PRESIDEN SOEHARTO: JELASKAN, JIKA PIHAK LN MENANYAKAN KASUS LAMPUNG
Jakarta, Kompas
Presiden Soeharto berpesan jika ada pertanyaan mengenai kasus kerusuhan Way Jepara, Lampung, di luar negeri supaya dijelaskan duduk permasalahannya. Pesan itu dikemukakan Kepala Negara ketika menerima delegasi DPR yang akan berangkat ke Mesir dan Hongaria di Bina Graha, hari Senin.
Delegasi DPR itu terdiri tujuh anggota dan satu sekretaris, dipimpin Wakil Ketua DPR Saiful Sulun. Mereka mengadakan kunjungan ke Mesir 17-23 Februari, dan Hongaria 24 Februari sampai 1 Maret.
Menurut Kepala Negara, kasus Lampung itu merupakan tindakan yang dilakukan oleh suatu kelompok yang ingin memaksakan kehendak. Mereka tidak bisa diterima oleh masyarakat luas, bahkan oleh masyarakat Lampung sekalipun.
“Tindakan mereka jelas melanggar hukum,” tandas Kepala Negara.
Saiful menjelaskan kunjungannya ke Mesir dan Hongaria ini merupakan kunjungan balasan. Delegasi parlemen Mesir telah mengunjungi Indonesia tahun 1987, sementara Hongaria tahun 1989 lalu.
Bersabar
Di tempat yang sama sebelumnya, Menko Polkam Sudomo mengharapkan agar masyarakat bersabar dan jangan membuat analisis macam-macam mengenai kasus Lampung itu.“Analisis-analisis itu akan membuat masyarakat bingung,” tambahnya.
“Saya sudah minta Panglima ABRI untuk secepatnya meneliti hal itu, dan kemudian memprosesnya secara hukum,” katanya seraya menilai gerakan yang dilakukan Komando Mujahiddin Fisabilillah itu merupakan suatu tindakan.
Namun Sudomo memuji tindakan cepat yang dilakukan ABRI dalam mengatasi masalah itu. Ia pun bangga generasi penerus ABRI ternyata tanggap dan cepat dalam menangani suatu permasalahan.
Sudomo yang mantan Pangkopkamtib ini menilai, adanya gerakan atau kelompok semacam itu merupakan hal yang biasa dalam suatu negara. Adanya pihak yang tidak setuju dengan kebijaksanaan pemerintah merupakan suatu hal yang wajar.Tapi jika sikap tersebut dibarengi dengan gerakan tertentu, apalagi dengan kekerasan senjata, hal ini menjurus pada tindakan subversi.
“Ini merupakan bukti bahwa kewaspadaan tetap diperlukan. Dan itu bukan hantu di siang bolong,” tambahnya.
Penyelundupan
Kepada Presiden dilaporkan berbagai hal di bidang politik dan keamanan termasuk masalah penyelundupan dan pengamanan zona ekonorni eksklusif (ZEE).
Mengenai pencegahan penyelundupan, Sudomo ungkapkan rencananya untuk meningkatkan operasi intelijen yang dilakukan apparat Bea-Cukai, kejaksaan, dan Polri berpakaian preman. Telah dibentuk pula suatu tim yang memikirkan upaya jangka panjang agar penyelundupan itu dapat ditekan sekecil mungkin.
Mengenai kerap terjadinya penyelundupan di Riau, Sudomo mengaku hal itu sulit diberantas. Sejak zaman Belanda daerah itu, terutama Riau Kepulauan yang dekat dengan Singapura dan Malaysia, memang potensial menjadi ladang penyelundup. Karena itu ditekankan agar berbagai kebutuhan masyarakat untuk daerah itu dipenuhi dengan lancar dan kontinu.
Mengenai penyelundupan administratif, terutama dengan menggunakan peti kemas, Sudomo juga mengakui sulit untuk mencegahnya. Tapi ia mengingatkan, pihak SGS (Societe Generale de Survaillance) bertanggung jawab atas kebenaran isi barang impor yang dimasukkan ke Indonesia.
Sementara penyelundupan ekspor, seperti rotan mentah, hal ini relative lebih mudah dicegah. Antara lain dengan memperketat pengamanan di pelabuhan.
Mengenai pengamanan, penangkapan ikan di ZEE, Sudomo mengatakan sudah dilakukan patroli maritim. Sampai sekarang ini ditangkap 239 kapal asing yang menangkap ikan tanpa izin di zona itu, berasal dari berbagai negara seperti Taiwan dan Thailand.
Sumber : KOMPAS(14/02/1989)
Dikutip sesuai tulisan dan ejaan aslinya dari buku “Presiden RI Ke II Jenderal Besar HM Soeharto dalam Berita”, Buku XI (1989), Jakarta : Antara Pustaka Utama, 2008, hal. 59-61.