PRESIDEN MINTA PEMILU TIDAK DICEMARKAN

PRESIDEN MINTA PEMILU TIDAK DICEMARKAN[1]

 

Jakarta, Media Indonesia

Presiden Soeharto meminta seluruh jajaran ABRI untuk : mengamankan Pemilihan Umum (Pemilu) 1997.

“Usahakan dengan sekuat tenaga agar martabat pemilu sebagai wujud paling nyata kedaulatan rakyat tidak dicemarkan oleh insiden apapun.” pinta Presiden.

Kepala Negara mengatakan, diperkirakan, secara umum tidak ada masalah besar yang akan menghambay pemilu nanti. Namun, Presiden menyebut, terjadinya gejolak dalam tubuh berbagai organisasi kekuatan sosial politik dapat mengganggu kekhidmatan pelaksanaan pemilu.

Apalagi, kata Presiden, setiap peluang dapat dimanfaatkan unsur-unsur yang menghendaki perubahan dengan cara radikal.

“Karena itu aparat keamanan hendaknya dapat menyusun taktik dan teknik yang tepat untuk : menangkap, menanggulangi serta menindak berbagai wujud provokasi dari manapun berasal dan kepada golongan manapun provokasi itu ditujukan.” pinta Kepala Negara, ketika menyampaikan amanat selaku Inspektur Upacara Hari ABRI ke-51 di Parkir Timur Senayan, Jakarta, Sabtu (5/10).

Peringatan Hari ABRI yang berlangsung sederhana tetapi meriah, menampilkan Komandan Upacara Mayjen TNI Djamari Chaniago, Panglima Divisi I Kostrad.

Seperti biasanya, Presiden didampingi oleh Panglima ABRI Jendral TNI Feisal Tanjung, KSAD Jenderal TNI Hartono, KSAL Laksdya TNI Arief Kushariadi, KSAU Marsda TNI Sutria Tubagus, Kapolri Letjen Pol Dibyo Widodo. Tampak hadir sejumlah purnawirawan pati ABRI, antara lain: Jenderal TNI (Purn) LB Moerdani, Jenderal Pol (Purn) Awaloedin Djamin, Letjen TNI (Purn) Bambang Triantoro, Le en TNl (Purn) Harsudiono Hartas, Letjen TNI (Purn) Kemal Idris. Sedangkan Jenderal TNI (Purn) AH Nasution dan Leen TNI Mar(Purn) Ali Sadikin, yang kabarnya akan diundang oleh panitia, tidak tampak.

Selain itu, tampak pula Wapres Try Sutrisno, Ketua DPR/MPR Wahono, Ketua Umum DPP PPP Buya Ismail Hasan Metareum, Ketua Umum DPP Golkar Harmoko, Ketua Umum DPP PDI Soerjadi. Megawati Soekarnoputri, serta para Menteri Kabinet Pembangunan VI maupun kalangan diplomat.

Usai mendengarkan amanat Kepala Negara, acara dilanjutkan dengan drama kolosal yang menggambarkan sejarah perjuangan ABRI disertai lagu-lagu perjuangan, kemudian dilanjutkan dengan parade defile peserta upacara.

Selanjutnya Presiden Soeharto menegaskan, tidak ada tempat bagi rasa tak puas yang dituangkan menjadi kecemburuan, kebencian serta hasutan yang dapat membahayakan masyarakat bangsa dan negara. Pendirian dasar ini dianut oleh negara manapun, tegas Kepala Negara

Menurut Presiden Soeharto salah satu kenyataan yang menjadi sumber rasa kurang puas dalam masyarakat adalah, belum terwujudnya pemerataan dan keadilan. Ketidakpuasan terhadap hal tersebut, kata Presiden, sesuatu yang wajar.

Kepala Negara mengemukakan, rasa tidak puas dapat berarti positif dan dapat pula negatif. Ketidakpuasan akan menjadi positif, jika rasa kurang puas itu menjadi motivasi untuk bekerja lebih keras, dan memperbaiki semua yang kurang baik. Sebaliknya, rasa kurang puas akan menjadi negatif, jika dijadikan sumber untuk menghembus-hembuskan kecemburuan dan bahan hasutan.

“Walaupun menyedihkan, ada saja kelompok dalam masyarakat kita yang masih memilih cara-cara negatif dan tidak: konstruktif itu. Sikap seperti ini jelas merupakan suatu risiko keamanan.” ujar Presiden.

Panglima Tertinggi ABRI ini menambahkan, UUD 1945 memang menjamin kemerdekaan berserikat dan berkumpul serta mengutarakan pikiran dengan lisan dan tulisan yang semuanya ditetapkan oleh undang-undang.

Namun, ia mengingatkan, UUD’45 juga menyatakan, semua warga negara berkedudukan sama di depan hukum serta wajib menjunjung tinggi hukum.

“Oleh karena itu, tidak ada tempat bagi wujud rasa tidak: puas yang dituangkan menjadi kecemburuan, kebencian dan hasutan yang dapat membahayakan masyarakat, bangsa dan negara.” tegasnya.

Kepala Negara juga meminta agar angka kejahatan ditekan serendah mungkin.

“Karena hanya dalam suasana tenteram rakyat kita akan dapat menikmati hasil pembangunan yang dicapai dengan susah payah” ucap Presiden.

Ia menyebut sebagian kejahatan disebabkan pengangguran dan kemiskinan. Untuk mengurangi kejahatan, pembangunan nasional mesti berhasil membuka lapangan kerja dan kesejahteraan bagi rakyat.

“Selain itu, pemerintah terus membenahi dan memperkuat jajaran kepolisian” tegas Presiden.

Sumber : MEDIA INDONESIA (08/12/1996)

___________________________________________________________

[1] Dikutip sesuai tulisan dan ejaan aslinya dari Buku “Presiden Ke II RI Jenderal Besar HM Soeharto dalam Berita”, Buku XVIII (1996), Jakarta : Antara Pustaka Utama, 2008, hal 62-63.

 

Kenapa tidak meninggalkan komentar?

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.