PRESIDEN SOEHARTO: TAK ADIL, MEMBOIKOT PRODUK KAYU TROPIS

PRESIDEN SOEHARTO: TAK ADIL, MEMBOIKOT PRODUK KAYU TROPIS

 

 

Mandiangin, Kompas

Presiden Soeharto menegaskan, boikot yang dilakukan sementara negara maju terhadap produk dari hutan tropis sekarang ini merupakan suatu tindakan tidak adil, karena setidaknya sudah sejak 29 tahun lalu Indonesia memikirkan kelestarian sumber daya hutan sehingga jauh sebelum masalah itu digembar-gemborkan. Karenanya Kepala Negara melukiskan boikot tersebut sebagai suatu sikap yang tidak bersahabat.

Hal itu disampaikan Presiden Soeharto dalam temu wicaranya dengan Kelompok Pelestari Sumberdaya Alam 9KPSA se-Indonesia pada acara Puncak Penghijauan Nasional (PPN) ke-29 dan peresmian Taman Hutan Raya Sultan Adam, Di Desa Mandiangin, Banjar, sekitar 60 km dari Banjarmasin (Kalsel), hari Senin.

Diingatkannya, PPN ini sudah dilaksanakan semenjak 29 tahun lalu, yang berarti semenjak itu pula Indonesia melaksanakan dengan nyata serangkaian usaha demi melestarikan sumber daya hutan tropis. “Dengan demikian tanggungjawab kepada dunia sudah dilakukan sejak 29 tahun yang lalu,” tegasnya.

 

Kelestarian Hutan Terjamin

Presiden menambahkan, hutan tropis Indonesia dimanfaatkan sebesar-besarnya untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat. Tapi dalam memanfaatkan hasil hutan itu, Indonesia tidak sembarangan. Untuk memelihara kelestariannya bagi generasi-generasi mendatang, telah diterapkan sistem Tebang Pilih Indonesia (TPI), di mana hanya pohon dengan diameter 50 cm ke atas saja yang boleh ditebang. Dengan demikian rotasi penebangan akan dapat terus dipelihara.

Selain itu, upaya pelestarian hutan juga ditunjang dengan dilaksanakannya kebijaksanaan Hutan Tanaman lndustri (HTI), utamanya untuk lahan kritis. “Jadi bagi Indonesia, bukannya hutan yang berkurang, malah nantinya hutan itu justru akan bertambah luasnya,” kata Presiden.

“Kita akan buktikan bahwa kelestarian hutan di Indonesia terjamin,” tandasnya. Kepala Negara juga secara tidak langsung menanggapi keragu-raguan sementara pihak tentang keandalan TPI, khususnya dalam segi pembiayaannya. Dikatakan, biaya bagi HTI itu disisihkan dari penjualan setiap meter kubik kayu sekarang ini, yang besarnya pertengahan tahun depan menjadi 10 dollar AS per m3.

Dengan demikian, jika setiap tahun HPH menebang 30 juta m3, maka akan diperoleh dana 300 juta dollar AS untuk pembuatan HTI. Biaya pembuatan HTI ini sekitar Rp 2 juta per ha. Jika HTI sudah ditanami dan siap tebang, maka HTI tersebut akan ditebang bersih dan ditanami kembali, begitu seterusnya.

 

Laksanakan Tanggung Jawab

Dalam pidatonya, Presiden menyadari bahwa hutan tropis adalah paru-paru dunia. “Dengan melestarikan hutan tropis, kita melaksanakan tanggungjawab kita bagi keselamatan umat manusia. Kita merasa sangat berbahagia dapat memikul tanggungjawab kemanusiaan yang besar dan luhur ini,” katanya.

Karena itulah, sambung Kepala Negara, Indonesia membangun hutan industri besar-besaran. Di samping itu, untuk mengatasi laban kritis di luar kawasan hutan, dilaksanakan penghijauan besar-besaran dan terus menerus. ltulah sebabnya dilaksanakan Gerakan Sengonisasi Nasional yang dicanangkan Presiden bulan Oktober lalu.

Dalarn kaitan ini, Kepala Negara menyerukan kepada seluruh lapisan masyarakat untuk memelihara sumber daya alam. “Pelestarian sumber daya alam adalah sumber kelangsungan hidup bangsa kita yang hidup di zarnan ini, yang hidup di zaman-zaman yang akan datang sepanjang masa,” tegasnya.

Diingatkannya, gerakan penghijauan yang dilakukan sejak 29 tahun lalu mempunyai arti penting untuk mendukung perkembangan industri, terutama industri perkayuan yang menghasilkan bubur kayu, kertas, kayu gergajian dan kayu lapis. Karenanya diminta agar para pengusaha yang bergerak di bidang industri perkayuan, dan semua pihaknya berkepentingan, untuk ikut memikirkan dengan sungguh-sungguh berhasilnya gerakan penghijauan ini.

 

Kerja Sama APHI-Unlam

Manifestasi harapan Presiden Soeharto itu tampaknya sudah dimulai Minggu malam di Banjarmasin, di mana dilakukan penandatanganan naskah kerjasama antara Asosiasi Pengusaha Hutan Indonesia (APHI) dengan Universitas Lambung Mangkurat di bidang kehutanan. Penandatangan dilakukan Ketua Umum APHI Bob Hasan dan Rektor Unlam Prof Supardi.

Kepada Unlam, APHI berharap dapat mengadakan penerbitan ilmiah yang menginformasikan usaha konservasi hutan tropis yang dilaksanakan Indonesia. “Sehingga dapat memberikan informasi yang benar secara berimbang, serta dapat menangkal kampanye-kampanye anti kayu tropis,” tambahnya.

PHI juga berharap melalui kerja sama itu diperoleh sarjana siap pakai dengan memberikan kesempatan bagi mahasiswa tingkat terakhir magang di kawasan HPH selama 4-6 bulan.

 

Menanam Pohon

Dalam acara PPN, Presiden Soeharto juga menanam pohon beringin (Ficus sp), sementara Menteri Negara KLH Emil Salim menanarn pohon gaharu, Menteri Kehutanan Hasjrul Harahap pohon damar, Menteri Pertanian Wardoyo pohon sungkai, dan Gubernur Kalsel HM Said pohon kayu kuku.

Kepala Negara juga menyerahkan hadiah bagi pemenang Iomba penghijauan tingkat nasional tahun 1989, masing-masing untuk Iomba terasering swadaya juara pertama adalah Kelompok Tani Tunas Mekar, Desa Cidadap, Cianjur (Jabar), pemenang pertama lomba hutan rakyat swadaya Kelompok Tani Dono Mulyo Desa Donomulyo, Malang (Jatim), dan pemenang pertama lomba Penyuluh Lapangan Penghijauan Yamto dari Desa Tiga Panah, Tanah Karo (Sumut).

 

 

Sumber : KOMPAS(19/12/1989)

Dikutip sesuai tulisan dan ejaan aslinya dari buku “Presiden RI Ke II Jenderal Besar HM Soeharto dalam Berita”, Buku XI (1989), Jakarta : Antara Pustaka Utama, 2008, hal. 376-379.

 

 

 

Kenapa tidak meninggalkan komentar?

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.