PRESIDEN SOEHARTO: DEPARTEMEN DILARANG PINJAM UANG DARI BADAN USAHANYA[1]
Jakarta, Merdeka
PARTEMEN maupun lembaga-lembaga negara tidak diijinkan membiayai kegiatan rutin atau proyek pembangunan dengan pinjaman dari perusahaan egara atau badan usaha lainnya yang berada di lingkungannya. Untuk itu, tertib administrasi keuangan negara dan disiplin anggaran harus benar-benar dilaksanakan.
Hal ini disampaikan Presiden Soeharto pada Sidang Kabinet Paripuma yang berlangsung selama tiga jam dari pukul lO.OO hingga sekitar pukul 13.00 di Gedung Utama Sekretariat Negara Jakarta, Selasa.
Menteri Penerangan Harmoko ketika menyampaikan hasil-hasil Sidang Paripurna itu menjelaskan, Presiden Soeharto dalam kesempatan itu juga mengingatkan dana yang tersedia harus digunakan seefisien mungkin. Pengeluaran rutin agar diarahkan untuk meningkatkan roda pemerintahan dan pemberian pelayanan yang sebaik-baiknya kepada masyarakat.
“Biaya perjalanan dan belanja barang hams digunakan untuk hal yang benar benar diperlukan serta mendesak. Seminar, workshop, rapat kerja dan sebagainya sebaiknya dilakukan di kantor masing-masing, “kata Presiden.
Demikian pula perjalanan dinas ke luar negeri, upacara peresmian proyek, rapat rapat kerja, rapat dinas dan sejenisnya supaya dibatasi pada hal yang benar-benar perlu.
Menurut Harmoko, hal ini perlu diulangi untuk kesekian kalinya oleh Presiden Soeharto, karena masih ada aparat pemerintah yang tidak memperhatikannya. Untuk itu, Kepala Negara meminta perhatian yang sungguh-sungguh dari para menteri dan pimpinan lembaga Negara, karena masih banyak penghematan yang dapat dilakukan. Yang tidak kalah pentingnya, Presiden juga menegaskan agar dana-dana Inpres benar-benar diarahkan, sehingga seluruhnya sampai di daerah-daerah untuk digunakan secara efektif dan efisien sesuai prinsip maupun tujuannya.
Potensi Investasi
Ihwal neraca pembayaran yang berkaitan dengan ekspor non migas, menurut Presiden harus benar-benar didorong. Semua aparat, baik di pusat maupun di daerah dirninta untuk membantu sepenuhnya kelancaran kegiatan yang berkaitan dengan ekspor non migas. Terutama dalam ijin investasi, pengadaan bahan baku dan penolong untuk keperluan produksi, maupun dalam sistem transportasi barang dan jasa yang dihasilkan.
“Aparatur pemerintah, termasuk pemerintah daerah supaya berperan aktif menggairahkan masyarakat dan dunia usaha untuk meningkatkan kegiatan usaha serta kerjasama satu sama lain, guna memanfaatkan peluang pasar dalam negeri dan melipat gandakan ekspor,” kata Presiden.
Hal ini penting, sebab menurut Kepala Negara tidak ada satu departemen, satu bidang atau satu daerah yang akan berhasil mencapai sasaran tanpa melihat sebagai satu kebersamaan dan dukungan dari yang lain. Untuk itu, koordinasi antara para pelaksana pembangunan harus semakin ditingkatkan untuk mencapai basil yang sebesar-besarnya.
lnformasi mengenai potensi investasi dalam negeri dan pasar luar negeri pun menurut Presiden harus terus didayagunakan semua perwakilan Indonesia di luar negeri, untuk selanjutnya dikoordinasikan atau dikomunikasikan dengan dunia usaha serta instansi-instansi terkait.
Sektor Swasta
Dalam upaya meningkatkan kegiatan sektor swasta, koperasi dan masyarakat umumnya, Kepala Negara juga mengharapkan perlunya lebih mendorong perturnbuhan ekonomi dan meningkatkan produktivitas nasional dengan merangsang sektor swasta. Untuk itu, perlu terus menyederhanakan prosedur perijinan dan menghilangkan segala macarn pungutan yang memberatkan dunia usaha,koperasi dan masyarakat, baik oleh aparatur Pemerintah di pusat maupun daerah.
Di bidang pengawasan dan pengendalian, secara khusus Presiden meminta perhatian kepada para menteri, pimpinan lembaga, departemen untuk meningkatkan pengawasan di lingkungan masing-masing. (yudi/535)
Sumber: MERDEKA (06/01/1993)
_______________________________________
[1] Dikutip sesuai tulisan dan ejaan aslinya dari Buku “Presiden Ke II RI Jenderal Besar HM Soeharto dalam Berita”, Buku XV (1993), Jakarta: Antara Pustaka Utama, 2008, hal 387-388