PRESIDEN : MEREKA AKAN TERGULUNG[1]
Jakarta, Republika
Para mantan pejabat yang bersuara berbeda dibanding ketika mereka menjabat, menurut Presiden Soeharto,
“akan tergulung oleh perjalanan yang lain.”
Komentar Presiden itu terlontar ketika menerima pengurus Generasi Muda Musyawarah Keluarga Besar Gotong Royong (Gema MKGR) di Bina Graha kemarin.
Di depan Kepala Negara para kadermuda MKGR inimengaku prihatin atas ulah sejumlah mantan pejabat yang bersikap dan bersuara lain dibanding ketika mereka menduduki jabatan di birokrasi dan di militer.
“Kami sebagai generasi muda terheranheran ada yang seperti itu.” kata Tantyo AP Sudharmono, ketua umum organisasi itu.
Menanggapi keprihatinan mereka itu, Pak Harto menyatakan, orang-orang itu memang tidak konsisten terhadap tekad Orde Baru, yang berupaya mengamalkan Pancasila dan UUD 1945 secara murni dan konsekuen. Menurut Presiden, orangorang itu tak perlu terlalu dikhawatirkan.
“Karena hanya kelompok kecil yang suatu saat pasti akan tergulung oleh perjalanan dari yang lain.” ucap Kepala Negara.
Kendati mengaku prihatin, Tantyo berpendapat sikap para mantan pejabat itu tidak merugikan bangsa.
“Cuma kita berpikir, mengapa dulu waktu menjabat tidak begitu, kok sekarangjadi lain.” katanya.
Selain menyampaik:an pandangan politik Gema MKGR termasuk keprihatinan terhadap mantan pejabat yang bersuara lain itu mereka juga melaporkan rencana Munas ke-4 organisasi itu di Lampung.
Pada kesempatan itu, Gema MKGR menyampaikan harapan agar Pak Harto bersedia kembali memimpin bangsa Indonesia untuk periode 1998-2003. Dukungan ini menyusul induknya, MKGR, yang terlebih dulu mencalonkannya.
Di tempat yang sama kemarin Presiden menerima rombongan eksponen 66 yang tergabung dalam Ikatan Keluarga Besar Laskar Ampera Arief Rahman Hakim (IKBLA). Di antara mereka tampak Abdul Gafur dan Eki Syachrudin (Dewan Pembina), Jasril Djusan (Ketua Umum), Sugeng Sarjadi (Dewan Penasihat), serta para pengurus lain.
Pada kesempatan ini, Presiden kembali menegaskan tekad Orde Baru. Seperti dikutip Gafur, Pak Harto mengajak eksponen Orde Baru agar kembali pada tekad perjuangan Orba dan melaksanakan Pancasila dan UUD 45 secara murni dan konsekuen. Pertemuan IKBLA dan Presiden, menurut Gafur, adalah pertemuan antara eksponen Orba dengan pemimpin Orba.
Pemerintah, kata Presiden, sudah memberikan keterbukaan, dan bersifat demokratis dalam melaksanaan demokrasi Pancasila. Sikap itu, kata Kepala Negara, jangan diterjemahkan sebagai kelemahan pemerintah dengan bertindak macam macam, sebagai contoh Presiden menyebut sikap menantang undang-undang yang ada atau membuat partai baru.
“Inikan menantang,namanya. Kembalilah pada semangat perjuangan Orba.” kata Presiden.
Presiden memberi peringatan agarjangan ada yang berkeinginan untuk menambah jumlah partai di Indonesia.
“Jangan ada yang kumatlah.” kata Presiden memperingatkan hal yang sama untuk kedua kalinya.
Kumat ini diartikan sebagai munculnya penyakit lama liberalisme. Selain melaporkan rencana Rapim, kepada Presiden para eksponen 66 itu menyampaikan pandangan mereka tentang adanya kelengahan-kelengahan pada sebagian masyarakat. Menanggapi hal itu, Presiden mengingatkan agarjangan ada kelengahan lagi. Presiden menunjuk kasus penanganan Pemberontakan PKI di Madiun pada tahun 1948 yang tidak tuntas sehingga mereka memberontak lagi pada tahun 1965.
“Ini jangan terulang lagi. Manifesto PRD itu sama seperti PKI.” kata Gafur, mengutip Presiden.
Dalam Rapim yang akan berlangsung 8 Oktober 1996, menurut Jusri1, IKBLA akan mengingatkan kembali kelengahan-kelengahan dalam peristiwa PKI yang sejak tahun 1948 dan 1965 hidup kembali. Sebelum tanggal 30 September, IKBLA juga akan mengadakan peringatan di Medan mengenai kekejaman PKI dan pada 22 September, IKBLA akan membawa anak-anak muda ke Lubang Buaya dalam rangka mengingatkan pada kekejaman PKI.
“Ini kami lakukan dalam rangka merapatkan kembali barisan dalam menghadapi tantangan-tantangan yang akan menggoyahk:an Orba.” katanya.
Sumber : REPUBLIKA (12/09/1996)
__________________________________________________
[1] Dikutip sesuai tulisan dan ejaan aslinya dari Buku “Presiden Ke II RI Jenderal Besar HM Soeharto dalam Berita”, Buku XVIII (1996), Jakarta : Antara Pustaka Utama, 2008, hal 86-88.