PRESIDEN SOEHARTO : PENGORBANAN TAK SELAMANYA BERARTI PENDERITAAN

PRESIDEN SOEHARTO : PENGORBANAN TAK SELAMANYA BERARTI PENDERITAAN

 

 

Presiden Soeharto menegaskan, pembangunan juga merupakan perjuangan yang tidak sepi dari masalah tantangan. Pembangunan tidak jarang meminta pengorbanan yang sulit dihindari. Namun pengorbanan tidak selamanya berarti penderitaan. Ia sering kali hanya meminta kemampuan menahan diri sekarang untuk mencapai hasil yang lebih besar nanti.

Kepala Negara menegaskan hal di atas sewaktu berlangsung upacara peletakan “batu abadi” bendungan utama PLTA Cirata 6 Mei kemarin di Cirata, Jawa Barat.

Dikatakan, kesukarelaan berkorban diberikan oleh sebagian masyarakat di daerah ini. Sekitar 10.000 kepala keluarga yang menghuni 20 desa di 7 kecamatan daerah ini melepaskan sawah, ladang dan tempat tinggal mereka karena semuanya akan digenangi air.

Pemerintah telah memberi ganti rugi dan mentransmigrasikan penduduk ke tanah-tanah luas yang masih kosong di luar pulau Jawa.

Di tempat baru itu mereka mendapat lahan-lahan pertanian yang menjadi miliknya, yang dapat memberikan peningkatan kesejahteraan mereka.

Kesediaan untuk berkorban dari mereka itu bukan pengorbanan yang sia-sia. Sebab pusat listrik ini akan mengantarkan kemajuan bagi masyarakat luas dan pembangunan kita pada umumnya.

Tanpa tenaga listrik kita memang tidak mungkin melaksanakan pembangunan secara besar-besaran, kata Presiden.

Dikemukakan, untuk dapat memiliki industri yang maju kita harus dapat menghasilkan tenaga listrik yang besar. Kesejahteraan masyarakat akan kita rasakan jika listrik menerangi kota-kota dan desa-desa, menerangi rumah-rumah penduduk.

Mengingat pentingnya arti tenaga listrik bagi pembangunan itu maka kita tetap memberi perhatian yang besar kepada pertumbuhan kelistrikan.

Karena itu walau kita sedang berada dalam tahun-tahun yang sulit di bidang ekonomi, namun kita tetap melanjutkan pembangunan PLTA Cirata yang memerlukan biaya sangat besar.

Tak Boleh Kendor

Semangat kita membangun tidak boleh mengendor. Untuk itu kita harus memandang pembangunan sebagai perjuangan. Salah satu segi dari pembangunan yakni perjuangan untuk memanfaatkan sumber alam kekayaan bangsa kita sebaik-baiknya guna sebesar-besarnya untuk kemakmuran dan kesejahteraan seluruh rakyat.

Pembangunan PLTA di tempat ini pun merupakan perjuangan menggali dan memanfaatkan potensi alam bagi kesejahteraan rakyat. Pembangunan PLTA Cirata yang besar ini akan merubah wajah bumi dan alam sekitarnya.

Walau demikian, dengan sadar dan penuh kewaspadaan, kita berusaha supaya perubahan-perubahan tadi jangan sampai menggangu kelestarian alam dan lingkungan.

Kelestarian alam dan lingkungan ini merupakan salah satu usaha kita yang sangat penting dalam mengamankan pembangunanjangka panjang.

Menurut Presiden, pengalaman bangsa-bangsa lain memberi pelajaran sangat berharga kepada kita, betapa pembangunan yang mengabaikan kelestarian alam akhirnya mendatangkan kesulitan-kesulitan yang besar dan berlarut-larut.

“Itulah sebabnya saya pernah mengatakan bahwa salah satu semboyan kita adalah membangun tanpa merusak lingkungan,” tegasnya.

Bila kita lalai menjaga kelestarian alam dan lingkungan hidup sejak dari tahap-tahap awalnya, maka tidak mustahil jika kelak kita akan mengalami penderitaan. Adalah keliru jika dalam melaksanakan pembangunan sekarang ini kita menggunakan dengan tidak bertanggung jawab sumber kekayaan alam tanpa menjaga kelestariannya.

Potensi yang dimiliki Sungai Citarum untuk menghasilkan tenaga listrik sangat besar. Sebab itu pembangunan PLTA Cirata ini dilakukan secara bertahap. Pusat listrik ini merupakan PLTAyang ke tiga yang menggunakan tenaga air Sungai Citarum, yaitu setelah PLTA Juanda dan PLTA Saguling.

SAMPAI 1.000 MW

Menurut catatan, proyek PLTA Cirata ini akan menelan biaya sekitar Rp 506,4- miliar. Nilai itu antara lain berasal dari APBN sekitar Rp 216,3,- miliar dan Bank Dunia Rp 216,1 miliar.

Hasil listrik pada tahap pertama tahun 1988 mencapai 500 MW. Produksi tenaga listrik itu akan ditingkatkan lagi menjadi 1.000 MW.

Peletakan batu abadi tersebut ditandai pula dengan dimulai pembangunan bendungan utama yang akan mampu menampung air sekitar 4 juta M3. Panjang puncak bendungan 453 meter dengan tinggi bendungan 125 meter.

Luas waduk raksasa itu mencapai sekitar 62 Km2. Pembangunan proyek raksasa ini antara lain juga untuk menyediakan air bersih keperluan minum, irigasi persawahan, perikanan darat, pengendalian banjir, dan sekaligus obyek wisata. (RA)

 

 

Cirata, Jawa Barat, Business News

Sumber : BUSINESS NEWS (07/05/1986)

 

Dikutip sesuai tulisan dan ejaan aslinya dari buku “Presiden RI Ke II Jenderal Besar HM Soeharto dalam Berita”, Buku VIII (1985-1986), Jakarta : Antara Pustaka Utama, 2008, hal. 676-678.

Kenapa tidak meninggalkan komentar?

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.