PRESIDEN SOEHARTO: ISLAM WAJIBKAN UMAT PERANGI KEMISKINAN

PRESIDEN SOEHARTO: ISLAM WAJIBKAN UMAT PERANGI KEMISKINAN[1]

 

Tasikmalaya, Kompas

Presiden Soeharto mengharapkan, pesantren sebagai lembaga pendidikan keagamaan yang dihormati, terutama oleh masyarakat pedesaan, dapat memainkan peranan penting dalam memberantas kemiskinan. Islam juga mewajibkan umatnya perangi kemiskinan. Angka kemiskinan telah jauh menurun, tapi banyak yang masih hidup di bawah garis kemiskinan.

Harapan Kepala Negara itu disampaikan pada syukuran hari ulang tahun ke-90 Pondok Pesantren Suryalaya Kabupaten Tasikmalaya, Jabar, Selasa (5/9). Hadir dalam acara tersebut antara lain Menteri Agama Tarmizi Taher, Mensesneg Moerdiono, Panglima ABRI Feisal Tanjung dan Gubernur Jabar R. Nuriana. Pimpinan Pesantren Suryalaya KHA Shohibulwafa Tajul Arifin yang dikenal dengan sebutan Abah Anom dalam kesempatan itu menyatakan, sekalipun umur Pesantren Suryalaya mencapai 90 tahun tapi pengabdian kepada bangsa , negara dan agama masih banyak kekurangan dibandingkan kelebihannya. ”Partisipasi kami dalam pembangunan bangsa masih kecil. Sekalipun demikian InsyaAllah tekad dan semangat kami untuk meningkatkan pengabdian akan terus kami lakukan berdasarkan kemampuan yang ada,”ujarnya.

Menurut Presiden, Islam mewajibkan umatnya untuk berjuang memerangi kemiskinan. “Kita wajib mengangkat harkat dan martabat saudara-saudara kita yang masih tertinggal agar dapat mencapai kesejahteraan sosial dan ekonomi yang lebih baik,” kata Kepala Negara.

“Besar harapan saya agar Pondok Pesantren Suryalaya terus dapat meningkatkan amalnya kepada masyarakat , bangsa dan negara, baik melalui dakwah maupun pendidikan dalam pembangunan ekonomi. Saya dengar pesantren, ini telah menjalin kerja sama dengan berbagai badan usaha milik negara maupun dengan kalangan dunia

Musuh Berubah

Pesantren, lanjut Kepala Negara, turut memupuk rasa cinta kepada bangsa dan tanah air. Dalam masa perang untuk mempertahankan dan menegakkan kemerdekaan, para kiai telah mengobarkan sernangat pejuang bertempur di medan laga. Tidak sedikit para kiai dan santri gugur sebagai kusuma bangsa. Presiden mengatakan, sumbangan pesantren dalam perjuangan kemerdekaan tidak mungkin dilupakan. Dewasa ini zaman telah berubah. “Kita tidak lagi berjuang untuk mengusir penjajah. Perjuangan kita sekarang adalah mengisi kemerdekaan dengan melaksanakan pembangunan lahir batin. Perjuangan mengisi kemerdekaan merupakan perjuangan berat dan panjang. Musuh kita bukan lagi penjajah. Musuh kita adalah keterbelakangan ,kebodohan dan kemiskinan,” tegas Kepala Negara.

Pembangunan bertujuan untuk rnenyejahterakan seluruh rakyat, untuk mewujudkan kemakmuran rakyat yang sebesar-besamya. Hal itu merupakan pekerjaan yang luar biasa besarnya dan hanya berhasil bila didukung dengan kesadaran penuh oleh semua lapisan, kalangan , golongan dalam masyarakat. Presiden juga mengatakan, desa-desa tertinggal, perlu dibantu agar bangkit dengan kekuatannya sendiri. “Yang perlu diberikan adalah kail dan bukan ikan sebab dengan kail dapat diperoleh ikan yang lebih banyak ,”kata Presiden.

Presiden juga mernberi penghargaan kepada para sesepuh dan pengasuh Pesantren Suryalaya dalam usahanya menanggulangi korban penyalahgt.maan narkotika dan obat-obatan terlarang lain. “Jika tunas-tunas bangsa lemah dan rapuh, maka kelak bangsa itujuga akan lemah dan rapuh. Karena itu saya meminta kepada semua pihak terus meningkatkan usaha mencegah penyalahgunaan narkotika dan obat-obat terlarang,”  tegas Kepala Negara.

Pesantren Suryalaya didirikan 5 September 1905 oleh Kiai Haji Abdulah Mubarrok bin Nur Muhammad, ayah Abah Anom. Selain mengajarkan Tarekat Qodiriyah Naqsabandiyah, pesantren ini juga merehabilitasi korban narkotika dan bergerak dalam bidang ekonomi melalui Koperasi Hidmat. Usaha yang dijalankannya antara lain stasiun pengisian bahan bakar umum, warpostel, agen minyak tanah dan usaha kredit pedagang keliling.

Selain itu pesantren yang terletak di hulu Sungai Citanduy ini bergerak di bidang pertanian dan upaya pelestarian alam seperti penghijauan. Ikhwan (murid)-nya hingga 1995 ini tercatat sekitar dua juta , tersebar di Indonesia , Malaysia, Brunei dan Singapura. Pada syukuran kemarin, ratusan ikhwan dari Malaysia dan Singapura hadir di Suryalaya. (dmulhers)

Sumber: KOMPAS ( 06/09/ 1995

________________

[1] Dikutip sesuai tulisan dan ejaan aslinya dari Buku “Presiden Ke II RI Jenderal Besar HM Soeharto dalam Berita”, Buku XVII (1995), Jakarta: Antara Pustaka Utama, 2008, hal 522-523.

Kenapa tidak meninggalkan komentar?

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.