PRESIDEN SOEHARTO: KEKUATAN SOSPOL DAPAT MULAI CARl CALON PRESIDEN DAN WAPRES
New York, Kompas
Presiden Soeharto menegaskan tidak ada niat dalam dirinya untuk memperjuangkan atau mempergunakan kekuatan guna mempertahankan dirinya untuk tetap menjadi presiden, sebab hal itu bertentangan dengan konstitusi. Bahwa hanya dia yang menjadi presiden selama ini, tidak berarti Presiden RI hanya boleh satu saja seperti dirinya.
Penegasan itu dikemukakannya dalam pertemuan dengan masyarakat Indonesia di Wisma Indonesia (kediaman Dubes RI untuk PBB), sekitar 50 km dari pusat kota New York, AS, Kamis malam (Jumat pagi WIB). Wartawan Kompas Ansel da Lopez dan Threes Nio melaporkan dari New York, Presiden mengatakan, “Kebetulan dalam lima kali pemilihan yang telah dilakukan melalui mekanisme MPR, yang dicalonkan dan yang terpilih adalah diri saya. Tetapi itu bukan berarti presiden itu hanya satu saja. Hanya seorang seperti saya saja.”
“Semua itu hanya karena kehendak MPR. Saya hanya menerima saja, karena dipercaya untuk itu. Tetapi kalau rakyat tidak percaya, ya tidak apa-apa. Saya tidak ada niat untuk memperjuangkan atau mempergunakan kekuatan untuk mempertahankan kedudukan itu,” tuturnya.
Banyak Isu
Presiden Soeharto mengemukakan, akhir-akhir ini banyak diisukan tentang soal suksesi, penggantian presiden dan wakil presiden. “Akibat salah penafsiran mengenai Demokrasi Pancasila, maka menurut orang-orang itu pemilihan presiden dan wakil presiden di masa mendatang harus dilakukan melalui pemungutan suara, karena itu paling tidak harus ada dua calon, tiga atau lebih,” ujarnya.
Sesungguhnya. lanjut Kepala Negara , hal itu bisa saja dibenarkan, tetapi sebaiknya soal pemilihan presiden dan wakil presiden diserahkan kepada MPR saja, karena majelis inilah yang mempunyai wewenang untuk itu melalui fraksi-fraksinya. Dengan kata lain, bisa saja fraksi-fraksi MPR mengajukan calonnya masing-masing.
Ditegaskan, melalui musyawarah, bisa saja akhirnya hanya ke luar satu calon saja. Namun, kalau sampai saat terakhir masing-masing fraksi tetap mempertahankan calonnya, barulah diadakan pemungutan suara. Siapa yang memenangkan suara terbanyak, itulah yang akan dipilih.
Menurut Presiden Soeharto, sebenarnya masalah sukses ijabatan kepresidenan itu tidak perlu menjadi masalah. Yang perlu dibudayakan adalah suksesi unsur mekanisme kepemimpinan nasional .Dengan kata lain, katanya, menampung aspirasi anak-anak yang pada waktu pemilihan umum yang lalu belum berhak memilih.
Sebab, kalau mereka mempunyai hak memilih maka tentu akan mempengaruhi pula susunan yang ada di DPR dan MPR. Ini penting sekali karena MPR-lah yang akan melaksanakan sepenuhnya kedaulatan rakyat untuk menetapkan GBHN, dan memilih presiden dan wakil presiden.
Kenapa Ribut-Ribut
Kepala Negara mengatakan, mekanisme pemilihan melalui keputusan MPR itu telah lima kali dilakukan, dan semuanya telah berjalan dengan tenang, tidak ada apaapa. Karena itu, sambungnya, “Kenapa harus diribut-ributkan untuk memikirkan yang akan datang? Semua itu sebaiknya diserahkan, saja kepada MPR.”
Di Indonesia, ujarnya lebih lanjut, proses pemilihan presiden tersebut dilakukan sesuai UUD 45 tidak seperti di Amerika di mana seseorang setelah mendapatkan dukungan dari partainya lalu kemudian mencalonkan diri sebagai Presiden atau wakil Presiden. Di Indonesia yang berhak memilih calon-calon presiden dan mengangkat adalah MPR melalui fraksi-fraksinya.
Menurut Presiden Soeharto mengingat fraksi fraksi MPR merupakan perpanjangan tangan dari kekuatan kekuatan sosial politik yang ada, maka sekarang yang harus memikirkan calon calon presiden adalah kekuatan kekuatan sosial politik tersebut, apakah itu Golkar, parpol atau ABRI. “Yang sekarang mestinya dimulai adalah mencari siapa yang akan dicalonkan,” tegasnya.
Pendidikan Politik
Agar tidak dibingungkan dengan masalah-masalah suksesi seperti yang diisukan akhir-akhir ini, maka Presiden Soeharto dalam kesempatan tatap muka itu mengajak segenap lapisan masyarakat untuk mendalami Pancasila dan UUD 45 serta berbagai Ketetapan MPR.
“Apabila semuanya itu dijalankan dengan baik maka mudah-mudahan pendidikan politik, dalam arti meningkatkan kesadaran setiap warga negara untuk mengetahui dan melaksanakan segala hak dan kewajibannya, akan selalu dikembangkan. Ini berarti pula bahwa mekanisme kepemimpinan nasional juga akan membudaya sehingga tidak perlu ada keragu-raguan dalam penggantian presiden dan wakil presiden,” tuturnya.
Presiden Soeharto dalam kesempatan itu menerima ucapan selamat dari sekitar 300 warga RI yang hadir beberapa diantaranya datang dari luar kota New York atas penganugrahan Penghargaan kependudukan PBB dan ulang tahun ke-68.
Menurut rencana, Jumat pagi (Sabtu malam WIB) Presiden dan Ny. Tien Soeharto, didampingi antara lain oleh Menlu Ali Alatas, Mensesneg Moerdiono, serta Dirjenpol Deplu John Louhanapessy akan terbang dari Bandara Internasional John F. Kennedy menuju Washington untuk melakukan pembicaraan dengan PresidenAS George Bush.
Pembicaraan yang akan berlangsung di Gedung Putih itu direncanakan akan berlangsung satu jam. Sebelurnnya Presiden Soeharto akan menerima kunjungan kehormatan dari Wakil Presiden AS Dan Quayle di Wisma Indonesia, Washington.
Menlu Ali Alatas menjawab pertanyaan wartawan, menduga pembicaraan kedua pimpinan itu akan banyak berkisar pada masalah bilateral, khususnya kerja sama ekonomi. Diperkirakan, upaya penyelesaian masalah Kamboja akan merupakan salah satu topik yang akan dibicarakan.
Sumber : KOMPAS(10/06/1989)
Dikutip sesuai tulisan dan ejaan aslinya dari buku “Presiden RI Ke II Jenderal Besar HM Soeharto dalam Berita”, Buku XI (1989), Jakarta : Antara Pustaka Utama, 2008, hal. 205-207.