PRESIDEN SOEHARTO TUGASKAN BAPPENAS DAN BPS TELITI ULANG KRITERIA DAERAH MISKIN

PRESIDEN SOEHARTO TUGASKAN BAPPENAS DAN BPS TELITI ULANG KRITERIA DAERAH MISKIN[1]

 

Jakarta, Republika

KONTROVERSI soal peta kemiskinan yang dikeluarkan Bappenas belum tun tas Presiden Soeharto akhirnya menginstruksikan , Bappenas dan Biro Pusat Statistik (BPS) meneliti kembali kriteria daerah miskin. Tujuannya agar data yang dihasilkan kelak benar-benar dapat dijadikan pedoman untuk melaksanakan program menghilangkan daerah kantong kemiskinan.

Reaksi dari daerah mengenai keakuratan peta kemiskinan Bappenas dinilai Kepala Negara cukup baik, karena akan terjadi chek dan re-chek untuk mendapatkan data yang benar. Daerah juga tidak bisa sepenuhnya menyalahkan Bappenas dan BPS, sebab Presiden jauh sebelum ini juga telah minta kepada setiap kepala daerah untuk memetakan daerah miskin di wilayahnya. Instruksi Kepala Negara itu disampaikan dalam sidang kabinet terbatas bidang ekonomi, keuangan, pengawasan pembangunan, industri perdagangan (Ekuwasbangindag) yang juga dihadiri Wakil Presiden Try Sutrisno dan Panglima ABRI-Menhankam Jenderal Edi Sudradjat, Rabu kemarin di Bina Graha, Jakarta.

Menteri Penerangan Harmoko seusai sidang menjelaskan setelah kemiskinan dipetakan, Litbang Departemen Pertanian berusaha mengidentifikasikan faktor utama penyebab kemiskinan di 189 kecamatan pada 26 propinsi. Pengidentifikasian itu dilakukan, menurut Menpen, karena adanya sumber daya alam seperti lahan yang sangat kritis sampai yang kurang subur dan pendayagunaan lahan masih belum memadai.

Hal lain yang jadi pertimbangan adalah ketetjangkauan sarana dan prasarana masih sangat terbatas. Daerah yang masih terisolir menghadapi keterbatasan itu.

“Agar tujuan dan sasaran menanggulangi kemiskinan dapat dicapai lebih efektif, khususnya di bidang pertanian, maka upaya penanggulangan kemiskinan harus dapat mencakup dimensi-dimensi itu,”kata Menpen mengutip petunjuk Presiden.

Sekalipun tiga kepala daerah diberitakan telah memprotes atas peta kemiskinan yang dikeluarkan Bappenas, ternyata Departemen Dalam Negeri sendiri belum menerima laporan resminya.

“Tidak banyak daerah yang menolak. Cuma Jatim, Jateng dan Sumsel,”papar Mendagri Moh. Yogie SM kepada para wartawan, Rabu (5/5).

Karena belum melapor secara formal, Yogie belum bisa merinci apa latar belakang penolakan itu. Namun demikian, ia memperkirakan yang menjadi sebab penolakan itu adalah soal tolok ukur dan persepsi yang berbeda.

“Secara prinsip mereka mengakui di daerahnya ada kantong-kantong kemiskinan dan masyarakat yang miskin ,”katanya.

Karena itu Depdagri mengharapkanjajarannya untuk menyamakan tolok ukur maupun persepsi itu. Bahkan hal itu akan bisa merevisi peta kemiskinan yang sudah disusun. Bappenas.

Menurut Yogie, sebetulnya penghapusan kemiskinan sudah dilakukan sejak Pelita I. Paling tidak itu tercermin dari APBD. Tapi selama ini dianggapnya masih diserahkan kepada tiap-tiap daerah. Sehingga tidak terpadu dan terkordinasikan .”Justru dengan peta kemiskinan keterpaduan dan kordinasi itu diharapkan bisa terwujud Bahkan menjadi terfokus kepada aspek yang sama untuk seluruh Indonesia,” katanya menerangkan.

“Karena tiadanya keterpaduan dan koordinasi itulah ketika peta kemiskinan disusun mereka kemudian mempersoalkan, ·ucapnya. Karena itu melalui penyamaan persepsi dan tolok ukur diharapkan peta kemiskinan itu akan bisa disepakati bersama.

Keterpaduan ini menurutnya akan lebih memudahkan pengbapusan kantong­ kantong kemiskinan maupun pengentasan penduduk miskin. Sebab, menurutnya, selama ini pola penanganan pengentasan kemiskinan tiap propinsi juga terjadi perbedaan. “Tiap propinsi memiliki pola yang tidak sama. Jadi barus disinkronkan agar ada fokus yang sama,” tutumya menyarankan.

Pada bagian lain, Yogie menjelaskan, penolakan itu juga disebabkan data yang digunakan adalab data 1990 lalu. Sebingga ada tenggang waktu sekitar dua tabun. “Bisa jadi sudah ada perubahan, “katanya.

Selain itu ada perbedaan sistem yang digunakan antara pusat dan daerab dalam mensurvei kantong-kantong dan penduduk miskin. Karena itu, jika ada perbedaan hasil antara pusat dan daerah, “Depdagri tidak mempersoalkan keberatan keberatan para gubernur itu. Yang pentingjustru bagaimana menanganinya,”kata Yogie. Bink/pur

Sumber :Republika (07/05/1993)

________________

[1] Dikutip sesuai tulisan dan ejaan aslinya dari Buku “Presiden Ke II RI Jenderal Besar HM Soeharto dalam Berita”, Buku XV (1993), Jakarta: Antara Pustaka Utama, 2008, hal 882-884.

Kenapa tidak meninggalkan komentar?

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.