PRESIDEN TENTANG NASIB BANGSA INDONESIA

PRESIDEN TENTANG NASIB BANGSA INDONESIA

 

 

Presiden Soeharto mengingatkan, tidak berlebih-lebihan jika dikatakan bahwa nasib bangsa Indonesia di masa datang akan ditentukan oleh keberhasilan dalam memelihara sumber daya alam dan lingkungan hidup di zaman ini.

Presiden mengatakan hal itu dalam sambutannya pada upacara peresmian Pekan Penghijauan Nasional ke-26 yang dipusatkan di Desa Arjasari, Kecamatan Pameungpeuk Kabupaten Bandung, Rabu.

Pelestarian sumber daya alam dan lingkungan hidup itu demikian penting sehingga hal ini ditegaskan dalam Garis-garis Besar Haluan Negara, kata Presiden.

“Kita harus menjaga kelestarian sumber air dan tanah, karena air dan tanah adalah sumber kehidupan manusia dan segala yang hidup lainnya,” kata Kepala Negara.

Untuk memelihara sumber air dan tanah maka harus dijaga pula kelestarian hutan, tambahnya.

Usaha-usaha pelestarian harus dilakukan bersama-sama tanpa kecuali dan harus “kita lakukan sepanjang waktu, sepanjang zaman,” kata Presiden.

Presiden mengingatkan barang siapa tidak mengindahkan hal itu, berarti ia membahayakan keselamatan bangsa Indonesia dalam jangka panjang dan membahayakan usaha-usaha untuk mencapai kemakmuran.

Harus disyukuri bahwa dalam tahun-tahun terakhir ini, kesadaran menjaga kelestarian sumber daya alam dan lingkungan mulai bangkit di kalangan masyarakat Indonesia, kata Presiden.

Pada upacara Pekan Penghijauan Nasional ke-26 yang bertema peningkatan produksi, peningkatan kesejahteraan dan kelestarian lingkungan itu, Presiden mengajak seluruh lapisan masyarakat dan terutama aparatur pemerintah untuk melaksanakan ke tiga segi tersebut sebaik-baiknya dan secara terpadu.

Peningkatan produksi harus disertai dengan penjagaan kelestarian sumber daya alam hutan, tanah dan air. Sebaliknya, dengan melestarikan sumber daya alam, hutan, tanah dan air, maka produksi juga akan dapat ditingkatkan, kata Presiden.

Ia mengatakan, untuk menjaga swasembada beras dan peningkatannya, maka di samping meningkatkan intensifikasi pertanian di sawah-sawah yang telah ada, juga diadakan ekstensifikasi pada lahan kering yang banyak dan belum dimanfaatkan secara baik.

“Saya minta agar aparat pertanian bersama-sama kaum tani memanfaatkan sebaik-baiknya, dengan cara-cara yang benar lahan-lahan kering untuk meningkatkan produksi pertanian,” kata Presiden.

Kepala Negara menyambut gembira diselenggarakannya temu karya dan temu-wicara kelompok pelestari sumber daya alam yang bertujuan untuk membangkitkan dan meningkatkan swadaya masyarakat dalam menanggulangi masalah-masalah sumber daya alam dan lingkungan hidup.

Peresmian Pekan Penghijauan Nasional ke-26 (PPN ke-26) di Arjasari itu didahului dengan laporan ketua presidium kelompok pelestari sumber daya alam, Datuk Labuhan dilanjutkan dengan sambutan gubernur dan menteri kehutanan.

Hadiah-hadiah

Selesai menyampaikan amanatnya, presiden menanda tangani prasasti dan menyerahkan pataka Pekan Penghijauan Nasional ke-26 kepada bupati Kabupaten Bandung dan penyerahan buku rencana umum kehutanan Jawa Barat dan pola rehabilitasi lahan dan konservasi tanah daerah aliran Sungai Citarum kepada gubernur Jawa Barat.

Pada kesempatan itu juga, Presiden menyerahkan hadiah-hadiah bagi pemenang pertama lomba penghijauan tahun 1986, masing-masing untuk kelompok tani areal dampak usaha pelestarian sumber daya alam, kelompok tani areal dampak usaha pertanian menetap, kelompok tani hutan rakyat, kelompok tani areal dam pengendali, petugas lapangan rehabilitasi lahan dan konservasi tanah teladan.

Selesai menyerahkan hadiah-hadiah itu, Presiden kemudian meninjau pameran dan mengadakan temu wicara dengan kelompok pelestari sumber daya alam. Peresmian Pekan Penghijauan Nasional itu ditandai dengan pemukulan kohkol oleh Presiden Soeharto.

Rabu siang Presiden dan rombongan kembali ke Jakarta dengan menggunakan pesawat helikopter. Dalam rombongan Presiden ikut pula menteri sekretaris negara, menteri kehutanan, menteri dalam negeri, menteri pekerjaan umum dan menmuda sekretaris kabinet.

Super Prioritas

Dalam kunjungan pers ke lokasi PPN ke-26 di Arjasari Senin lalu, Dirjen Reboisasi dan Rehabilitasi Lahan Ir. Wartono Kadri mengemukakan, Desa Arjasari dipilih sebagai lokasi puncak PPN ke-26 mengingat desa yang terletak di Daerah Aliran Sungai (DAS) Citarum itu merupakan salah satu di antara 22 DAS yang memperoleh super prioritas dalam usaha penanganan Rehabilitasi Lahan dan Konservasi Tanah (RLKT).

Areal seluas 220 ha, bekas HGU yang dikelola Universitas Pajajaran sejak tahun 1980 itu, berada pada lahan kritis dengan fotografi bergelombang sedangkan pengetahuan dan kesadaran masyarakat di sekitarnya tentang RLKT masih sangat rendah sehingga perlu ditingkatkan secara intensif.

Menyinggung betapa pentingnya program rencana teknik lapangan RLKT bagi kelestarian hutan, Dirjen mengungkapkan terdapat sekitar satu juta kepala keluarga peladang berpindah setiap tahunnya yang membuka sekitar 500.000 ha lahan.

Pengelolaan lahan usaha tani yang tidak disertai dengan usaha konservasi tanah telah menimbulkan erosi, tidak terkendalinya permukaan air dan menurunnya kesuburan tanah, yang pada gilirannya bukan saja menurunkan produktivitas lahan dan pendapatan petani, tapi juga menimbulkan sedimentasi, banjir dan kekeringan yang berdampak luas di sepanjang DAS bersangkutan.

Berdasarkan laporan, pada awal pelita I tercatat 42 juta ha hutan dan semak belukar di Indonesia yang mengalami perusakan atau sekitar 22 persen dari jumlah sumber daya hutan seluas 143 juta ha dan 17,116 juta ha sumber daya lahan kering yang dimiliki Indonesia.

Penyelenggaraan PPN yang pertama tahun 1961 dilakukan di DAS Ciliwung Hulu, Gunung Mas Bogor. Menurut Kepala Sub Balai RTL – RLKT Ciliwung Hulu, Ir.Trans Totor, di kawasan lokasi PPN I itu terjadi erosi yang cukup mengkuatirkan karena tidak kurang dari 250 ton tanah tiap hektarnya terkikis Sungai Ciliwung.

Melalui program RTL-RLKT yaitu dengan menghijaukan kembali kawasan hutan rakyat dan 520 perkebunan milik rakyat serta pembuatan teras sering di wilayah itu, diharapkan tingkat erosi dapat ditekan menjadi 12 ton per hektar. (RA)

 

 

Jakarta, Antara

Sumber : ANTARA (17/12/1986)

 

Dikutip sesuai tulisan dan ejaan aslinya dari buku “Presiden RI Ke II Jenderal Besar HM Soeharto dalam Berita”, Buku VIII (1985-1986), Jakarta : Antara Pustaka Utama, 2008, hal. 461-464.

Kenapa tidak meninggalkan komentar?

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.