PRESIDEN: SAYA TIDAK AKAN GUNAKAN KEKUATAN UNTUK JADI PRESIDEN KEMBALI

PRESIDEN: SAYA TIDAK AKAN GUNAKAN KEKUATAN UNTUK JADI PRESIDEN KEMBALI

 

 

New York, Suara Karya

“Saya tidak akan memperjuangkan dan mempergunakan kekuatan untuk menang menjadi Presiden kembali,” kata Presiden Soeharto dalam pertemuan dengan masyarakat Indonesia di Wisma Indonesia, Orchid City Boach New York, Kamis malam waktu setempat atau Jum’at siang WIB.

Presiden mengatakan, “sudah 5 kali kita lakukan pemilihan Presiden, tanpa ada apa-apa, kenapa harus ribut-ribut,untuk masa yang akan datang semuanya harus kita serahkan kepada MPR.”

Dalam pertemuan itu, demikian laporan wartawan Suara Karya Agustianto dari New York, Presiden dalam sambutan tanpa teks menjelaskan topik-topik yang banyak dibahas di tanah air antara lain mengenai suksesi yang akhir-akhir ini sering dibicarakan.

Mengenai pencalonan Presiden di masa mendatang, Presiden Soeharto mengatakan, boleh saja dipersiapkan sejak sekarang lalu setelah Pemilu dibekalkan kepada fraksinya untuk dicalonkan.

“Ini semua harus kita budayakan, dan sudah 5 kali kita lakukan. Hanya secara kebetulan setiap kali yang dicalonkan kok saya. Ini sebenarnya bukan berarti bahwa calon Presiden hanya satu saja.Itu karena kehendak MPR demikian. Saya ini sebenarnya menerima karena dipercaya saja ,” kata Presiden sambil tertawa.” Tapi kalau rakyat tidak percaya, tidak apa-apa,” tambahnya.

Mengenai suksesi Presiden dan Wakil Presiden, Presiden Soeharto menyatakan bahwa terdapat gambaran yang keliru di masyarakat karena salah penafsiran mengenai Demokrasi Pancasila.”Menurut mereka sesuai dengan UUD 45, pemilihan Presiden dan Wakil Presiden harus melalui pemungutan suara, oleh karena itu harus ada paling tidak 2 calon,” ujar Kepala Negara.

Menanggapi sinyalemen itu Kepala Negara menyatakan, “Itu tentu saja dibenarkan”. Namun, lanjutnya, yang mempunyai wewenang untuk mengangkat, memilih Presiden adalah MPR melalui fraksi-fraksinya. Bisa saja tiap-tiap fraksi mengajukan calon yang masing-masing calon di musyawarahkan, lalu akhimya bisa menjadi satu calon.

“Karena satu calon ya satu keputusan untuk dipilih,” kata Presiden. Kalau kemudian ada kekuatan yang sama, dengan sendirinya dua calon bisa diajukan dengan pemungutan suara, dan yang memperoleh suara terbanyak itu yang dipilih jadi Presiden.

 

Penghargaan

Presiden Soeharto yang berada di AS dalam kaitan menerima piagam penghargaan internasional bidang kependudukan dari PBB, Kamis petang atau Jum’at dini hari waktu Indonesia, ketika memasuki ruang upacara Presiden Soeharto didampingi Sekjen PBB, Javier Perez de Cuellar serta Menteri Program Nasional dan Kependudukan Togo, M Aissah Agbetra yang juga menerima penghargaan serupa.

Hadir pada upacara itu Ibu Tien Soeharto yang duduk didampingi Ny. De Cuellar, Menlu Ali Alatas, Mensesneg Moerdiono, Ketua BKKBN dan Ny. Haryono Suyono. Selain itu hadir pula putra putri Presiden antara lain Ny. Siti Hardijanti, Ny. Siti Hediati Haryadi Prabowo, Bambang Trihatmodjo, Ny. Halimah Augustina Bambang Trihatrnodjo dan Indra Rukmana. Upacara penyampaian penghargaan PBB tersebut mendapat tempat khusus bagi Keluarga Kepala Negara, karena dilaksanakan bertepatan dengan hari ulang tahun Presiden yang ke-68 tahun.

Peringatan HUT Presiden Soeharto yang ke-68 tersebut dilakukan secara sederhana oleh anggota keluarga yang turut ke New York di salah satu kamar Hotel Plaza, New York. Pejabat pemerintah yang hadir pada kesempatan itu adalah Menlu Ali Alatas, Mensesneg Moerdiono, Dubes RI untuk PBB Nana Sutresna dan Dubes RI untuk AS, AR Rarnly. Acara ulang tahun tersebut diawali dengan pemotongan tumpeng, lalu dilanjutkan santap siang bersama setelah terlebih dahulu dilakukan pembacaan Surat AI Fatihah yang dipimpin Ibu Tien Soeharto.

 

Komitmen

Dalam pidatonya pada upacara penerimaan UN Population Award 1989 di Markas Besar PBB tersebut, Presiden Soeharto mengatakan, salah satu kunci penting dari apa yang telah dicapai bangsa Indonesia dalam pelaksanaan program keluarga berencana adalah komitrnen politik.

“Begitu menandatangani deklarasi kependudukan tahun 1967, saya selaku Presiden melakukan langk:ah-langkah untuk mengembangkan kebijaksanaan nasional di bidang kependudukan,” kata Presiden.

Langkah pertama. menggugah kesadaran para pemimpin dan tokoh masyarakat bahwa, masalah kependudukan adalah masalah yang sentral dalam pembangunan nasional. Karena itu dibangkitkan kesadaran pimpinan dan tokoh masyarakat mengenai mutlaknya usaha pengendalian penduduk.

Ringkasnya, keluarga berencana berkembang menjadi gerakan nasional mulai dari puncak pemerintahan sampai ke segenap pelosok desa.

Bangsa Indonesia. kata Presiden Soeharto, juga mengembangkan strategi dasar pelembagaan dan pembudayaan norma keluarga kecil bahagia dan sejahtera. Berdasarkan strategi ini, KB bukanlah semata-mata masalah kuantitatif demografis serta masalah klinis kontrasepsi, tetapi menyangkut usaha untuk mengadakan perombakan tata nilai dan norma.

Dengan demikian, program KB merupakan bagian dari usaha pembaruan bangsa, memerangi kemiskinan, keterbelakangan dan ketidakpedulian. Hal itu tercermin pula pada penggunaan kontrasepsi oleh pasangan usia subur yang meningkat drastis semenjak 1970 hingga sekarang, yaitu dari hampir 0% menjadi 49%.

Presiden juga menyatakan bahwa keberhasilan program KB di Indonesia merupakan keseluruhan usaha pembangunan nasional yang telah dijalankan secara berencana dan konsisten sejak Repelita I sampai Repelita V. Keseluruhan pembangunan nasional tersebut menyentuh semua sektor kehidupan, dan secara langsung atau tidak langsung, mengembangkan nilai-nilai modem serta menciptakan konelisi yang mendorong masyarakat untuk melaksanakan KB.

Sebelurn upacara penyampaian penghargaan kependudukan tersebut, Presiden bertemu dengan Selgen PBB sekitar 30 menit. Menlu Alatas yang mengikuti pertemuan itu mengemukakan bahwa masalah yang dibicarakan banyak menyangkut penghargaan PBB bidang kependudukan.

Masalah lain yang dibicarakan antara lain Kamboja. Pembahasan tentang topik tersebut agak menarik perhatian Sekjen PBB, sehingga ia menyampaikan beberapa pertanyaan kepada Presiden.Menurut Menlu Ali Alatas, Presiden juga menjelaskan hasil-hasil yang dicapai JIM I dan JIM II, serta hasil pembicaraan antara Pangeran Sihanouk dan Perdana Menteri Hun Sen di Jakarta beberapa waktu lalu.

Ketika ditanya apakah dalam pertemuan itu juga di singgung masalah Timor Trmur, Menlu menjawab, “Di singgung sebentar, tapi tidak banyak memasuki permasalahannya”.

 

 

Sumber : SUARA KARYA(10/06/1989)

Dikutip sesuai tulisan dan ejaan aslinya dari buku “Presiden RI Ke II Jenderal Besar HM Soeharto dalam Berita”, Buku XI (1989), Jakarta : Antara Pustaka Utama, 2008, hal. 198-200.

 

 

 

Kenapa tidak meninggalkan komentar?

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.