PRESIDEN SOEHARTO: DEMI STABILITAS PEMERINTAHAN, WAJAR UNTUK TIDAK MENGGANTI-GANTI MENTERI [1]
Jakarta, Antara
Presiden Soeharto hari Kamis menyatakan sangat wajar apabila tidak terlalu sering diadakan penggantian menteri2 demi terpeliharanya stabilitas pemerintahan dan terjarninnya kelangsungan serta kelancaran pembangunan.
Dalam pidatonya pada upacara peringatan ulangtahun ke-25 Universitas Gajah Mada di Yogyakarta, Kepala Negara mengemukakan bahwa dengan landasan fikiran yang demikian itu dan sesuai dengan ketentuan UUD ’45 maka masalah kabinet, masalah menteri2, adalah urusan dan tanggungjawab sepenuhnya dari presiden dan bukan orang lain.
Presiden menjelaskan bahwa pengangkatan dan penggantian menteri adalah hak dan tanggungjawab presiden. “Karena itu penggantian menteri tidak perlu dipaksa-paksakan, juga tidak perlu dengan menimbulkan kegelisahan melalui desas-desus”, demikian Presiden Soeharto yang menambahkan bahwa kegiatan2 demikian hanya menimbulkan ketegangan dan mengganggu stabilitas.
Tanggungjawab politik, kata kepala negara, sepenuhnya ada di pundak presiden dan bukan pada menteri2 sebagai pembantu presiden. Karena itu serangan terhadap kebijaksanaan pemerintah yang tertuju kepada menteri2 bukan saja salah alamat, melainkan pertanda ketidak mengertian mengenai tertib konstitusi Indonesia.
Namun begitu, demikian kepala negara, tidak berarti presiden akan melindungi perbuatan seorang menteri yang tidak sepatutnya dikerjakan.
“Apabila seorang menteri melanggar Undang2 Dasar, menyimpang dari kebijaksanaan presiden dalam melaksanakan garis2 besar haluan negara atau melawan peraturan perundang-undangan, maka presiden segera bertindak”, demikian Presiden Soeharto.
Kepala negara menegaskan bahwa terhadap Undang2 Dasar, GBHN dan peraturan perundang-undangan presiden pun harus taat dan tunduk. (DTS)
SUMBER: ANTARA (19/12/1974)
[1] Dikutip sesuai tulisan dan ejaan aslinya dari buku “Presiden RI Ke II Jenderal Besar HM Soeharto dalam Berita”, Buku III (1972-1975), Jakarta: Antara Pustaka Utama, 2008, hal. 472.