PRESIDEN SOEHARTO: ADA YANG INGIN MENGGUNAKAN TEORI BARAT DALAM DEMOKRASI PANCASILA
New York, Pelita
Presiden Soeharto menyatakan akhir-akhir ini masih terdapat keragu-raguan atas pelaksanaan demokrasi Pancasila, karena menafsirkan UUD 1945 kurang tepat. Atau menggunakan salah satu unsur/salah satu pasal dari pada UUD 1945 bahwa keputusan berdasarkan atas suara terbanyak. Berarti, seolah-olah demokrasi Pancasila itu harus ditentukan dengan pemungutan suara terbanyak.
Padahal, kata presiden sebenarnya jika demokrasi dilakukan dengan keputusan terbanyak adalah demokrasi liberal dan demokrasi yang dilakukan dengan otoriter adalah demokrasi dari negara komunis. Demokrasi Pancasila adalah bukan demokrasi liberal atau demokrasi otoriter. Presiden menyayangkan adanya pelaksanaan demokrasi Pancasila yang belum matang.
Hal itu ditegaskan Kepala Negara ketika mengadakan pertemuan dengan masyarakat Indonesia di New York bertempat di Wisma Indonesia New York, Kamis malam waktu setempat.
Menurut presiden, masih ada yang ingin menggunakan teori Barat yang kemudian diterapkan dalam pelaksanaan demokrasi Pancasila yang tentu saja tidak akan cocok.
Karena itu, kata Kepala Negara perlu dipelajari apa sebenarnya demokrasi Pancasila sesuai dengan UUD 1945 dan sesuai pula dengan keinginan rakyat yang berdaulat.
Rakyat yang berdaulat itu pelaksanaan kedaulatannya diserahkan kepada wakilÂwaki l rakyat di MPR sebagai penjelmaan rakyat dan melaksanakan sepenuhnya kedaulatan rakyat.
Hal tersebut oleh MPR sudah ditentukan mengenai pelaksanaan demokrasi Pancasila. Jadi, jika ingin melaksanakan demokrasi Pancasila agar kembali kepada apa yang dirumuskan oleh wakil-wakil rakyat. Demokrasi Pancasila itu tidak diukur dari adanya pemungutan suara, kendati pungutan suara itu juga dibenarkan, tapi tidak diutamakan hal itu.
Demokrasi Pancasila dilaksanakan atas musyawarah untuk mufakat, ucap Kepala Negara. Jadi dalam pelaksanaan demokrasi Pancasila itulah yang diutamakan adalah musyawarah mufakat. Dan perbedaan pendapat itu pun juga dibenarkan tapi kemudian dimusyawarahkan mengenai perbedaan pendapat tersebut, sehingga akhirnya dalam adu argumentasi terdapat kesimpulan mana yang paling benar. Kalau itu dilakukan konsensus itulah yang diambil sebagai keputusan untuk keseluruhannya.
Tapi pendapat yang dikemukakan harus rasional, bermutu tinggi dan akal sehat. Bermutu tinggi tersebut antara lain tidak bertentangan dengan kepentingan rakyat tidak mengancam persatuan dan kesatuan bangsa dan tidak bertentangan dengan dasar negara yaitu Pancasila.
“Semua orang boleh mengeluarkan pendapat beda, memusyawarahkan perbedaan, tapi semuanya haru s dikendalikan. Kepentingan rakyat diutamakan, kesatuan dan persatuan diutamakan dan dasar negara harus juga diutamakan,” tegas Kepala Negara.
Namun jika dalam musyawarah itu terdapat dua pendapat yang sama kuatnya diadakan pemungutan suara (voting). Tapi presiden mengingatkan bahwa demokrasi Pancasila tidak mengutamakan voting tersebut.
Presiden menyatakan hal itu tidak sulit dilaksanakan jika didalarni mengenai Pancasila dan UUD 1945.
Kepala Negara mengingatkan pula mengenai pembangunan politik yang harus pula diketahui oleh para generasi muda, sehingga mereka mempunyai kesadaran dan memiliki akan hak dan kewajibannya sebagai warga negara sesuai dengan UUD 1945.
Karenanya penataran P4 harus terus menerus dilakukan baik di dalam negeri maupun di luar negeri, “jangan sampai nanti tidak mengerti dan terpengaruh oleh pelaksanaan demokrasi dari lain negara,” ucap presiden.
Masalah Suksesi
Ketika memberikan wejangan tersebut, presiden menyinggung pula masalah suksesi yang belakangan ini pun juga ramai dibicarakan. Hal itu pun juga disebabkan adanya salah tafsir mengenai demokrasi Pancasila.
Sesuai dengan UUD 1945, menurut mereka itu harus ada pungutan suara sehingga harus pula ada dua atau lebih calon presiden. Hal tersebut, kata Kepala Negara bisa saja terjadi dan dibenarkan. Tapi yang mempunyai wewenang untuk memilih dan mengangkat presiden adalah MPR melewati fraksi-fraksinya.
Masalah sebenarnya mengenai suksesi presiden tidak ada masalah, tapi yang perlu dibudayakan adalah mengenai suksesi dari pada unsur-unsur suksesi kepemimpinan nasional, yakni menampung anak yang pada waktu Pemilu yang lalu belum berumur 17 tahun ini nanti punya hak untuk memilih wakil-wakilnya.
Mengenai calon presiden menurutnya mulai sekarang sudah bisa disiapkan, setelah Pemilu bisa dibekalkan kepada fraksinya untuk dicalonkan dalam pemilihan. Itu semua harus dibudayakan, apalagi selama ini sudah terjadi 5 kali dilaksanakan demikian.
“Hanya selama 5 kali secara kebetulan yang dipilih dan dicalonkan hanya saya saja. ltu bukan berarti calon presiden itu hanya satu saja atau hanya seorang saja. Tapi karena kehendak MPR saya hanya menerima karena dipercaya. Tapi kalau rakyat tidak percaya, ya tidak apa-apa. Saya tidak akan ada niat untuk memperjuangkan dan mempergunakan kekuatan untuk meraih jadi presiden. Sebab kalau demikian berarti bertentangan dengan konstitusi kita,” kata Kepala Negara.
Pada awal penjelasannya Presiden Soeharto menggambarkan berbagai pembangunan di Indonesia dan masalah perekonomian yang sudah berhasil dilakukan oleh Indonesia. Dalam pertemuan itu Presiden Soeharto yang didampingi lbu Tien Soeharto juga mendapat ucapan selamat dari masyarakat Indonesia di New York yang hadir dalam pertemuan tersebut.
Ulang Tahun
Pada siang harinya Presiden Soeharto merayakan hari ulang tahun kelahirannya yang ke 68 dengan sangat sederhana di salah satu kamar Hotel Plaza, New York tempat Kepala Negara menginap, selama berada di kota itu untuk menerima tanda penghargaan dari PBB.
Peringatan yang lebih bersifat syukuran itu ditandai dengan pemotongan tumpeng oleh Presiden Soeharto hanya dihadiri oleh lbu Tien Soeharto, tiga orang putra-putri serta dua cucu presiden.
Pejabat tinggi yang hadir adalah Mensesneg Moerdiono, Menlu Ali Alatas, Watapri Nana Sutresna dan Dubes RI untukAS, AR. Ramly.
Sebelum dilakukan pemotongan tumpeng yang dilanjutkan dengan makan siang bersama tersebut, Ibu Tien Soeharto mernimpin pembacaan doa dengan membaca surat AI Fatihah. Presiden Soeharto lahir di desa Kemusuk, Argomulyo, Yogyakarta tanggal 8 Juni 1921 yang merupakan anak tunggal pasangan almarhumah Sukirah dan, almarhum Kertoredjo.
Kepala Negara direncanakan akan tiba di Indonesia hari Senin pagi.
Sumber : PELITA(10/06/1989)
Dikutip sesuai tulisan dan ejaan aslinya dari buku “Presiden RI Ke II Jenderal Besar HM Soeharto dalam Berita”, Buku XI (1989), Jakarta : Antara Pustaka Utama, 2008, hal. 202-205.