PRESIDEN SOEHARTO TEGASKAN : “KEKUATAN KITA BUKAN TERLETAK PADA UNSUR”

PRESIDEN SOEHARTO TEGASKAN KEKUATAN KITA BUKAN TERLETAK PADA UNSUR[1]

 

Jakarta, Media Indonesia

“Perlu saya ingatkan kembali bahwa sebagai bangsa yang majemuk kekuatan kita bukan terletak pada masing-masing unsumya, tetapi dalam persatuan dan kesatuan semua unsur yang ada,” kata Presiden Soeharto.

Adalah keliru jika masih ada sikap membeda-bedakan diri karena alasan-alasan yang sempit seperti asal-usul keturunan, kesukuan, status sosial, agama atau perbedaan-perbedaan sempat lainnya, ujar Pak Harto lagi.

Kepala Negara menegaskan kembali pentingnya persatuan dan kesatuan bangsa itu ketika memberikan sambutan pada acara Dharma Santi Hari Raya Nyepi tahun Saka 1916 di Jakarta Convention Centre malam tadi. Acara yang juga dihadiri para Menteri Kabinet Pembangunan VI itu berlangsung semarak namun khidmat. Pak Harto mengingatkan Undang-Undang Dasar 1945 menjamin persamaan kedudukan warga negara dalam hukum dan pemerintahan .”Karena itu, marilah kita perkukuh kesadaran kebangsaan kita baik dibidang politik, ekonomi maupun sosial yang harus kita tampilkan dalam semangat membangun masa depan kita bersama” katanya.

Kepada umat Hindu khususnya dan umat beragama umumnya, “Saya serukan untuk bekerja lebih keras, bahu membahu dalam mengatasi berbagai tantangan dan tugas pembangunan yang makin berat,” pintanya Presiden.

Mawas Diri

Kepala Negara sebelumnya juga mengingatkan kedatangan Tahun Baru Saka ini hendaknya dijadikan saat yang tepat oleh segenap umat Hindu untuk melakukan mawas diri. “Merenungkan tentang apa yang telah dilaksanakan selama tahun yang silam untuk kemudian diambil hikmahnya sebagai pengalaman yang berharga guna menentukan apa yang seharusnya dilakukan untuk mengisi masa depan”. Pak Harto mengatakan perayaan Nyepi selalu ditandai oleh suasana tenang, hening dan sepi.”Yang terasa adalah kedamaian yang dalam. Pada saat yang sangat khidmat dan khusuk Umat Hindu melakukan olah batin”.

Tujuanya adalah untuk meningkatkan kemampuan mengendalikan diri agar bebas dari godaan hawa nafsu yang hanya mementingkan kesenangan duniawi. Seluruh cipta rasa dan karsa dipusatkan untuk mendapatkan ketenangan jiwa, ketentraman batin dan kedamaian  rohani,” ujar Presiden. Sesungguhnyalah menurut Pak Harto pada akhirnya dambaan hidup manusia bukanlah hanya sekadar kesenangan duniawi yang bersifat fana dan sementara. Sebab, “tidak jarang serba cukupnya kebendaan malahan mend atangkan keru sakan dan keresahan.” Dalam kesempatan tersebut, Presiden Soeharto mengajak segenap umat Hindu khususnya dan seluruh minat beragama umumnya untuk terus meningkatkan keimanan dan ketakwaan “srada”dan “bhakti” kepada Tuhan Yang Maha Esa. “Semua itu kita lakukan demi peningkatan kehidupan keagamaan kita sebagai bangsa yang religius”. Hal ini juga, tambah Pak Harto merupakan tugas bersama segenap umat beragama di Tanah Air untuk lebih memantapkan peranan agama sebagai landasan spiritual moral dan etik bagi pembangunan nasional sebagai pengamalan Pancasila.

Menurut Kepala Negara kenyataan itu terasa makin penting lagi pada saat berada pada hari-hari awal pelaksanaan  Repelita VI. “Saat kita mulai memasuki awal pelaksanaan PJP II yang kita canangkan sebagai awal Era Kebangkitan Nasional Kedua.” Dalam Repelita VI, sebagai permulaan PJPII, “kita meningkatkan tekad dan segala daya upaya untuk mewujudkan kemandirian manusia dan kemandirian masyarakat Indonesia.”

“Hal ini penting dalam rangka peningkatan kualitas sumber daya insani bangsa kita yang sedang bergulat dalam perjuangan untuk mewujudkan kesejahteraan bangsa kita,” tegas Kepala negara.

Karenanya menurut Pak Harto kesempatan ya ng baik ini tentu juga akan bermanfaat jika digunakan untuk memikirkan persoalan-persoalan besar yang tengah dihadapi bersama dalam PJP II. “Era tinggal landas kita berada di tengah-lengah perubahan-perubahan besar dunia. Perubahan-perubahan itu berlangsung cepat dan mendasar sehingga terasa serba tidak menentu.” (Rid)

Sumber:  MEDIA INDONESIA(20/04/1994)

_____________

[1] Dikutip sesuai tulisan dan ejaan aslinya dari Buku “Presiden Ke II RI Jenderal Besar HM Soeharto dalam Berita”, Buku XVI (1994), Jakarta: Antara Pustaka Utama, 2008, hal 600-601.

Kenapa tidak meninggalkan komentar?

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.