIDEN: JAJARAN PEMERINTAH HARUS PAHAMI ASPIRASI MASYARAKAT

 

 

Jakarta, Suara Karya

Presiden Soeharto mengatakan, seluruh lulusan Sekolah Tinggi Pemerintahan Dalam Negeri (STPDN) harus mampu melayani masyarakat dengan sebaik-baiknya apalagi bangsa Indonesia di masa mendatang akan semakin maju, kritis dan makin luas cakrawala pemikirannya.

“Karena itu wajar, jika kita harus mempersiapkan kader pemerintahan secara sungguh-sungguh,” kata Presiden di Jatinangor, Sumedang Senin saat meresmikan kampus STPDN. Kampus yang disebut Kesatriaan ini luasnya 70 hektar dari luas tanah 287 hektar.

Selain meresmikan kampus STPDN, kepala Negara yang didampingi Ibu Tien Soeharto dan Mendagri Rudini, juga mewisuda 487 lulusan pertama STPDN. STPDN yang memiliki 1.932 mahasiswa merupakan peleburan dari 20 APDN yang tersebar di seluruh Indonesia.

Pada acara ini kepala negara menyerahkan penghargaan “Astabarata” kepada Djauhari Alam yang merupakan lulusan terbaik STPDN.

Menurut Kepala Negara, berdasarkan Undang-Undang Dasar di pundak Presiden terletak tanggung jawab tertinggi baik buruknya penyelenggaraan pemerintahan itu. Dalam melaksanakan tugas ini, Presiden memerlukan tenaga-tenaga pelaksana pemerintah di lapangan dengan kemampuan dan keahlian yang tinggi. Tugas ini bertambah rumit lagi karena dewasa ini dunia sedang memasuki era globalisasi yang membawa masalah-masalah baru yang mendasar.

Jajaran pemerintahan itu sehari-hari bergulat dengan demikian banyak masalah pemerintahan dan kemasyarakatan serta harus membuat keputusan dan memecahkan masalah yang timbul secara beruntun. “Karena itu, jajaran pemerintahan harus memahami aspirasi dan kepentingan masyarakat yang dilayaninya,” kata Presiden.

Dalam dasawarsa-dasawarsa mendatang, kata Kepala Negara lebih Ianjut, para lulusan STPDN akan melayani masyarakat bangsa Indonesia yang makin maju, makin kritis dan makin luas cakrawala pemikirannya.

Diingatkan, para lulusan STPDN paling tidak harus memiliki kualifikasi yang sama dengan kader-kadar perwira ABRI, para manager profesional atapun kader-kader kepemimpinan lainnya dalam masyarakat. Dalam pengembangan karimya di masa mendatang lulusan STPDN selain mempunyai kemampuan di bidang pemerintahan, juga harus memiliki kemampuan kewilayahan.

“Karena faktor sejarah maupun faktor sosial budaya serta kondisi di daerah amat beraneka ragam, maka para lulusan STPDN perlu memahami latar belakang sejarah serta sistem nilai kebudayaan daerah yang amat luas ini,” kata Presiden.

Presiden menyatakan, tugas pemerintahan di lapangan jelas tidak dapat diemban oleh para lulusan STPDN saja. Besar manfaatnya jika dalam berbagai kesempatan para kader muda kepemimpinan dalam berbagai bidang lainnya, baik sipil maupun militer, baik instansi pemerintahan maupun organisasi kemasyarakatan, dapat belajar bersama mengenai masalah-masalah kewilayahan.

Menurut Presiden, telah lama terasa perlunya menyatukan lembaga pendidikan Pemerintahan Dalam Negeri yang tersebar di berbagai propinsi. Dengan menyatunya lembaga pendidikan ini, maka sumber sumber daya yang tersedia dan yang masih terbatas akan dapat dimanfaatkan secara efektif dan efisien.

Selain itu, dengan memusatkan pendidikan di satu tempat, kepada para calon pemimpin pemerintahan juga dapat ditanamkan, dipelihara dan dikembangkan semangat kebangsaan, persatuan dan kesatuan.

“Dari kawah candradirnuka kepemimpinan masa depan inilah kita harapkan timbul gelombang-gelombang lapisan kepemimpinan nasional kita, yang secara berdisiplin membawa bangsa Indonesia yang besar ini mencapai cita-citanya dalam era kebangkitan nasional kedua mendatang,” kata Kepala Negara.

 

Wajib Militer

Menteri Dalam Negeri Rudini dalam laporannya menyatakan, pengintegrasian 20 APDN dalam satu tempat pendidikan ini juga dengan maksud untuk lebih memudahkan pembinaan dan pengendalian pendidikan kader pemerintahan yang sebelumnya suiit dicapai.

Pendidikan STPDN yang bersifat nasional ini memiliki beberapa karakteristik, antara lain bertugas pokok menyiapkan tenaga kader pimpinan pemerintahan yang bersifat generalis. Sebelum ditugaskan dalam jajaran Departemen Dalam Negeri, para lulusan STPDN terlebih dahulu ditugaskan sebagai Wamil (Wajib Militer) selama 2 bulan, untuk memantapkan kepemimpinan dan kedisiplinannya.

Penugasan sebagai Wamil ini khusus untuk tugas-tugas sebagai pelaksana tentorial di seluruh Indonesia. Selanjutnya, di awal karir sebagai pamong praja, para alumni STPDN akan ditempatkan sebagai Kepala Kelurahan.

Kampus (ksatrian) STPDN Jatinangor didirikan di atas tanah 287 hektar, 70 hektar diantaranya digunakan untuk prasarana fisik berupa gedung perkantoran, perkuliahan, laboratorium, ruang pertemuan, asrama serta fasilitas olahraga. Sedang 220 hektar lainnya digunakan areal praktek lapangan dalam bidang pertanian, petemakan dan latihan kerja lainnya. Asrama mahasiswa STPDN mampu menampung sekitar 3000 praja pria, termasuk 300 praja putri.

Usai meresmikan Kampus STPDN, Presiden dan Ibu Tien serta para gubernur se-Indonesia yang hadir pada acara tersebut melakukan peninjauan keliling kampus yang megah itu.

 

 

Sumber : SUARA KARYA (25/08/1992)

Dikutip sesuai tulisan dan ejaan aslinya dari buku “Presiden RI Ke II Jenderal Besar HM Soeharto dalam Berita”, Buku XIV (1992), Jakarta : Antara Pustaka Utama, 2008, hal. 179-181.

 

 

 

Kenapa tidak meninggalkan komentar?

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.