PRESIDEN TERIMA UTUSAN SUKU BADUY

PRESIDEN TERIMA UTUSAN SUKU BADUY

 

Mungkin baru pertama kali ini Presiden Soeharto didatangi tamu yang bertelanjang kaki di kantor kerjanya, Bina Graha Jakarta, ketika hari Senin ia menerima Jaro Nakiwin, kepala desa suku Baduy dari Kanekes, Banten Selatan.

Jaro Nakiwin, yang tiba sebagai utusan dari tiga “pu’un” (tetua adat) yang tinggal di daerah Baduy Dalam dan enam ribu suku Baduy lainnya, bertamu kepada Presiden dengan berpakaian khas suku itu yakni baju dan celana sebatas lutut yang longgar berwama hitam serta ikat kepala bercorak batik berwarna biru tua.

Ia diantar oleh Sesdalopbang Solichin GP dan Aspan Sudiro dari Kantor Menko Kesra.

Tujuan Utama kunjungannya adalah untuk menyampaikan rasa terima kasih masyarakat Baduy atas bantuan yang telah diberikan Presiden dan pemerintah selama ini kepada mereka.

Dalam kesempatan itu Jaro Nakiwin bercerita tentang keadaan daerahnya termasuk kemajuan yang dicapai masyarakatnya di bidang pertanian.

“Kami menanam pisang, talas, jagung, kelapa dan sebagainya,” katanya dalam bahasa Sunda tua kepada wartawan.

Lingkungan

Masyarakat Baduy itu mengharapkan kepada pemerintah agar supaya hutan, sumber air dan lingkungan di wilayahnya tidak ada yang merusak.

Aspan Sudiro menjelaskan, masyarakat Baduy secara adat dan kebiasaan sangat memelihara lingkungan hidupnya. Tidak ada orang Baduy yang berani mengubah keadaan alam di tempatnya, sehingga soal pelestarian lingkungan hidup sudah secara naluriah terjamin.

“Justru orang dari luar yang sering melanggar aturan adat dan merusak lingkungan,” katanya.

Desa Kanekes yang meliputi 36 kampung Baduy Luar dan Dalam terletak di daerah selatan Jawa Barat, tidak jauh dari kawasan suaka alam Ujung Kulon.

Masyarakatnya memencilkan diri untuk mempertahankan adat istiadat yang sangat kuat. Mereka dipercaya merupakan sisa-sisa masyarakat Kerajaan Pajajaran. Agama mereka pada dasarnya Hindu Syiwa namun mereka juga mengenal ajaran nabi-nabi seperti berkurban dan sebagainya.

Presiden dalam kesempatan itu berpesan agar masyarakat luar menghormati adat istiadat Baduy, meskipun tetap punya kewajiban moral untuk mengajak mereka untuk maju.

“Namun tidak boleh dipaksa,” kata Aspan Sudiro mengulang ucapan Presiden.

Kepala Negara juga berpesan kepada Jaro Nakiwin agar para “pu’un” dapat mengikuti perkembangan di luar, supaya mereka juga mengerti akan kemajuan masyarakat umumnya.

Jaro Nakiwin menerima oleh-oleh berupa rokok dua pak besar dari Presiden. (RA)

 

 

Jakarta, Pelita

Sumber : PELITA (28/05/1985)

 

Dikutip sesuai tulisan dan ejaan aslinya dari buku “Presiden RI Ke II Jenderal Besar HM Soeharto dalam Berita”, Buku VIII (1985-1986), Jakarta : Antara Pustaka Utama, 2008, hal. 57-59.

Kenapa tidak meninggalkan komentar?

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.